Setelah menjalani perawatan 24 jam di rumah sakit. Agus pun dijemput pulang oleh Anita, bos barunya. Seharusnya dia yang menyetir karena pekerjaannya yang baru adalah menjadi sopir wanita cantik itu. Namun, Anita tidak mengizinkannya karena memang kondisi Agus belum pulih total.
Usai membayar seluruh biaya perawatan dan obat resep yang harus ditebus di farmasi rumah sakit, Anita mendorong Agus di kursi roda menuju ke depan lobi dimana mobilnya terparkir di situ. Dia memang meminta izin pada sekuriti rumah sakit untuk memarkir sebentar mobilnya di situ dengan alasan menjemput pasien yang pulang rawat inap.
Dengan penuh perhatian, wanita muda itu membantu Agus pindah dari kursi roda ke kursi samping pengemudi sedan Camry hitam yang dia kendarai.
"Mas Agus, apa kita langsung ke rumahku atau kemana dulu ini?" tanya Anita sambil melajukan perlahan mobilnya di jalan raya kota Jakarta yang padat kendaraan.
"Kalau boleh ... saya mau pamit dulu dengan teman sekampung saya di perumahan daerah belakang polsek Tanah Abang, Mbak. Gimana?" jawab Agus hati-hati. Dia sebenarnya sungkan dengan Lik Supriyadi karena tiba-tiba menghilang setelah diberi uang untuk membeli bumbu dapur oleh Anto dua hari yang lalu.
"Boleh, Mas. Saya antar ya," sahut Anita lalu mengemudikan mobilnya menuju ke alamat yang disebutkan oleh Agus. Dia hapal dengan daerah Jakarta karena sudah sejak lahir tinggal di kota metropolitan itu.
Akhirnya setelah hampir setengah jam perjalanan, mobil itu pun berhenti di depan rumah Lik Supriyadi. Agus membunyikan bel rumah dan menunggu dibukakan pintu gerbangnya.
Lik Supriyadi melihat ternyata Agus yang datang, dia tampak lega karena takut pemuda kampung itu kenapa-kenapa di kota besar yang keras ini.
"Lega aku, Gus, kamu nggak kenapa-kenapa. Sudah 2 hari kamu ndak pulang sampai anak buahku kusuruh nyari kamu ke sekeliling komplek bolak-balik. Ehh ... ini siapa? Kok bawa cewek cantik? Pacarmu?" cerocos Lik Supriyadi tanpa memberi Agus kesempatan berbicara.
Akhirnya, Agus pun menjawab, "Aku kecelakaan ketabrak mobil, Lik, pas mau beli bumbu dapur di warung seberang jalan. Mbak Anita ini yang ngantar aku ke rumah sakit dan dia ngasi aku kerjaan jadi sopir pribadinya. Ini aku cuma mau pamitan sama Lik Supriyadi. Makasih sudah nampung aku selama di Jakarta, Lik."
Agus pun memeluk erat tubuh Lik Supriyadi dengan haru.
"Alhamdullilah, Gus. Semoga kamu betah kerja di tempat mbak ini. Kalau mau balik ke sini, rumahku selalu terbuka buat kamu, jangan sungkan!" ujar Lik Supriyadi menepuk-nepuk punggung Agus yang bertubuh jauh lebih besar dibanding tubuhnya.
"Mbak, saya titip adik saya ya. Kalau salah tolong dibilangin, dia orangnya baik kok, sabar ... rajin lagi," pesan Lik Supriyadi menitipkan Agus kepada Anita yang akan menjadi bos barunya.
"Tenang, Mas, saya kalau tidak keterlaluan sekali, jarang marah sama karyawan kok," sahut Anita seraya tersenyum manis pada Lik Supriyadi.
Kemudian Lik Supriyadi menarik tangan Agus menjauh dari Anita, dia merogoh saku belakang celananya untuk mengambil dompetnya. Dia mencabut 3 lembar uang merah dari dalam dompetnya. "Gus, bawa ini buat pegangan, ndak usah dikembalikan, aku ikhlas. Ngomong-ngomong ... Mbak Anita ini gadis apa janda, Gus?" ujarnya penasaran.
Agus pun menahan tawanya yang nyaris meledak mendengar pertanyaan Lik Supriyadi, dia pun berkata, "Arep bojo loro opo, Lik?"
(Mau istri kedua apa, Lik?)
"Husshh! Ngawur wae, digepuk Lik Marlena mengko aku," tukas Lik Supriyadi.
(Husshh! Sembarangan saja, dipukul Lik Marlena nanti aku)
"Maksudku kalau kamu mau cari istri lagi, Gus, daripada ingat sama Ratih yang sudah dapat suami baru di kampung," terang Lik Supriyadi.
Agus terkekeh sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, dia belum berpikir sampai ke sana. "Tsskk ... aku kerja cari duit yang banyak dulu, Lik, lagi mikir kawin belakangan. Pamit dulu ya, Lik, ndak enak sama Mbak Anita kalau kelamaan di sini. Suwon duite, Lik!"
"Sip, ati-ati ya, Gus! Jangan lupa kasih kabar kalau ada apa-apa, Lik pasti bantu!" ujar Lik Supriyadi merangkul bahu Agus sembari berjalan mendekati ke Anita.
Setelah berpamitan pada Lik Supriyadi, mereka berdua pun naik mobil Anita lagi. Kaki Agus memang masih sedikit pincang akibat tertabrak mobil Anita dua hari yang lalu.
"Mbak, ini saya mulai kerja kapan?" tanya Agus tidak enak hati kalau makan gaji buta.
Anita menoleh menatap wajah Agus lalu menjawab, "Coba dilihat 3 hari lagi, Mas. Aku nggak mau Mas Agus memaksakan diri, takut nanti malah kenapa-kenapa di jalan pas bawa mobil."
"Ohh oke, Mbak. Terima kasih," sahut Agus tanpa membantah.
Agus diam-diam mengamati penampilan bos barunya itu. Dia merasa Lik Supriyadi benar. Kalau untuk dijadikan istri memang Anita ini cocok dengan seleranya. Selain cantik dan mulus, sikapnya juga baik. Namun, dia tahu diri, siapa dirinya dan apa yang dia punya ... tidak ada yang dia miliki yang dapat membuatnya layak bersanding dengan wanita seperti Anita.
Dalam hatinya Agus berdoa pada Yang Mahakuasa agar memberikannya kesempatan suatu hari nanti agar bisa mendapat jodoh yang baik seperti Anita. Kini dia hanya bisa sekadar melihat dan mendampingi kemana pun wanita itu pergi sesuai pekerjaannya.
Akhirnya mereka sampai di rumah Anita. Rahang Agus nyaris copot karena terperangah melihat betapa mewahnya rumah bos barunya itu. Mirip seperti rumah di telenovela Maria Mercedes yang sering ditonton oleh ibunya dulu di kampung.
"Turun dulu yuk, Mas. Perlu aku bantu nggak jalannya?" ajak Anita seraya menawarkan bantuan kepada Agus.
"Ehh ... ohh ... ndak perlu, Mbak. Saya bisa kok jalan sendiri, sakit sedikit memang, tapi masih kuat," jawab Agus salah tingkah menggaruk-garuk kepalanya.
Anita pun berjalan bersisian dengan Agus untuk masuk ke rumahnya yang megah itu. Dia mengantarkan pemuda itu ke kamar karyawan yang ada di bagian belakang rumah. Karyawannya memang cukup banyak dan sebagian besar berasal dari kampung di luar Jakarta, jadi mereka tinggal di mess karyawan itu.
"Bik Murni, ini Mas Agus yang gantiin Mang Dirga. Kemarin habis tabrakan mobil jadi kakinya masih sakit, tolong ya diurusin makannya. Kalau sudah sembuh nanti bisa mulai kerja," pesan Anita kepad kepala asisten rumah tangganya yang merangkap sebagai koki di rumah Anita.
"Siap, Non. Nanti biar saya dan anak-anak yang ngurusin Agus. Non Anita apa mau makan malam di rumah?" balas Bik Murni.
"Nanti aku makan makan di luar, Bik. Nggak usah masak, Mas Radit juga masih di luar kota. Mas Agus kutinggal dulu ya," jawab Anita lalu meninggalkan Agus bersama Bik Murni berjalan menuju ke bagian tengah rumah.
Agus beristirahat di dalam kamar barunya ditemani Bik Murni yang duduk di lantai dekat pintu kamarnya.
"Mbak Anita itu apa sudah menikah, Bik?" tanya Agus penasaran karena tadi wanita itu menyebut nama Mas Radit.
"Iya, Gus. Suaminya itu namanya Mas Radit, pejabat pemerintah jadi sibuk sekali jarang di rumah," jawab Bik Murni apa adanya.
Ada sedikit rasa kecewa di hati Agus mengetahui Anita ternyata bukan gadis atau janda melainkan bini orang. Yaaa ... memang yang bening-bening itu biasanya laku keras, pikirnya.
Gustav Gonzales berdiri menatap piala Copa Del Rey yang berdiri tegak di rak kaca pajang di kantornya. Di dinding hall of fame ruangan itu terpajang momen-momen selebrasi kemenangan tak terlupakan yang telah dijalani oleh sang kapten Agus Sampurna.Sepuluh tahun sudah pemuda asal sebuah kampung di Indonesia membela timnya. Pria itu membawa kejayaan bagi FC Barcelona dalam setiap tetes peluh perjuangannya. Kini tiba saatnya untuk mengucap sebuah kata perpisahan dengannya."TOK TOK TOK.""Masuk!" sahut Gustav dari dalam ruang kantornya. Dia sudah menunggu kedatangan pria yang dia kasihinya selama 10 tahun belakangan, yang menjadi kesayangan Barcelonistas juga."Selamat siang, Señor Gustav," sapa Agus dengan tatapan sendu dibarengi hati yang tegar. Baginya saat ini sungguh berat, separuh jiwanya telah ada bersama Barça selama satu dasawarsa.Pria berdarah Spanyol itu bergegas mendekati Agus dan memberikan pelukan eratnya. Dia menepuk-nepuk punggung Agus dengan mata basah. Rasanya terlalu
Sebuah kejutan yang terjadi di Final Match Copa Del Rey (Piala Raja Spanyol) musim kali ini, klub FC Levante berhasil naik kelas dengan bertemu juara bertahan FC Barcelona di babak puncak perjuangan itu.Mantan kapten FC Barcelona yaitu William Aufbahn rupanya membuktikan performa terbaiknya bersama tim barunya, FC Levante. Pria asal Perancis itu bermain dengan sangat mengesankan, membuat gol-gol jitunya bersama rekan-rekannya dalam setiap pertandingan.Kekecewaannya terhadap Barça dalam hal ini mantan bosnya yang melecut semangatnya untuk bangkit. Bahkan, William Aufbahn masih belum bisa move on dengan perasaan cintanya kepada Paula Simona Gonzales, adik perempuan bos Barça yang justru menikahi striker baru asal Argentina itu yang kini merumput bersama tim Blaugrana di Barcelona.William Aufbahn sekali lagi berhadapan dengan Agus Sampurna memperebutkan bola tendangan pertama di garis tengah lapangan hijau setelah peluit wasit berbunyi."Priiittt!"Bola bergulir ke kaki Jorge Barrocel
"Pak ... mohon sedekah ... saya belum makan sejak kemarin ...," ucap Radit dengan tangan menengadah di depan kaca jendela mobil yang berhenti di lampu lalu lintas yang menyala merah.Tiba-tiba beberapa pria berseragam Satpol PP ibukota bergegas mendekat ke arah Radit dengan tatapan tak bersahabat."Hey, kamu! Dilarang mengemis di lampu merah, jangan kabur kamu! Ayo ikut ke kantor!" teriak petugas Satpol PP mengacungkan tongkat hitamnya yang keras ke arah Radit yang lari tunggang langgang menghindari kejaran Satpol PP itu.Sayangnya Radit tertangkap dan kedua petugas Satpol PP itu sudah bersiap memukulinya dengan tongkat hitam yang keras. "TIDAAAAKKKKK!!!" jerit Radit kencang yang membangunkan ketiga rekan satu selnya jelang pagi itu.Pak Untung Saripan dan Pak Bintoro Wasesa mendekati ranjang Radit lalu menepuk-nepuk badan Radit agar pria itu terbangun daru mimpi buruknya yang membuatnya sampai mengigau berteriak-teriak."Pak ... Pak ... bangun, Pak Radit!" ujar Pak Bintoro yang beru
"Hey Satria, papa kamu keren banget! Dia idolaku," ucap Jordan Ralleigh, teman sekolah Satria Sampurna di sekolah Taman Kanak-kanak di Barri Gothic."Aku juga ngefans dengan Kapten Agus, tendangannya jitu dan jarang sekali meleset dari gawang!" timpal anak yang lain.Sementara bocah yang ayahnya dipuji oleh teman-temannya itu tersenyum lebar. "Tentu saja, papaku memang keren. Larinya secepat kilat dan badannya seperti Hercules!" sahut Satria dengan bangga.Sesampainya di depan butik mamanya, Satria pun melambaikan tangannya kepada rombongan teman-teman sekolahnya yang berjalan kaki menjauh meneruskan perjalanan pulang ke rumah mereka masing-masing yang terletak tak jauh dari situ."TING." Bel pintu butik penanda ada tamu yang datang berbunyi."Mamaaa ...," panggil Satria manja lalu menubruk tubuh ramping mamanya yang cantik itu di belakang konter meja kasir.Sambil mengusap-usap kepala puteranya, Anita bertanya, "Apa sekolahnya asik, Sayang?"Bocah laki-laki kesayangan Anita itu menja
Yuni Sahara menggendong puterinya yang masih berusia 5 bulan saat menghadiri sidang vonis suaminya atas kasus suap perundangan megaproyek. "Terdakwa Raditya Poncobuwono terbukti bersalah terlibat dalam kasus suap PT. DPU, PT. SKC, PT. UBM, PT. GGA, PT. KPA. Sanksi yang akan diterima adalah sebagai berikut; denda senilai 1 milyar rupiah dan penjara selama 10 tahun. Ada pun barang bukti berupa hasil korupsi akan disita oleh negara. TOK TOK TOK!" Hakim ketua persidangan tipikor mengetuk palu 3 kali untuk mengesahkan putusan vonis untuk kasus yang menjerat Radit.Sang terdakwa yang mengenakan baju oranye pun tertunduk lesu di kursi pesakitan. Dalam benak Radit masa depannya terasa gelap, kebahagiaan yang seharusnya dia nikmati bersama istrinya yang beberapa bulan lalu melahirkan puterinya, Juwita seolah sirna.Petugas kepolisian menggelandang pria berperawakan tegap itu keluar dari ruang persidangan di antara serbuan kilat blitz kamera kuli tinta dan reporter pencari berita utama. Radit
"TING." Bunyi bel penanda ada tamu yang masuk ke butik Bohemian Twilight itu terdengar nyaring.Kepala Anita dan Claudia sontak menoleh ke arah pintu butik mereka. Keduanya pun tersenyum menyambut kedatangan kedua suami mereka masing-masing. Mereka berdua sedang melayani pelanggan yang membayar belanjaan."Terima kasih, Nyonya Anderson!" ucap Anita melepas kepergian klien langganannya.Kedua pemuda tampan berpakaian setelan jas necis itu mendekati pasangan mereka masing-masing di meja konter kasir."Hallo Liefje!" (Halo Sayangku!) sapa Pedro dalam bahasa Belanda lalu memeluk dan mengecup bibir Claudia dengan mesra.Claudia Bijlow pun bertanya, "Apa menang tadi pertandingannya, Bebe?" "Kapten dan Argentine Boy membuat gol. Barça menang lagi, Cloud," jawab Pedro santai lalu dia bertanya, "apa kau suka model rambutku yang baru?""Itu cute, Pedro," jawab Claudia terkikik geli menatap wajah suaminya yang kali ini berganti model rambut spike Harajuku, sedikit funky dan kekanak-kanakan.Sem
La Liga Espanol yang dimainkan sore ini adalah pertandingan tengah musim antara FC Barcelona versus Deportivo La Coruña di Stadion Riazor yang berkapasitas hingga 34.000 penonton. Beberapa pemain yang sudah memiliki anak menggandeng anaknya masuk ke lapangan sebelum pertandingan dimulai sambil menyanyikan lagu mars tim kesebelasan di tengah lapangan. Agus pun tak sabar menantikan Satria, puteranya bisa digandeng masuk ke lapangan hijau sebelum bertanding, pasti sangat membanggakan bila anak itu kelak dewasa dan mengenangnya.Sayangnya bayi itu masih berusia 3 bulan. Sedangkan, rekan satu timnya Pedro Van Bergen juga tengah menantikan kelahiran putera pertamanya bersama Claudia. Pasangan pengantin baru yang fenomenal Paula Simona Gonzales dan Diego Martinez juga kabarnya akan segera memiliki anak setelah menikah beberapa minggu, adik bos Barça itu hamil.Karena performa Diego Martinez yang bagus di setiap pertandingan, Senhor Jose Mourinho memilih untuk menaruh posisi pemuda Argentina
"Ouuhh ... Diego ... sube sube ... akkh!" racau señorita cantik itu meminta pemuda Argentina itu bergerak menaikkan bibirnya dari betis mulus hingga ke pangkal pahanya. (sube=naik)Permainan cinta Paula Simona Gonzales bersama pemain libero Barça itu selalu liar. Malam-malam panas di Barcelona membuat Diego Martinez terperangkap dalam gairah si nona muda adik bosnya.Tubuh kekar Diego bersimbah peluh hingga nampak seperti sehabis mandi. Dia main di atas berjam-jam dengan berbagai posisi dan Simona tak kunjung lelah melayani pemain sepak bola yang tangguh staminanya itu. "Señorita, Espero que disfrutes de nuestro amor!" (Nona, saya harap Anda menikmati percintaan kita!) Diego terengah dengan jantung berpacu memagut bibir ranum wanita binal itu yang kini tengah menindih tubuh Diego."Milikmu keras terus dan aku suka, Argentine Boy! Kupikir lebih baik kita menikah saja, kau membuatku kecanduan tubuh tangguhmu ini, Diego. Uhmm ... akkh!" Simona bergerak menghentakkan tubuhnya dengan liar
Pagi itu pesawat Malaysia Airlines yang membawa Bu Rodiyah dari Jakarta menuju ke Barcelona baru saja mendarat. Wanita desa berusia setengah abad lebih itu berusaha tetap tenang dan mengikuti panduan pramugari hingga berhasil keluar dari gerbang kedatangan penumpang internasional di Bandara International Barcelona El-Prat."Ibuuu!" sambut Anita bergegas mendekati Bu Rodiyah lalu saling bertukar cium peluk dengan ibu suaminya itu."Syukur kalau nggak nyasar, Bu! Hahaha," tukas Agus sembari tertawa berderai. Sebenarnya dia sudah cemas sedari semalam karena ibunya baru sekali pergi keluar negeri sendirian.Bu Rodiyah pun tertawa gembira dan menjawab, "Aslinya Ibu juga grogi, Gus. Di pesawat akeh londo-ne (banyak bule-nya), nggak paham omong apa. Ibu cuma senyum ngangguk-ngangguk aja kalau diajak ngomong.""Kita ke tempat tinggal Agus ya, Bu. Sini tas jinjingnya Agus bawakan saja," ujar puteranya lalu mengangkat tas berisi baju ganti yang berukuran sedang itu.Mereka bertiga berkendara de