로그인Ratih menegakkan punggung, mencoba mempertahankan dominasi. “Kita sedang membahas beberapa keputusan penting dan—”
“Oh,” Dania menyela halus, matanya melirik layar presentasi. “Keputusan penting… yang menyangkut kepemilikan klinik ini?”
Beberapa staff langsung menunduk menahan senyum.
Tasya meneguk ludah, sementara Ratih mengepalkan tangan di bawah meja.
Dania melanjutkan, masih tenang — lebih menakutkan daripada teriakan mana pun.
“Bagus sekali. Aku suka ketika semua berjalan transparan.” Ia menyandarkan tubuh ke kursi, tangan terlipat anggun. “Jadi aku ingin mendengar semuanya langsung dari kamu, Bu Ratih. Mulai dari awal… sampai bagian ancaman pemecatan.”
Ruangan menjadi semakin sunyi. Udara serasa menahan napas.
Ratih kehilangan kata.
Dan di saat itu pula semua staff menyadari satu hal: Dania bukan perempuan yang diam dan bisa did
Di kantor Walikota.Ryan bersandar dalam-dalam pada sofa panjang di ruang pribadinya. Kepala tertekuk ke belakang, jemarinya menutupi wajah yang sudah sangat letih. Ia baru saja selesai rapat dengan dinas perhubungan kota. Rapat barusan terasa seperti pertarungan tanpa ujung. Semakin dibahas, semakin jelas aroma kecurangan proyek itu—tapi ia tidak bisa gegabah. Semua harus dibongkar dengan bukti.Napasnya berhembus berat.“Tara…” panggilnya pelan, nyaris seperti desahan.Pintu langsung terbuka. Tara muncul dengan bahu tegak, selalu siap kapan pun ia dipanggil. “Iya, Pak,” suaranya rendah namun sigap.Ryan menurunkan tangannya, menatap Tara dengan mata lelah namun tajam. “Apa pendapat kamu soal rapat tadi?”Tara sempat ragu. Ia bukan tipe bawahan yang suka sok tahu apalagi menyampaikan opini tanpa diminta. Tapi tatapan Ryan seolah berkata bicara saja.“Saya rasa proyek pen
Ratih menegakkan punggung, mencoba mempertahankan dominasi. “Kita sedang membahas beberapa keputusan penting dan—”“Oh,” Dania menyela halus, matanya melirik layar presentasi. “Keputusan penting… yang menyangkut kepemilikan klinik ini?”Beberapa staff langsung menunduk menahan senyum.Tasya meneguk ludah, sementara Ratih mengepalkan tangan di bawah meja.Dania melanjutkan, masih tenang — lebih menakutkan daripada teriakan mana pun.“Bagus sekali. Aku suka ketika semua berjalan transparan.” Ia menyandarkan tubuh ke kursi, tangan terlipat anggun. “Jadi aku ingin mendengar semuanya langsung dari kamu, Bu Ratih. Mulai dari awal… sampai bagian ancaman pemecatan.”Ruangan menjadi semakin sunyi. Udara serasa menahan napas.Ratih kehilangan kata.Dan di saat itu pula semua staff menyadari satu hal: Dania bukan perempuan yang diam dan bisa did
Sinar mentari pagi menyelinap perlahan melalui celah tirai, menari di udara sebelum akhirnya jatuh tepat pada wajah Dania. Kelopak matanya sempat bergetar, namun belaian lembut di wajahnya membuatnya enggan kembali sepenuhnya ke dunia nyata. Sentuhan itu begitu hati-hati… seolah seseorang sedang menikmati keberadaannya.Dania membuka mata pelan—dan langsung menemukan Ryan duduk di sebelahnya, wajahnya dekat sekali, jarinya membingkai bibir Dania seolah itu hal paling berharga yang pernah disentuhnya.“Ryan…” panggil Dania lirih, lebih seperti hembusan napas daripada suara.Ryan tersenyum—senyum hangat yang jarang ia lihat sebelumnya. Ia menunduk, mengecup kening Dania dengan penuh kelembutan. “Pagi, Sayang.”Sapaan itu membuat hati Dania bergetar aneh—bahagia sekaligus takut merasa terlalu nyaman.“Pagi,” balasnya pelan. Ia mencoba bangkit duduk, namun Ryan mendahuluinya, memegang
Ryan tiba-tiba menarik pinggang Dania, seperti tak ingin memberi kesempatan bagi keraguan untuk menyelinap lagi di antara mereka. Jarak yang semula aman kini hilang tanpa jejak. Tatapannya penuh kekaguman—penuh rasa yang menumpuk dan tidak pernah ia ucapkan dengan jelas sebelumnya.Ia mendekat… sangat dekat sampai napas mereka saling menyentuh.Setitik ragu muncul di mata Dania, namun tidak ada penolakan. Tidak ada langkah mundur.Ryan menangkap isyarat itu. Dengan perlahan tapi pasti, ia menempelkan bibirnya pada bibir Dania. Sentuhan lembut itu hanya berlangsung sebentar… sebelum akhirnya ia memperdalam ciumannya—mencurahkan seluruh gejolak yang selama ini ia tahan.Bibir Ryan bergerak lebih menuntut. Tangan yang satu tetap di pinggang Dania, sementara yang lain naik ke tengkuknya, menarik sang istri lebih dekat lagi hingga tak ada ruang tersisa.Dania membuka mata sekejap—masih diselimuti amarah yang belum tuntas&
Hening.Senyap yang begitu padat seolah mengunci udara di dalam kamar itu.Ryan tidak segera menanggapi. Ia tahu pertanyaan Dania tidak membutuhkan jawaban. Apa pun yang keluar dari mulutnya saat ini hanya akan semakin mendorongnya ke tepi jurang kesalahan.Video berlanjut.Menampilkan dengan jelas bagaimana Kiki menarik pinggang Ryan tepat ketika Dania membuka pintu.“Lihat?” Dania menatap Ryan, suaranya bergetar tapi tetap tajam. “Dia memang sengaja membuat kita salah paham.”Ryan tetap diam menatap layar, rahangnya mengeras. Setelah beberapa detik, ia akhirnya bersuara, lirih—seolah mencari alasan untuk dirinya sendiri. “Tapi… dia seperti tersandung.”Dania mengangkat alis. Tanpa berkata apa-apa, ia memperbesar bagian rekaman yang memperlihatkan kaki Kiki. Kosong. Tidak ada apa pun yang bisa membuatnya tersandung.“Tidak ada apa-apa di situ,” ucap Dania. Bukan mara
Begitu mencapai anak tangga terakhir, Dania melihat Kiki berdiri di sana—entah sengaja menunggu atau kebetulan buruk yang terencana. Jika bukan karena ia masih menghargai mendiang Anna, sahabatnya, mungkin rambut perempuan itu sudah berada di genggamannya.Dania menarik napas panjang, membenarkan posisi tas di pundak, lalu berkata tanpa basa-basi, “Besok temui Tara dan ambillah gajimu.” Suaranya tenang. Terlalu tenang untuk seseorang yang hatinya baru retak.Kiki tertegun. Langkah Dania dihentikan oleh suara gemetar di belakangnya. “Ma-maksud Anda, saya dipecat?”Dania menoleh sambil mengangkat dagu sedikit. Senyum dingin mengembang pada bibir yang masih basah oleh luka. “Seorang asisten yang sengaja menggoda bosnya adalah perbuatan yang keliru dan tidak bisa ditoleransi,” ucapnya dengan penuh penekanan.Air mata langsung membasahi pipi Kiki. Ia menggigit bibir bawah, seolah menjadi korban. “Saya tidak mengg







