"Yang Mulia Permaisuri, lihat di sana! Bukankah itu Kaisar? Beliau sedang berciuman dengan seorang perempuan!" Madam Deborah berseru terkejut saat menangkap dua siluet di antara hamparan bunga taman istana.
Perempuan yang di panggil Permaisuri sontak menoleh pada lokasi yang ditunjuk oleh Madam. Surai emas panjangnya sedikit berkibar terkena hembusan angin ketika iris birunya melebar dan bergetar tak percaya. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.
Alice memandang punggung laki-laki yang terlihat sangat familier baginya. Dia tidak mungkin salah menebak, punggung itu adalah punggung suaminya. Sesuatu terlintas dalam pikirannya, yakni tentang rumor yang belum lama ini beredar di Istana.
Rumor tersebut berisi informasi mengenai perselingkuhan, namun tidak jelas siapa yang dirumorkan berselingkuh, sebab pelayan yang menyebarkan informasi telah mati lebih dulu dengan kondisi mengenaskan sebelum informasi bocor lebih banyak.
"Permaisuri," panggilan pelan Madam Deborah kembali menarik perhatian sang Permaisuri.
Alice mendongak dan tersenyum lembut, menyembunyikan kecemasan serta rasa takut yang dia rasakan, "Madam, ayo kembali ke kamar. Mana mungkin dia suamiku? Alan selalu sibuk bekerja karena aku menjadi sakit-sakitan setelah melahirkan Pangeran kecil. Dia tidak akan punya waktu untuk hal seperti ini, aku juga tahu betul seberapa besar cintanya untukku. Mari kembali ke kamar, sebentar lagi Alan akan datang untuk memberikanku obat."
"Ah, itu," melirik sekali lagi ke taman Istana, Madam Deborah terpaksa mengangguk dan menelan protesnya untuk menyangkal, "Baik, Permaisuri. Hamba akan mengantar anda."
Selama perjalanan kembali ke Kastil Dandelion tempatnya tinggal, Alice terus diam dan menundukan kepalanya. Wajah cantiknya telah berubah tirus, dia tidak sehat dan segar seperti perempuan di usianya. Ia sakit-sakitan, merepotkan, bahkan untuk makan saja dia harus dibantu oleh Alan. Tidak, Alice, hentikan pikiranmu. Alan tidak akan pernah berselingkuh.
Alan hanyalah bangsawan bergelar Baron sebelumnya, sedangkan dia adalah keturunan langsung Kekaisaran Sun Land ini. Jika Alan berani bertindak sembarangan, harusnya pria itu juga memikirkan konsekuensinya. Bagaimana pun juga otoritas Alice sebagai keturunan murni masih kuat.
"Permaisuri, kita sudah sampai. Anda ingin saya bantu berbaring sekalian atau ingin menunggu Kaisar datang yang membantu Permaisuri?"
"Tidak perlu menunggu Kaisar, bantu aku, Madam."
Alice bangun dibantu oleh Madam Deborah. Ia juga dibantu untuk melepaskan kalung dan anting, kemudian berbaring ke ranjang. Netra birunya memerah ketika pikirannya tidak ingin diajak berkompromi dan terus saja berpikiran negatif.
"Permaisuri, saya akan pergi. Tolong tarik loncengnya jika anda butuh sesuatu," ujar Madam Deborah dengan lembut, menarik selimut ke atas tubuh Alice lalu pergi.
Ruangan ini terasa hampa, kosong, dan sesak. Alice benci tubuhnya sendiri yang lumpuh. Setelah melahirkan putra terakhirnya, kekuatan apinya tiba-tiba menghilang secara abnormal, dan tubuh bagian bawahnya menjadi lumpuh. Kedua tangannya juga sering lemas meski hanya berdiam diri.
Alice menutup kedua matanya, "Meski waktu diputar kembali, aku akan tetap memilih melahirkan putraku." Yang dia maksud ialah Leon Sunflonet. Putra terakhir dari dua bersaudara. Anak-anak sibuk belajar dan tumbuh di bawah asuhan Pengasuh. Sehingga hubungan ibu-anak juga tidak terlalu akrab.
Ketukan ringan terdengar dari luar, Alice menoleh pada pintu kamarnya yang dibuka dari luar. Memunculkan sosok familier yang begitu dia cintai selama dua puluh tahun terakhir. Pria yang menarik perhatiannya di masa muda karena karakternya yang lembut dan ramah terhadap semua orang, "Kau datang, Yang Mulia."
Alan berjalan ke ranjang, tubuh tinggi tegapnya sudah dibalut piyama tidur. Ia meletakan obat diudara menggunakan sihir, sedangkan kedua tangannya sibuk membantu Alice bangun, "Tentu saja aku datang, istriku harus minum obat agar lekas sembuh. Habiskan obatnya, hm?"
Alice membalas senyuman manis dari sang suami. Kehangatan dari telapak tangan besar yang membungkus tangannya bagaikan kompor panas yang membakar hatinya. Suaminya mencintainya, Alan tidak mungkin berselingkuh. Alice berkata bahagia seperti anak kecil, "Ya! Aku akan habiskan obatnya, apakah malam ini kamu akan menginap disini?"
"Minum obat dulu, baru aku akan jawab," goda pria tersebut.
Suasana hati Alice perlahan membaik. Namun saat dia melihat Alan sedang mengaduk obat, tatapan iris birunya jatuh pada punggung sang suami. Punggung itu sangat mirip dengan punggung di taman Istana tadi. Ia memberanikan diri untuk bertanya hati-hati, "Alan ..."
"Hm? Ada apa sayang?"
"Sebelum datang kemari, kau ada dikantor atau di taman Istana?"
Alice dilanda cemas saat melihat gerakan tangan Alan yang mengaduk obat tiba-tiba berhenti. Karena tidak ada respon balik, Alice kembali berkata, "Aku tadi melihat seorang pria dengan punggung yang sangat mirip denganmu ... di--dia--dia sedang mencium seseorang," membuang wajah ke sisi lain. Alice menggigit bibir bawahnya lagi.
Ia pikir diamnya Alan adalah kebenaran dari tebakannya. Jantungnya berdebar kencang, Alice menoleh lagi ke Alan yang menatapnya bingung. Wajah tampannya yang lembut dan bingung membuat Alice merasa malu, "A-aku hanya ingin tahu, jika--jika kamu ingin menikah—"
"Alice, itu bukan aku. Dia adikku dan Malia, kau mungkin lupa jika sore tadi adikku baru tiba di Kekaisaran. Tugasnya sudah selesai dan dia ingin menemui gadis pujaannya, tidakkah istriku ini mendengar seberapa bersemangat para pelayan di Istana menjodohkan Malia dan adikku? Sahabatmu itu juga tertarik pada adikku."
"Ah ..." Alice ingat, Alen Brive—adik dari Alan, adik iparnya memang mengejar Malia yang bekerja sebagai sekretaris Kaisar. Kedua saudara laki-laki tersebut sangat mirip hampir seperti kembar, dari segi fisik juga nyaris sulit dibedakan untuk orang awam. Ia tertawa canggung, "Maaf, aku salah menilaimu ..."
"Tidak masalah, ini salah kami berdua yang terlalu mirip sampai istriku sulit membedakan. Sekarang minum obatmu."
Alan menyodorkan sendok berisi cairan berwarna biru ke depan, "Buka mulutmu."
Sensasi dingin menyentuh bibir pucat Alice, aroma aneh yang keluar dari obatnya masih tetap mengganggunya meski sudah lima tahun dia hidup bersama obat ini. Ia membuka mulutnya, menelan rasa dingin yang sedikit pahit, dengan panas familier yang membakar ringan di tenggorokan seperti biasa, tubuhnya sedikit bergetar menahan gejolak tersebut.
Akan tetapi, baru beberapa detik obat berhasil melintasi tenggorokan, rasa panas berlebihan tiba-tiba menyerang. Lehernya terasa seperti dicekik, nafasnya memburu, lambungnya sangat perih seolah di bakar mentah-mentah oleh api. Alice merasa lehernya seperti dililit sangat kencang oleh sesuatu sehingga sulit baginya untuk bernafas dengan baik.
"A-Alan ... sakit ... Sa-sakit! Leherku!" Alice menyentuh lehernya sendiri dan meneteskan air mata akibat rasa sakit pada tubuhnya. Jantungnya memompa lebih cepat, nafasnya semakin melambat dan mulai tersendat-sendat seakan bisa terputus kapan saja, "Alan!" Seru Alice susah payah. Raut wajahnya berantakan karena menangis dan ketakutan.
"Jangan takut, Alice. Aku disini," suara tenang Alan justru menambahkan ketakutan pada lawan bicaranya.
Alice melihat ekspresi lembut Alan berubah menjadi ekspresi gila yang mengerikan. Tidak, itu bukan Alan. Itu bukan suaminya! Alice ingin menarik lonceng untuk memanggil Madam Deborah, tapi Alan menghentikannya lebih dulu dan mencengkeram wajahnya dengan keras.
Alice merintih kesakitan dan terus menangis, menggeleng sekuat tenaga sebagai permohonan. Pupil birunya mengecil tatkala Alan tersenyum bengis dan memaksanya meminum sisa obat yang telah dicampuri oleh racun.
"Ugh--umh!" Kepala Alice menggeleng sebagai penolakan, tapi Alan terus memaksa hingga istrinya terpaksa menelan semua obat beracun tersebut. "A--ah!"
"Gadis pintar," puji Alan puas.
Alice ingin lari, tetapi kakinya lumpuh. Ia ingin berteriak, namun lehernya bahkan hanya bisa mengeluarkan rintihan perih. Ia ingin menarik lonceng pemanggil jika saja Alan tidak menahan tubuhnya dengan sihir pengikat.
Alice menatap Alan ketakutan.
"Jangan takut, kematianmu akan mudah sayangku."
Alan memeluk Alice dan membelai surai emasnya perlahan-lahan seolah sedang membelai boneka kesayangan. Alice kini sangat takut saat merasakan kehangatan yang dia sukai sebelumnya. Kesadarannya mulai meredup, beruntung pendengarannya sepertinya masih bisa mendengar dengan baik.
Alan berbisik rendah padanya, "Sudah saatnya kau mati, tugasmu selesai sampai di sini. Matilah dengan tenang dan jangan memikirkan apa pun, karena setelah kematianmu, aku akan menjaga Kekaisaran Sund Land sebaik mungkin. Aku juga akan merubah nama keturunan murni Sund Land menjadi Brive, bagus bukan?"
Alice merasakan sesuatu yang tidak beres pada kata-kata Alan. Apa maksudnya dengan merubah nama keturunan murni Kekaisaran Sund Land?!
"Alice oh Alice, menipumu sangat mudah untukku. Kau bahkan tetap mengangkat aku sebagai Kaisar setelah membuat Ayahmu terkena serangan jantung dan mati karena keputusanmu di masa lalu."
Tidak ... jangan katakan apa pun lagi! Alice menggeleng tak mau untuk mendengar kebenaran tersembunyi ini lebih lanjut!
Alan kembali berkata, "Untuk anak-anak, aku juga sudah mempersiapkan semuanya. Malia, sahabatmu itu sangat cantik dan cerdas. Dia akan menjadi Ibu dan Permaisuri yang baik bagi Kekaisaran. Pilihanku sangat bagus, 'kan?"
Apa? Malia? Bukankah Alan bilang Malia menjalin kasih dengan Alen? Apa-apaan ini? Apakah rumor Alen dan Malia selama ini hanya cadar untuk menutupi hubungan sebenarnya antara Alan dan Malia sebagai sepasang kekasih gelap?!
Perempuan bersurai coklat sepinggang tanpa permisi langsung membuka pintu kamar Alice. Masuk beberapa langkah dan menggerutu, "Sayang, kapan perempuan sialan ini mati? Reaksi racunnya sedikit lambat! Aku sudah muak!"
Alice menatap tak percaya pada Malia, sahabatnya sedari kecil ternyata telah menusuknya dari belakang, dan bahkan merebut suaminya darinya. Ia bisa melihat Malia yang memandangnya rendah seperti seonggok kotoran di tanah jelata.
"Karena sedikit lambat, kalau begitu aku percepat," ucap Alan secara tiba-tiba.
Alice merasakan tubuhnya sedikit terdorong mundur dan lehernya dicekik oleh tangan yang selama dua puluh tahun ini selalu membelainya penuh kasih. "A-agh! A-uagh!" Ia tidak bisa berkata-kata dengan jelas. Sudut matanya terus mengeluarkan air mata saat Alan mencekik lehernya.
Dia tidak mau mati seperti ini! Dia ingin membunuh Alan dan Malia yang sudah menipunya! Dia ingin membunuh dua manusia keparat itu dengan tangannya sendiri, sekalipun dia menjadi hantu gentayangan di Istana, dia akan mengganggu Alan dan Malia selamanya!
Alice sudah siap untuk menjadi arwah jahat yang pendendam sebelum sebuah layar monitor aneh tiba-tiba saja muncul di depannya dan suara aneh juga ikut muncul setelahnya.
[ Sistem ; Ding! Dendam mencapai batas, jiwa pengganti sudah ditemukan. Proses pemindahan jiwa ke tubuh baru pada dimensi lain sedang berlangsung! ]
Pusing luar biasa sakit menghantam keras kepala Alice. Perempuan itu berusaha bangun tapi gagal pada percobaan pertama, setelah beberapa kali berusaha bangun, dia akhirnya bisa duduk dengan stabil. Iris birunya melihat sekeliling, tempat asing macam apa ini? Hanya ada warna monokrom yang dipenuhi dengan angka-angka aneh berwarna hitam.Alice tidak bisa membaca tulisan tersebut karena pergerakannya yang terlalu cepat. Apakah ini surga? Mengapa sangat berbeda dari gambaran yang ada di kitab suci?Saat dia tengah sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri, sebuah suara yang sempat Alice dengar sebelum mati, kini terdengar kembali olehnya."Apa kau ingin balas dendam? Aku bisa membantumu kembali bangkit dan membunuh orang-orang yang telah berkhianat kepadamu. Tapi ada syarat yang harus dipenuhi.""Apa? Siapa di sana! Keluar!" Teriak Alice sembari beringsut mundur pada ruangan tanpa sudut itu. Namun perempuan bersurai emas tersebut merasakan sesuatu yang aneh, bukankah kakinya jelas-jelas lu
Seorang perempuan berhanfu merah muda terus meracau dan menangis sejak tadi di dekat ranjang tempat di mana anak gadisnya terbaring tak sadarkan diri, "Zui'er, kesayangan Ibu ... bangun sayang ... bangun ...""Istriku," panggil pria berhanfu putih dari pintu masuk kamar. Ekspresi wajahnya lelah dan kuyu, tapi dia tidak bisa menangis karena harus tetap rasional untuk menenangkan istrinya yang kacau. Dewa Petir memeluk istrinya, sang Dewi Bunga, berkata sedih, "Chang Zui tidak bisa di selamatkan, biarkan putri kita terlahir kembali dengan tenang istriku ...""Diam!" Dewi Bunga berteriak marah, "Putriku akan terus hidup! Putriku hanya tidur! Dia tidak akan mati ... dia tidak akan mati ..." Jemarinya menyentuh wajah sang putri yang masih terasa hangat, "Dia hanya tidur, dia hanya tidur suamiku ..."Alice langsung kesakitan dan mengutuk pelan karena sesampainya di dimensi misi pertama, seluruh tubuhnya terasa lumpuh. Rasa sakit ini bahkan lebih buruk dari kehidupan pertamanya, apalagi suar
"Mengapa kau menyelamatkan aku?"Alice pikir kepala Yue Moran telah rusak hingga ke tahap paling parah. Lengan kirinya bergerak maju ingin menyeka wajah anak tersebut, tapi melihat hanfunya basah kuyup. Ia menarik mundur tangannya dengan sedih, "Nak—""Pukul saja, kenapa kau menarik tanganmu?" Yue Moran bertanya tenang.Terdiam, Alice teringat masa lalu tubuh asli yang sering menindas Pahlawan Dimensi karena memiliki mata merah khas Iblis. Tubuh asli kehilangan kakak laki-lakinya karena peperangan dengan Iblis di masa lalu, sehingga dia melimpahkan kebencian pada Yue Moran yang setengah Iblis.Anak ini ... seberapa jauh kerusakan mental dan emosinya? Dia hampir saja mati sungguhan jika nafasnya tidak kembali pada saat genting. Alice mau tak mau berkata lembut untuk menjawab, "Aku tidak ingin memukulmu, aku hanya ingin menyeka wajahmu yang basah."Gadis itu memperlihatkan lengan hanfunya, diikuti tawa renyah, "Lihat, ini basah? Jadi aku tidak bisa menyeka wajahmu.""Untuk apa menyeka w
"Apa yang terjadi? Leon ... ini ... bagaimana mungkin?" Suara Alice terbata-bata dan sedikit ketakutan. Pupil hitamnya menatap ke segala tempat untuk memastikan bahwa keduanya sungguh kembali ke masa lalu.Leon juga bingung. Cakar kucingnya mengetik sangat cepat di atas papan keyboard monitor. Ekpresi bola bulu hitam itu sedikit memburuk, "Nona, aku ada kabar baik dan kabar buruk. Mana satu yang ingin kau dengar lebih dulu?"Pikiran Alice yang linglung kembali fokus usai mendengar kalimat barusan. Mungkinkah ada kesalahan sistem lagi? Atau semacam bug dari pusat?"Beri aku kabar buruknya dulu, Leon.""Kabar buruknya, Yue Moran sepertinya terkontaminasi oleh energi dari Dewa Jahat. Alasan semangat hidupnya menurun cukup tajam karena bisikan manipulatif dari Dewa Jahat. Sejak awal perubahan ini sudah janggal, jelas-jelas Yue Moran ingin terus hidup untuk balas dendam dan mencari keadilan bagi Ibunya yang tiada.""Terkontaminasi?" Gumam gadis itu dengan ekspresi terperangah, "Kau bilang D
"Meski peristiwa ini mungkin telah terulang berkali-kali, kamu masih belum bisa menerimanya," Alice berkata lirih dari belakang. Ekspresi wajahnya tertutup topi bambu bertirai.Yue Moran sempat berpikir ketika dia kembali ke masa saat Ibunya mati, dia akan menguburkan mayatnya di belakang paviliun dengan tidak layak seperti dulu. Namun berkat Alice, dia bisa menguburkankan Ibunya di tempat yang sunyi dan damai, bahkan memiliki energi spiritual lingkungan yang cukup murni.Yakni, Alam Manusia.Lokasi yang dipilih oleh Alice sangat tenang, tempat ini nyaris tidak di jamah oleh manusia karena lokasinya yang terlalu masuk ke dalam hutan. Di berbagai tempat terdapat banyak tanaman seperti bunga, tumbuh."Aku selalu datang pada detik-detik terakhir Ibuku akan mati," sahut Yue Moran tanpa menoleh. Ia kembali melanjutkan, "Terkadang aku tidak terlalu membenci siklus reinkarnasi yang terus terjadi. Karena setidaknya, aku memiliki kesempatan untuk melihat Ibuku tersenyum dan menyentuh kepalaku."
"Kau ... apa yang kau katakan barusan? Aku pikir kepalamu mungkin hanya sedikit rusak, tapi sepertinya itu sudah rusak dengan sangat parah," seloroh Yue Moran tak percaya. Kedua mata merahnya bersinar was-was dengan sinar peringatan, menolak secara tegas. Dia bahkan tidak memiliki dendam apa pun dengan Kaisar Langit. Yue Moran hanya memiliki dendam pada Klan Malaikat Yue serta beberapa orang tertentu. Alice juga paham betul tentang hal yang saat ini pasti sedang berputar-putar menghantui kepala Yue Moran. Anak ini ingin balas dendam tapi semangatnya sama sekali tidak matang, usahanya juga sangat minim, hanya tahu cara melarikan diri lalu menyerah pada hidup. Alice harus keras ke depannya, atau Dimensi ini benar-benar akan hancur karena Pahlawan Dimensinya terlalu lemah serta plin-plan. Mau tak mau gadis itu berlutut, tindakan yang sebenarnya sangat di larang baginya yang memiliki status Dewi sekaligus Putri Mahkota Langit. Namun Alice ingin menunjukkan ketulusannya sebanyak mungkin
Bola api berwarna hitam melayang bebas ke udara, sepasang mata ungu yang berkobar sedikit meredup. Bola itu berhenti di depan Huang Di Chen, berkata dengan nada bersungut-sungut karena kesal, "Kali ini tumbalkan Chang Zui. Putri dari Dewa Petir dan Dewi Bunga." Di Chen sontak mengerutkan kening. Dia barusan tidak salah dengar, 'kan? Ia menutup matanya sejenak, baru kemudian membalas usai pikirannya mulai tenang, "Jangan bercanda. Kekuasaan Dewi Bunga mempengaruhi seluruh tumbuhan di Enam Alam, dan Dewa Petir adalah penguasa tertinggi tepat setelah aku. Andai aku menyinggung keduanya, Alam Surga akan terpecah." "Aku akan mengurus sisanya, cukup bunuh dia untukku. Karena dia akan menjadi penghalang terbesar bagi rencanamu yang susah payah kau susun selama ini. Dia akan membunuhmu jika kau tidak membunuhnya lebih dulu." *** Alice berhasil sampai ke pemukiman warga yang berlokasi di bawah gunung terdekat dari lokasi hutan yang dia datangi sebelumnya. Ia menyimpan topi bambunya ke ruan
Kepala Desa berlarian kecil ke pintu masuk Balai Doa dengan tergesa-gesa. Wajah paruh bayanya yang sudah keriput sebagian tampak ceria, dia berkata sopan pada Alice, "Nona Immortal, anda datang. Mari masuk! Doa akan segera di mulai!" Alice mengangguk sebagai tanda persetujuan. Berusaha untuk mengacuhkan hiruk-pikuk dari hantu serta Iblis yang bergentanyangan ke sana ke mari seperti mainan rusak. Ia melihat sekaligus memindai wajah para penduduk satu-persatu. Berharap dia bisa menemukan sesuatu. Namun semua penduduk desa memiliki energi kehidupan yang murni dan tidak terkontaminasi. Jika seorang manusia telah bermain-main dengan Iblis dan Hantu, aura kehidupannya akan meredup kemudian berakhir terkontaminasi lalu meninggal dunia. "Nona Immortal?" Kepala Desa memanggil dari samping meja persembahan. "Apakah ada yang salah? Anda merasa tidak nyaman? Tolong katakan saja pada saya!" Melambaikan tangannya seraya tersenyum, Alice menjawab ramah, "Tidak, Kepala Desa. Aku hanya ingin meliha