Setelah dibuat terkejut dengan kedatangan dua orang pria yang tidak dikenal, kini Dilan harus menuruti perintah untuk ikut bersama ke suatu tempat lantaran sang kakek yang meminta. Dilan sebetulnya malas untuk ikut karena merasa tidak berminat sama sekali bertemu dengan sosok angkuh yang dulu membuat sang ibu menderita. Namun, perihal kabar mengejutkan yang dikatakan orang suruhan kakeknya tak khayal membuat naluri Dilan sebagai seorang cucu tergugah. Kasihan? Atau ... simpati kah?Entahlah! Yang dirasakan olehnya saat ini adalah perasaan yang mungkin sangat sulit untuk dijelaskan. Mungkin, benar kata orang, jika hubungan darah lebih kental dari apa pun. Sejahat-jahatnya sang kakek, kenyataan yang tidak akan pernah bisa disembunyikan maupun hindari ialah, Dilan cucu dari seorang konglomerat ternama di ibukota bernama Cokro Suryo. Darah yang mengalir di tubuhnya pun mengalir darah kakeknya. Ketika roda empat yang membawanya pergi dari apartemen berbelok ke tempat di mana dulu dia
Sudah hampir tiga jam Dilan berada di rumah kakeknya, kini dia tengah duduk di ruang kerja bersama orang kepercayaan Cokro yang ternyata sudah diberikan tugas untuk menjelaskan perihal surat wasiat. Menyimak dengan seksama, meskipun ada banyak hal yang tidak dia habis pikir, mengapa sang kakek mewarisi semua harta kekayaannya untuknya.Kekayaan yang tak terhitung jumlahnya itu sungguh membuat kepalanya berdenyut dan pusing mendadak. Bagaimana tidak? Secara, selama ini dia tidak pernah sekalipun mengetahui seluk beluk harta sang kakek itu berasal. Namun, dari penjelasan lelaki paruh baya yang katanya orang kepercayaan sekaligus notaris kakeknya itu, mengatakan bahwa ahli waris satu-satunya adalah dirinya yang merupakan cucu laki-laki satu-satunya. Maka mau tidak mau Dilan harus menerima apa yang telah diminta sang kakek.Lalu, bukankan dia juga punya saudara sepupu perempuan? Kenapa mereka tidak diberikan sepeserpun warisan tersebut? "Maaf, saya pikir belum waktunya surat ini saya ta
Inginnya menolak pernikahan yang rupanya sudah dipersiapkan dengan sangat-sangat meriah dan mewah. Ballroom hotel bintang satu itu telah disulap bak di negeri dongeng, khas sekali dengan kesukaan Bianca. Semuanya sudah direncanakan dengan matang, tetapi Dilan tidak mengetahui sama sekali perihal pernikahan dadakan tersebut. Harusnya, pernikahan ini terjadi sekitar satu bulan lagi, itu pun kalau Dilan tidak berubah pikiran dan membatalkan rencana yang telah dirancang Irene dan Bianca. Jujur, perasaan Dilan sama sekali tidak pernah tertaut dengan gadis yang sudah resmi menjadi istrinya ini. Apalagi menghabiskan sisa hidupnya bersama perempuan yang selama ini sudah dia anggap seperti adik. Semua terjadi begitu cepat! Keras kepalanya Bianca yang kukuh melanjutkan pernikahan ini, kemungkinan akan menyebabkan sesuatu yang tidak baik. Sesuatu yang dipaksakan bukankah akan berakhir tidak baik? Dilan tidak mencintai istrinya itu, meskipun mereka akan tinggal dalam satu atap.Ah, dia jadi me
Semilir angin malam ini cukup menyejukkan suasana hati Dilan yang memanas, setelah mendengar kabar perihal pernikahan Sanaya dan Leo. Ditambah dengan kabar keduanya yang akan melakukan perjalanan bulan madu ke Bali, tak pelak membuat dada pemuda yang baru resmi menjadi suami itu semakin terasa sesak. Dilan tak sengaja mendengar percakapan antara mertuanya dan mertua Sanaya saat di pelaminan tadi. Mami Anne lah yang terlihat paling antusias menceritakan soal pernikahan putera satu-satunya dengan gadis pilihannya. Hanya mendengarnya tetapi rasanya seperti ada belati yang menusuk ulu hati Dilan, bayangan kebersamaan Sanaya dan Leo saja sudah sangat menyiksanya, apalagi bila semua itu sampai benar-benar terjadi."Ck!" Decakan lolos dari mulut Dilan, setelah mengepulkan asap rokok ke udara. "Gue malah kepikiran Sanaya, gimana reaksinya Leo kalau tau istrinya udah gak perawan." Hal itulah yang sedari tadi membebani pikiran Dilan. Mengingat, jika Sanaya sudah tidak lagi perawan. Dia cemas
"Bagaimana kondisi Kakek saya, Dok?" Dilan bertanya pada dokter yang selama ini menangani sang kakek secara intensif selama hampir enam bulan lamanya. Dari yang awalnya stroke separuh sampai sudah bisa menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Tentunya dengan terapi yang rutin dijalani dan semangat Tuan Cokro untuk sembuh pun sangatlah besar."Perkembangan kakek Anda sangat signifikan, Tuan. Berkat semangat dan motivasi dari Anda pula, beliau bisa pulih kembali dengan cepat. Saya benar-benar tidak menyangka jika Tuan Cokro akan pulih dengan cepat seperti sekarang. Selamat." Dokter yang menangani pun sampai tidak percaya, dan sangat senang dengan kesembuhan pasien eksklusifnya itu. Berbulan-bulan mendampingi, dan memberikan pelayanan khusus, tak sia-sia kinerjanya yang cukup menyita waktu tersebut. Sang dokter hanya dikhususkan melayani keluarga besar Cokro dan tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan di luar profesi atau mengambil praktek di Rumah Sakit umum.Dilan tersenyum sembari mem
Seorang perempuan cantik nampak tersenyum puas ketika melihat hasil kerja kerasnya selama dua jam lebih. Berkutat dengan peralatan dapur dan bahan-bahan kue, baginya itu sudah tidak asing lagi. Aroma kue yang baru saja keluar dari oven seketika memenuhi ruangan tersebut. Hingga menarik perhatian seseorang yang baru saja masuk. "Hem, baunya enak banget, Mbak. Pasti rasanya juga gak kalah enak," seru gadis berhijab itu, mendekati meja kitchen set, lalu mengipas-ngipas asap yang masih mengepul, yang berasal dari kue. "Resep baru lagi, Mbak?" Manik gadis itu seolah enggan melepas tatapannya dari kue bertabur keju tersebut. Rasa ingin mencicipi pun muncul tiba-tiba, tetapi dia masih menunggu sampai sang empunya menawarinya."Iya. Saya coba kombinasi dikit aja, Ren. Gak tau gimana rasanya," ucap perempuan yang membuat kue berbahan dasar putih telur itu. "Kamu cobain, ya? Nanti kasih nilai." Dia mengambil pisau khusus memotong kue dari kitchen set. "Siap, Mbak. Kalo masalah icip-icip, mah
Apakah ini nyata? Atau ... ini hanyalah ilusi Sanaya? Belum ada beberapa menit dia memikirkan Dilan. Namun, detik ini lelaki yang selama ini mengisi kekosongan hatinya berdiri di hadapan. Sosok pelindungnya dulu—lelaki yang mempunyai tempat spesial di hatinya hingga sekarang.Tapi tunggu! Apa ini betul Dilan? Sebab, ada sedikit yang berbeda dari penampilan lelaki berkulit putih itu. Dari yang Sanaya lihat, Dilan lebih gagah, berkharisma dan semakin menawan. Potongan rambutnya sangat rapi, rahangnya yang tegas ditumbuhi bulu-bulu halus semakin menambah kesan maskulin. Senyum itu... Senyum yang sangat khas sekali. Sanaya tak akan pernah lupa.'Astaga, apa yang aku pikirin? Sadar, Nay! Dilan udah jadi suami orang. Kamu gak boleh mikir yang macem-macem.' Sanaya merutuki keteledorannya, lantaran secara tidak sadar sudah mengagumi sosok pria yang sudah beristri. Dia tidak salah 'kan? Kalau lelaki yang berdiri di hadapannya sudah beristri? Terkesiap, disertai gelengan kecil, Sanaya berd
"Apa ...?"Sanaya termangu, maniknya yang bulat mengerjap lambat, seakan tengah mencerna baik-baik pernyataan Dilan yang sangat mengejutkan. Tak ingin menelannya bulat-bulat, dan menyimpulkan sekenanya.'Dilan cerai? Tapi, kenapa Dilan bisa tau kalo aku juga udah bercerai dari Leo?'Haruskah Sanaya meminta penjelasan dari lelaki ini?"Hmm, kamu cerai sama istrimu?" tanya Sanaya, yang sedikit ragu karena takut dianggap terlalu ingin tahu."Kayak yang aku bilang tadi. Kami menikah karena dijodohkan. Sementara aku gak pernah cinta sama dia. Dari awal kami nikah, aku udah berusaha mencintai Bianca. Tapi nyatanya, aku gak bisa, Nay. Aku gak bisa gantiin posisi kamu di sini." Dilan bicara panjang lebar, kemudian memegang dadanya, dan lanjut berkata lagi, "Di hati aku."Ada binar harap yang dapat Sanaya tangkap dari sorot mata Dilan yang sayu. Tatapan penuh cinta itu memang masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah sedikit pun.Itu artinya, Dilan pun sama dengan dirinya selama ini. Masih