Home / Romansa / Simpanan Sang Miliuner / Bab 6.  Jangan Coba Untuk Kabur Lagi!

Share

Bab 6.  Jangan Coba Untuk Kabur Lagi!

last update Last Updated: 2024-02-12 01:47:22

Sinar matahari menembus ke sela-sela jendela, menyentuh pipi mulus Luna. Perlahan, mata gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali. Tepat ketika matanya sudah terbuka sempurna—tatapannya mengendar ke dalam kamarnya.

Seketika raut wajah Luna berubah melihat banyak pakaian berserakan sembarangan di atas lantai kamar. Tunggu! Detik di mana Luna melihat pakaiannya berceceran—kepingan ingatannya teringat tentang kejadian tadi malam.

Luna menelan salivanya susah payah. Kepingan memori layaknya puzzle yang terpecah yang telah mulai tersusun di otaknya. Gadis itu mengingat dengan jelas kejadian tadi malam. Kejadian panas yang membuatnya gemetar.

Luna memberanikan diri menurunkan pandangannya melihat—ke bawah di mana tubuhnya penuh dengan bercak kemerahan. Tenggorokan gadis itu seolah tercekat di kala tidak sanggup untuk mengeluarkan suara.

Ingatan Luna masih bekerja sangat baik. Gadis itu mengingat bagaimana Draco menyentuh tubuhnya. Demi Tuhan! Ingin sekali Luna berlari sekencang mungkin, tapi semua itu tidaklah mungkin.

“Apa yang sudah kau lakukan, Luna?” Luna meremas rambutnya sendiri. “Kenapa kau sangat murahan!” gumamnya pada diri sendiri akibat emosi yang melanda.

Sentuhan sialan Draco tidak lepas sama sekali dari ingatan Luna. Itu yang membuat Luna menjadi kesal dan emosi pada dirinya sendiri. Terbangun dalam keadaan tubuh telanjang dan hanya terselimuti oleh selimut tebal.

Luna menarik selimutnya demi menutupi rapat tubuh telanjangnya. Perasaan yang dirasakannya saat ini begitu amat campur aduk. Tadi malam, dia ingin melarikan diri bermaksud pergi sejauh mungkin dari Draco.

Namun, rencana hanya tinggal rencana. Pria itu berhasil menangkap Luna yang ingin melarikan diri. Sungguh, hidup gadis itu bagaikan berada di sebuah lingkaran api. Sejauh apa pun Luna berusaha terbebas, panasnya bara api akan tetap menyulut ke sekujur tubuhnya.

Luna telah terjebak. Gadis itu tidak bisa melarikan diri ke mana pun. Sekeras apa pun, dirinya berusaha tetap tidak akan pernah bisa pergi dari penjara milik Draco Riordan.

Luna menyibak selimutnya, dan hendak turun dari ranjang. Namun, sialnya kaki gadis itu tersangkut di selimut—hingga membuatnya terjatuh di lantai. Sontak, Luna menjerit sekaligus merintih kesakitan.  

Saat Luna terjatuh, tatapan gadis itu melihat Draco keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit pinggang pria itu. Tampak raut wajah Luna berubah menjadi panik—melihat sosok pria yang mendekat ke arahnya. 

Luna meneguk ludahnya susah payah. Tubuh kekar pria itu membuat seluruh organ di dalam tubuh Luna seolah meronta-ronta. Bekas air masih menetes dari tubuh kekar pria itu—membuat Luna tak sedikit pun berkedip.

Draco bagaikan pahatan patung Dewa Yunani yang sempurna dan memukau. Tidak sama sekali memiliki celah kekurangan. Lengan kekar. Otot perut sixpack. Rahang tegas. Dada bidang. Serta tato di tubuhnya yang menyempurnakan penampilannya.

Luna melihat keindahan makhluk yang Tuhan ciptakan sangat sempurna. Munafik jika gadis itu tidak mengakui kagum akan fisik yang dimiliki Draco Riordan. Hanya saja, di balik fisik sempurna dari pria itu—terdapat sifat arogan dan kejam.

Sifat Draco yang membuat Luna selalu takut berada di dekat pria itu. Bahkan melihat wajahnya saja, sudah membuat nyali Luna menciut. Apalagi sekarang kondisinya Luna hanya memakai selimut tebal—menatap Draco menghampirinya hanya menggunakan handuk tebal.

Luna memundurkan tubuhnya yang ada di lantai. Gadis itu meremas kuat selimut. Bahunya bergetar ketakutan. Perutnya seakan diaduk-aduk. Tidak pernah terpikir olehnya, jika akan jadi seperti ini.

Draco menundukkan tubuhnya, bersejajar ke tubuh Luna yang berada di lantai. Sepasang iris mata pria itu dingin dan tajam terhunus pada gadis itu. “Masih ingin melarikan diri, hm?” bisiknya serak menusuk.

Luna tak berani menjawab ucapan Draco. Hal yang gadis itu lakukan hanyalah menggelengkan kepala. Rasa takutnya menyelimuti. Mata Luna sudah memerah, menahan air matanya agar tidak tumpah keluar

Draco membelai pipi Luna dengan sedikit kasar. “Jangan pernah berniat untuk melarikan diri. Jika kau berani, maka kau akan tahu akibatnya, Luna.” Pria itu mendekatkan bibirnya ke telinga Luna. “Tadi malam, aku melakukan dengan sangat pelan. Jika kau berani melarikan diri lagi, maka aku bisa melakukan dengan keras hingga membuatmu tidak bisa berjalan di pagi hari. Kau tidak memiliki kebebasan, Luna. Aku sudah membelimu. Itu artinya kau adalah milikku. Sangat tidak pantas, kau ingin melarikan diri dari orang yang sudah membelimu.”

Air mata Luna berlinang jatuh membasahi pipinya. Setiap kali Draco bicara sangatlah membuat hatinya tercabik-cabik. Dia bukan barang yang diperjual-belikan. Namun, apa yang bisa Luna lakukan sekarang? Gadis itu telah terjebak di dalam lingkaran api yang membawanya ke dalam penderitaan.

Luna sudah tidak bisa berbuat apa pun. Bahkan niat untuk melarikan diri saja tidak akan mungkin bisa. Yang bisa dilakukan gadis itu adalah pasrah dengan keadaan. Ingin berteriak atau apa pun tetap saja percuma.

“Mandilah. Kita akan sarapan bersama.” Draco mengecup bibir Luna, lalu dia menanggalkan pakaiannya—memakai celana tepat di hadapan Luna.

Luna terkejut akan tindakan Draco yang mengganti pakaian di depannya. Gadis itu menutup mata dengan kedua tangannya dan lengan mengapit selimut agar selimut yang membalut tubuhnya tidak melorot.

Senyuman miring terlukis di wajah Draco, melihat Luna yang menutup mata menggunakan kedua tangan gadis itu. Sangat menggemaskan. Padahal gadis itu sudah pernah melihat tubuh telanjangnya.

“Sekarang kau tutup mata, tapi tadi malam kau mendesah memanggil namaku,” ucap Draco yang sontak membuat wajah Luna memerah malu.

Luna masih dalam keadaan menutup mata dengan telapak tangannya. Kata-kata Draco benar-benar membuatnya sangat malu! Kata-kata vulgar itu menggelitiknya menimbulkan kepingan memori di otaknya mengingat tadi malam.  Luna membenci posisi seperti ini. Posisi di mana dirinya merasakan tersudut.

Draco menarik kasar dagu Luna, mencium dan melumat lembut bibir itu. “Segeralah bersihkan tubuhmu. Jika kau terus menutup tubuh telanjangmu dengan selimut, jangan salahkanku kalau aku kembali memasukimu dan membuatmu mengerang namaku,” bisiknya serak dan vulgar. 

Luna meneguk ludahnya berat. Bahunya bergetar mendengar apa yang dikatakan oleh Draco. Sialnya kata-kata vulgar pria itu malah berhasil membuat kewanitaan Luna berkedut-kedut.

Draco membenarkan posisi berdirinya. Pria itu melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Tepat di kala Draco sudah pergi—air mata Luna kembali berlinang membasahi pipinya.

***

Luna mengunyah perlahan makanan yang dihidangkan di hadapannya. Meskipun menu sarapan lezat, tapi tetap tidak membuat Luna memiliki selera makan. Gadis itu makan hanya demi agar dirinya tidak mendapatkan amarah Draco.

Luna sudah mengenal sifat temperamental Draco. Sudah tidak heran, jika pria itu memiliki emosi yang tidak stabil. Dia mencari aman. Tak ingin mendapatkan lagi masalah baru.

“Aku hari ini memiliki meeting. Kau jangan coba untuk melarikan diri. Sudah banyak penjaga yang akan berjaga di depan. Jika sampai aku mendapatkan laporan, kau ingin melarikan diri, maka aku pastikan kali ini aku tidak berbaik hati lagi padamu! Kau mengerti, Luna?” desis Draco tajam dan tak main-main.

Luna mengangguk cepat dengan raut wajah pucat ketakutan.

Draco menyudahi sarapannya. Pria itu bangkit berdiri—memberikan lumatan di bibir Luna—lalu melangkah pergi meninggalkan gadis itu. Tidak ada yang bisa Luna lakukan. Gadis itu bahkan hanya diam di kala mendapatkan ciuman dari Draco.

Luna telah tinggal di sangkar emas, dan tidak akan pernah bisa bebas dari sangkar emas ini. Entah, seperti apa nasib kehidupannya selanjutnya. Dia pun tidak mengerti dengan permainan takdir kehidupan dirinya.

***

Draco duduk di kursi kebesarannya seraya menyesap wine di tangannya. Sorot mata pria itu lurus ke depan—menyimpan jutaan emosi yang membakar. Pria itu baru saja selesai meeting. Dia masih kesal pada Luna yang berani melarikan diri.

Sejak kejadian tadi malam, dia meminta penjaga serta keamanan di sekitar apartemen di mana unit penthouse-nya berada—dijaga dengan sangat ketat. Untungnya tadi malam dirinya pulang lebih awal. Jika tidak, sudah pasti Luna akan melarikan diri.

Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Draco mengalihkan pandangannya ke arah pintu—dan menginterupsi orang yang mengetuk pintu itu untuk masuk ke dalam.

“Tuan.” Nigel menundukkan kepalanya di hadapan Draco.

“Ada apa?” Draco menatap tajam Nigel yang berdiri di hadapannya.

“Tuan, saya mendapatkan kabar kalau Bibi dari Nona Luna tidak terima Anda membawa Nona Luna pergi. Beliau mengatakan akan menuntut Anda,” tutur Nigel memberi tahu.

Draco tersenyum sinis mendengar laporan Nigel. “Katakan pada wanita tua itu. Jika berani menuntutku, maka lakukan saja. Aku tidak takut.”

“Tuan, tapi—”

“Apa kau tuli, Nigel?! Aku sudah pernah bilang padamu, aku akan membuang Luna jika aku sudah bosan!” Mata Draco menyalang tajam menatap Nigel.

Nigel menelan salivanya susah payah. “B-baik, Tuan. S-saya mengerti. S-saya permisi.” Dia segera menundukkan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan Draco. 

Draco mengembuskan napas kasar. Dia masih kesal dengan Luna, sekarang bibi dari gadis itu malah membuat emosinya semakin terpancing. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 60. Extra Part  

    Lima tahun kemudian … “Ayo Dickson! Lenita! Semangat!” Luna bersorak menyemangati anak kembarnya yang sedang lomba renang. Tampak wanita itu menunjukkan kegirangannya di kala anak kembarnya unggul dari yang lain.Draco berdiri di samping Luna, menatap tenang anak kembarnya yang lebih unggul dari yang lain. Luna sejak memiliki anak jauh lebih heboh dan cerewet, sedangkan Draco lebih tenang. Namun, jika Draco sudah bicara tegas, maka pasti semua akan takut pada pria itu. Hingga kemudian, waktu berakhir. Dickson juara satu dan Lenita juara dua. Sontak Luna memekik kegirangan anak kembarnya berhasil menang. Dia memeluk Draco karena terlalu sedang. Ekspresi Draco tersenyum tipis dan penuh bangga pada Dickson dan Lenita.“Sayang, anak kita menang,” seru Luna antusias.Draco mengecup kening Luna. “Kemenangan sudah pasti berada di tangan mereka.”“Daddy! Mommy!” Dickson dan Lenita berlari menghampiri kedua orang tua mereka, memeluk erat kedua orang tua mereka.“Anak Mommy dan Daddy hebat!

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 59. Perfect Ending 

    “Saya, Draco Riordan, mengambil engkau Luna Granger sebagai istriku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau, sampai maut memisahkan kita.”“Saya, Luna Granger, mengambil engkau Draco Riordan sebagai suamiku untuk saling memiliki dan menjaga, dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan kekurangan atau berkelimpahan—dan dalam keadaan sakit atau sehat. Aku berjanji di hadapan Tuhan dan para saksi, untuk selalu mengasihi dan menghargai engkau sampai maut memisahkan kita.”Pastor mensahkan pernikahan Draco dan Luna. Dua insan yang baru saja resmi menjadi sepasang suami istri bertukar cincin, dan mereka langsung berciuman di hadapan ribuan para tamu undangan. Suara tepuk tangan riuh terdengar.Pernikahan Draco dan Luna mengukir sejarah. Pernikahan yang megah dihadiri oleh para pengusaha, art

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 58. Lamaran Manis di Hadapan Kedua Orang Tua Luna

    “Draco, kita mau ke mana? Ini kan bukan arah rumah kita,” ucap Luna di kala Draco mengambil arah ke jalan yang lain. Bukan jalan ke rumah baru mereka. Gadis itu menoleh menatap Draco dengan tatapan bingung.“Nanti kau akan tahu ke mana aku akan membawamu.” Draco membelai rambut panjang Luna. Pria itu menatap ke depan, fokus pada jalanan. Luna ingin bertanya ke mana Draco akan membawanya, tapi karena tatapan Draco sangat serius menatap jalanan, itu membuatnya mengurungkan diri untuk bertanya. Luna memilih diam sampai dia tahu ke mana Draco akan membawanya. Butuh perjalanan sekitar tiga puluh menit. Mobil Draco mulai memasuki halaman parkir pemakaman. Luna sekarang mengerti Draco mengajaknya untuk mengunjungi makam mendiang ibu Draco. Luna tersenyum. “Kau ingin kita mengunjungi makam ibumu, ya?”Draco mengangguk sambil membelai pipi Luna. “Ya, tapi bukan hanya makam ibuku saja.”Kening Luna mengerut dalam. “Makam siapa?”“Nanti kau akan tahu. Kita turun dulu.” Draco mengajak Luna unt

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 57. Berkunjung ke Penjara dan Rumah Sakit Jiwa

    Luna bergerak-gerak gelisah. Peluh membanjiri keningnya. Jeritan kata ‘Tidak’ membuat Draco terbangun lebih dulu. Pria tampan itu mendapati Luna yang seperti tengah mimpi buruk. Refleks, Draco membangunkan Luna.“Luna? Hey, Luna?” panggil Draco lembut.“Jangan bunuh anakku!” teriak Luna bersamaan dengan dia sudah bangun, dan bercampur dengan derai air mata.Draco langsung memeluk Luna erat, dan menciumi puncak kepala gadis itu. Tangis Luna pecah dalam pelukan Draco. “Luna, kau mimpi buruk. Aku di sini. Aku selalu menjagamu.”Tangis Luna mengecil dalam pelukan Draco. “Draco, aku bermimpi Danny dan Mireya ingin membunuh anak kita.”Draco mengeratkan pelukannya mendengar cerita Luna. Pasti trauma kejadian penculikan itu masih ada. Tidak mungkin dalam sekejap bisa sirna begitu saja. Dalam hati Draco mengumpati kebodohannya yang terlalu lama menyelamatkan Luna. “Pria tua itu sudah berada di penjara, sedangkan Mireya berada di rumah sakit jiwa. Mereka tidak akan melukaimu,” ucap Draco sung

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 56. Pindah Rumah

    Kesehatan Luna berangsur-angsur membaik. Dia mendapatkan perawatan terbaik Selama berada di rumah sakit. Hamil membuat Luna mendapatkan perhatian berlebih dari Draco. Setiap Luna ingin bergerak saja, Draco selalu khawatir hal buruk menimpa Luna. Terdengar sangat berlebihan, tapi memang itulah Draco jika sudah ketakutan kehilangan sosok yang berharga di hidupnya.“Draco, aku sudah makan. Jangan minta aku untuk makan lagi. Aku sudah kenyang. Nanti aku muntah jika kau paksa,” ucap Luna dengan bibir tertekuk dalam. Perutnya sudah kenyang, tapi terus dipaksa untuk makan.Draco meletakan piringnya ke atas meja dan berkata lembut, “Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi. Yang penting kau sudah kenyang. Aku tenang sekarang.”Luna tersenyum mengerti rasa khawatir Draco. Gadis itu bangkit berdiri dan duduk di pangkuan Draco. “Aku akan baik-baik saja. Aku akan selalu menjaga anak kita. Kau percaya padaku, kan?”Luna mengerti kekhawatiran Draco. Pria itu pernah kehilangan anak. Jadi wajar jika se

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 55. Kejahatan Tak Akan Pernah Menang

    “D-Draco?” lirih Luna melihat Draco berada di ambang pintu. Matanya sembab akibat tangis, sekarang berubah menjadi tatapan penuh harap. Dia percaya Draco akan datang menyelamatkannya. Tubuh Mireya membeku di tempatnya melihat Draco berdiri di ambang pintu. Berbagai umpatan lolos di bibirnya. Dia tak mengira Draco akan secepat ini menemukan keberadaan Luna.Tatapan Danny menyalang tajam menatap Draco. “Sejak awal Luna adalah wanitaku! Jangan pernah kau mengaku-aku dia sebagai wanitamu!”Draco tersenyum sinis melihat Mireya juga terlibat. Dalam hati dia bersyukur datang tepat waktu. Dia mendengar jeritan Luna. Dia sudah menduga apa yang terjadi sebelum dirinya datang. Sekarang kebenciannya pada Danny dan Mireya semakin bertambah.“Kalian ingin membunuh anakku yang ada di kandungan Luna?” Draco melangkah mendekat, menatap tajam Danny dan Mireya. “Luna adalah milikku!” desis Danny menekankan.Draco tersenyum sinis. “Kau ingin tahu kenapa aku bertekad mengalahkanmu di pelelangan waktu i

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 54. Kehamilan Luna

    Draco melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah kota. Pria itu menginjak pedal gas kuat-kuat. Alamat keberadaan Luna sudah berhasil ditemukan. Hacker membobol CCTV jalanan. Draco siap mengeluarkan banyak uang demi agar bisa mengetahui keberadaan Luna. Nigel yang duduk di samping Draco memegang kuat seat belt-nya. Draco tidak mau disopiri. Pria tampan itu lebih percaya menyetir sendiri di kala keadaan mendesak. Tentu Draco mengemudikan mobil di atas kecepatan rata-rata. Nigel saja sampai shock bahkan hampir muntah. Namun Nigel tidak bisa berkomentar apa pun. Nigel hanya bisa patuh pada tuannya.“Nigel, kau sudah yakin alamat yang kau dapatkan?” seru Draco dengan sorot mata tajam.Nigel mengangguk seraya menelan salivanya susah payah. “S-sudah, Tuan. S-saya yakin dengan alamat yang saya dapatkan.”Draco menambah laju kecepatan mobilnya. Sontak tubuh Nigel tercondong ke depan akibat Draco melajukan mobil tanpa perhitungan. Beruntung Nigel sudah kuat-kuat memegang seat belt-nya.

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 53. Pendarahan

    Saat pertama kali tiba di penthouse, Draco menatap tiga pelayannya sudah berlumuran darah. Dua lagi berhasil selamat kini menangisi teman mereka yang tewas. Aroma anyir darah begitu semerbak memenuhi ruang tengah. Nigel yang ada di samping Draco terkejut melihat keadaan penthouse Draco yang berantakan. “Tuan.” Dua pelayan yang masih hidup bergetar ketakutan di kala mereka menatap Draco.Tatapan Draco menyalang tajam bagaikan singa hutan yang murka. “Ceritakan padaku apa yang terjadi!” semburnya penuh amarah tertahan. Dia sudah meminta orangnya mencari titik keberadaan Luna, tapi sampai detik ini belum juga ditemukan.Dua pelayan itu gelagapan menjawab pertanyaan Draco. Mereka tidak akan mungkin diam saja, jika sudah mendapatkan cercaan pertanyaan seperti ini. Mereka harus menjawab kebenaran yang ada.“T-tuan, m-maafkan kami. Lampu tiba-tiba saja mati. Kami berusaha menghubungi pihak keamanan, tapi seluruh telepon di penthouse tidak berfungsi. Saat salah satu di antara kami ingin meng

  • Simpanan Sang Miliuner   Bab 52. Mengambil Sebuah Keputusan Besar

    Mireya duduk di pangkuan Draco di kala tunangannya itu sudah tiba di tempat yang sudah dijanjikan mereka akan bertemu. Dia membelai rahang tegas Draco, menatap penuh damba sang tunangan yang sangat tampan dan rupawan.“Aku turut prihatin dengan apa yang terjadi padamu, Draco,” ucap Mireya hendak memberikan ciuman di bibir Draco, tapi pria itu membuang wajahnya seolah tak sudi dicium oleh Mireya.Draco mendorong tubuh Mireya, hingga membuat wanita itu tersungkur di lantai. “Aw! Draco kenapa kau kasar padaku?” serunya kesal.Draco menatap dingin Mireya yang tersungkur ke lantai. “Asistenku mengatakan kau tidak bisa diajak negosiasi karena keadaan perusahaan cabangku yang mengalami musibah. Sekarang aku datang untuk mengajakmu bernegosiasi, jadi jangan membuang-buang waktuku!”Mireya bangkit berdiri menahan sakit di bokongnya. “Kau bisa bersikap lembut pada seorang pelacur, tapi kau malah bersikap kasar pada tunanganmu sendiri!”“Berhenti mengatakan Luna seorang pelacur!” bentak Draco su

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status