Share

Bab 7

Aku menjalankan kendaraan roda empat meninggalkan apartemen. Menyetir mobil sembil menyanyikan lagu kesukaanku. Tak sengaja mata ini melihat ke spion. Sebuah mobil putih seperti mengikutiku dari belakang. 

Ku tepis pikiran buruk yang sempat menghantui. Sedikit positif thinking, mungkin hanya sejalan denganku. Boleh jadi tujuan sama. Bukankah mall umum untuk siapa saja? 

Sandra. 

Seketika pikiran buruk menyelimuti hatiku. Bisa jadi dia suruhan Sandra untuk menculikku. Atau bahkan membunuhku.

Bayangan tubuh dimutilasi lalu dibuang menari-nari di pelupuk mata. Istri yang sakit hati bisa berbuat hal di luar nalar. 

Tanpa berpikir panjang ku lajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi lalu membelokkan ke mall. Aku bernafas lega ketika mobil berwarna putih tak ada di belakangku. 

Aku segera melangkah meninggalkan basement mall. Sedikit bernafas lega kala melihat sekeliling yang ramai. Penjahat tidak akan berani di situasi seperti ini. Jika mereka nekat tinggal teriak dan mereka akan terkena amukan masa. Benar kan? 

Aku melangkah menuju restoran yang dimaksud lelaki itu. Penuh percaya diri melewati beberapa orang. Entah mengapa, semua mata menatapku dengan pandangan yang sulit untuk ku artikan. 

Apa ada yang salah dengan penampilanku? Ah, ku rasa tidak. Mungkin mereka terpesona  melihat wanita cantik seperti Yasmin Nabila Putri. Iya, kan? 

Iya dong, Om Bagas saja sampai lupa daratan saat bersamaku. Itu bukti jika aku mempesona. 

Aku masuk ke sebuah restoran di lantai satu. Aku  mencari seorang lelaki berambut gondrong. Namun tak ada. 

"Nabila!" Satu sentuhan di pundak membuatku tersentak. 

Lelaki ini membuatku senam jantung. Pikiran sedang tak karuan dan dia membuatku terkejut. Hampir saja aku tinggal nama. 

Oh, jangan dulu! 

Aku tak mau Sandra bahagia mendengar kabar kematianku. 

Itu tidak akan terjadi! Sebelum aku menjadi nyonya Bagaskara maka itu tak boleh terjadi! 

"Bisa gak,gak buat orang jantungan!" Dia hanya tersenyum sembari mengusap rambutnya yang sudah tertutup topi hitam. Dasar aneh. 

Dia menatapku dari atas lalu berpindah ke bawah. Bibir yang tadi tersenyum kini tertawa terbahak-bahak membuatku kebingungan. 

Apa yang salah denganku? 

"Apaan sih lo?" ucapku kesal. 

"Lihat ke bawah! Lo gak sedang ngelindur kan? Ha ha ha...." 

Spontan ku tundukkan kepala. Rona merah tegambar jelas di pipiku. Aku malu! Pantas saja semua mata menatapku sambil tertawa. Lha, aku pakai sepatu dengan warna berbeda. 

Aku memang memiliki dua sepatu dengan model yang sama tapi warna berbeda.Namun kenapa juga sampai salah sepatu. Kanan warna putih dan kiri warna hitam. Ya ampun, sungguh memalukan. 

Aku belum tua, tapi sudah lupa seperti ini. 

"Ini fashion terbaru. Memang kamu gak tahu?" ucapku menutupi rasa malu. 

"Bilang saja salah sepatu. Ha ha ha...." Tawa lelaki itu kembali pecah. Menyebalkan! 

"Mana ponsel gue!" ucapku mengalihkan pembicaraan. Lelah menjadi bahan gunjingan. Bisa turun pamor aku gara-gara sepatu. 

"Masuk dulu, gue laper!" Aku berjalan mengikuti Gilang. 

Ku kuatkan mental menghadapi tatapan julid para pengunjung restoran. Anggap saja ini fashion terbaru. Dan akulah pencetusnya. Bisa jadi akan muncul tren baru seperti ini. 

Aku duduk tepat di hadapan Gilang. Lelaki yang mengenakan kaos putih itu meletakkan paper bag di atas meja. Aku yakin isinya ponsel. 

Seorang pelayan datang sembari membawa daftar menu dan memberikannya pada kami. 

"Lo mau apa?"

"Samaain aja."

"Steak dua, orange juice dua." Pelayan mencatat pesanan Gilang. 

"Sudah lama?" tanyanya basa-basi. Entah kenapa sikapnya sedikit lembut dari kemarin. 

"Baru," jawabku singkat dan padat. 

"Galak amat neng. Cantik-cantik mengerikan lho. Awas nanti gak ada cowok yang mau."

Dia belum tahu saja jika aku pacaran dengan suami orang. Jam terbangku jauh lebih tinggi dari dia. Tapi tidak mungkin kan aku jelaskan padanya.. Nanti dia meminta lebih lagi. 

"Terserah lo mau bilang apa. Ponselku mana!" 

"Sabar, kita makan dulu. Laper gue."

Sambil menunggu pesanan datang kami mulai berbincang. Rasa canggung dan kesal yang sempat menghampiri perlahan hilang. Gilang tidak semenyebalkan seperti awal bertemu. Lelaki berambut gondrong itu justru lucu dan humoris. 

Kami menikmati makanan sambil berbincang ringan. Keramahan Gilang membuatku merasa nyaman. Tak butuh waktu lama kami semakin akrab. Mungkin orang lain kira kami ini teman dekat. Mereka tidak tahu saja kalau kami baru kenal. Itu pun karena kecelakaan. 

"Ini ponsel kamu. Maaf untuk yang kemarin," ucapnya seraya memberikan paper bag padaku. 

Aku membuka paper bag berwarna coklat itu. Sebuah ponsel dengan tipe dan warna yang sama seperti milikku. Ternyata dia hafal betul. 

"Berapa nomor rekeningmu? Akan ku ganti kerusakan mobil tempo hari."

"Tak perlu, semua sudah beres kok." Aku mengangguk. Tak ada niat memaksanya untuk menerima uang ganti rugi. Justru aku bahagia tak harus kehilangan uang. 

"Terima kasih."

"Sama-sama. Ngomong-ngomong gak ada yang marah kan jika kita makan berdua seperti ini?" tanyanya sembari mengaruk kepala. 

Itu kepala kenapa selalu digaruk? Ada kutu atau ketombe? Ganteng-ganteng kok kutuan. Ih, memalukan! 

"Maksudnya?"

"Em ... Itu ... Anu, maksudnya kamu sudah punya pacar? Aku tidak enak jika pacar kamu marah karena makan bersamaku."

Pacar? Aku dan Om Bagas lebih dari pacar. Bahkan sudah seperti suami istri. Entah hubungan macam apa yang aku jalani? Kami hanya mencari kepuasan tanpa dasar sebuah hubungan serius. Ya, walau sebenarnya aku menginginkan itu. 

"Kalau menurut kamu,aku sudah memiliki kekasih belum?" 

"Sudah, mana ada wanita secantik kamu tidak memiliki pacar. Orang yang baru bertemu saja bisa langsung suka. Termasuk a...." Gilang segera menutup mulutnya dengan kedua tangan. 

"Termasuk kamu?" 

Gilang kembali salah tingkah. Rona merah terlihat di wajah tampannya. Lucu. Namun sayang, bukan tipikalku. Aku tak suka lelaki muda karena kebanyakan mereka belum mapan. Tidak seperti lelaki berumur, seperti Om Bagas. 

Hampir semua lelaki yang mengenalku seperti itu. Memuja,merayu agar aku luluh dan masuk ke dalam perangkapnya. 

Apa yang diharapkan seorang lelaki pada lawan jenis kalau bukan untuk memenuhi nafsunya. Cinta? Adakah cinta yang tulus? Ku rasa tidak. Seperti Om Bagas. Berulang kali dia mengatakan cinta tapi kenyataannya dia tak kunjung memberiku kepastian. Dia hanya mencari kesenangan dariku saja. 

Apa karena aku seorang wanita simpanan? Hingga sebuah ikatan pasti tak kunjung ku dapat. 

"Em, iya. Jadi benar kan, jika kamu telah memiliki kekasih?" Aku tersenyum melihat tingkah konyolnya. 

"Aku sesuai apa yang kamu pikirkan saja. Jika kamu berpikir aku punya kekasih. Berarti aku memiliki kekasih. Dan begitu sebaliknya." Gilang menyatukan dua alis, berusaha mencerna setiap kata yang aku ucapkan. 

"Tak usah dipikirkan."

Tak terasa satu jam berlalu begitu cepat. Berbincang dengan Gilang membuatku lupa waktu. Berkali-kali ponselku bernyanyi. Tentu panggilan dari Om Bagas. Kali ini aku mengabaikannya. Entahlah,tiba-tiba rasa jenuh menghampiri. Ada rasa lelah saat aku menjalani hubungan tanpa status. 

"Sepertinya sibuk. Aku pulang dulu, Bil. Lain kali boleh kan jika  kita bertemu seperti ini lagi?" tanyanya seraya berdiri. 

"Tentu." 

Gilang melambaikan tangan lalu berjalan meninggalkanku. Aku masih melihatnya hinga menghilang di balik pintu. 

Aku berjalan dengan senyum merekah. Aku sampai lupa dengan masalah besar yang ada di depan mata. Bersama dengan Gilang membuat jiwa mudaku bersemi kembali. 

"Habis jalan dengan siapa, Yasmin?" Ku hentikan langkah saat mendengar suara seseorang yang ku kenal. 

Aku membalikkan badan. Sebuah senyuman kuberikan untuk menyambutnya. 

"Sayang, kenapa bisa ada di sini?" tanyaku sambil menyentuh pundaknya. 

"Sejak kapan kamu menduakan aku? Apa kurangnya diri ini hingga kamu tega berpaling!" ucapnya lantang dengan sorot mata menatapku nyalang. 

Aku justru kebingungan dengan ucapannya. Mendua? Siapa yang mendua? Bukankah dia sendiri yang mendua? Tapi kenapa aku yang dikira selingkuh? 

"Kamu kenapa sih sayang, gak ada hujan gak ada badai kamu marah padaku." 

"Siapa lelaki itu?" Om Bagas mencengkeram pundakku hingga membuatku meringis kesakitan. 

"Apa karena dia masih muda hingga membuat kamu memilih dia?"

"Apa sih Om, aku gak ngerti."

"Aww ... Sakit Om."

Om Bagasnya kenapa ya? 

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status