LOGIN"Bagaimana, Dokter?" Elise memastikan lantaran gestur dan mimik Dokter Bob sangat ambigu.
"Lihatlah! Lihat ini!" Dokter Bob menunjukkan hasil MRI lama Eric. Kemudian ia berkata lagi, "Sekarang perhatikan ini!" Wajahnya sangat cerah ketika menunjukkan hasil MRI terbaru.
Eric dan Elise saling menoleh, lalu menatap Dokter Bob tanpa berkata apa.
"Kalian baru saja melihat keajaiban!" serunya bersemangat.
"Itu artinya-"
"Benar!" Dokter Bob memotong ucapan Elise. "Kakakmu sudah sembuh!"
Elise menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia memeluk Eric yang tersenyum padanya.
"Sudah kubilang padamu, aku sudah sembuh."
Elise ganti memeluk Dokter Bob. "Terima kasih banyak, ini adalah kado terindah seumur hidupku."
Dokter Bob mengelus kepala Elise, menggeser pandangannya pada Eric. Matanya berkaca dengan sendirinya. "Bagaimana? Bagaimana bisa?"
Eric mengangkat kedua pundaknya. Ia tersenyum, "Seperti kata Dokter, keajaiban."
Setelah dari rumah sakit, Eric dan Elise pulang untuk mengurus perlengkapan yang akan dibawa ke luar negeri.
Sementara itu, di Harris Heaven, orang-orang sedang membicarakan berita hangat tentang penemuan sebuah karung, yang ternyata berisi pemiliki rumah bordil itu, Jim Harris.
Kabar yang beredar, Jim diculik oleh pesaing bisnis untuk dihajar habis-habisan. Itu adalah persoalan dendam sebab pasalnya, pria itu ditemukan dalam keadaan memprihatinkan.
Gosip lainnya, Jim menjadi korban psikopat karena pelaku menjahit luka yang ditimbulkan di kepala Jim, dengan menyisakan satu pecahan kaca tertancap di dalamnya. Mereka tidak yakin Jim diberikan bius saat proses penjahitan itu.
Jelas, membayangkan kesadisan yang menimpa Jim, mereka menjadi ngeri. Namun, diam-diam para pekerja di Harris Heaven merayakan kemalangan Jim, utamanya para pelacur. Mereka sampai mengadakan pesta rahasia, yang dilanjutkan dengan doa bersama untuk kesialan Jim lainnya.
Rupanya, doa-doa mereka terkabul. Jim yang masih dirawat di rumah sakit setelah penjahitan ulang luka di kepalanya, langsung diinterogasi Peyton ketika ia sadar.
"Katakan, bagaimana bisa saldo di rekening kita habis?! Lalu di mana Elise?! Kenapa kamu hanya sendiri? Siapa yang membuangmu di jalan?" Peyton memberondong pertanyaan dengan membentak, tanpa ada satu pertanyaan pun yang menanyakan perihal keadaan Jim.
Tidak ada perawat yang berani melerainya lagi karena Peyton malah turut mengamuk pada mereka yang ikut campur. Ia berjanji akan berhenti membuat keributan setelah suaminya memberikan jawaban.
Para perawat pasrah. Tidak mungkin juga Peyton diusir karena ia akan pergi membawa suaminya, sedangkan Jim masih harus menginap sekurang-kurangnya satu malam.
"Kenapa kamu hanya diam bodoh?! Seharusnya tadi mulutmu dijahit juga agar tidak bisa bicara seumur hidup!" Napas Peyton tersengal.
Jika bukan di rumah sakit, mungkin ia sudah mencengkeram dagu suaminya, menariknya agar duduk dan berhenti bertingkah sebagai orang sakit.
Bagi Peyton, kegentingan saat ini mengharamkan Jim untuk sakit, biarpun suaminya itu sakit sungguhan. Kehilangan seluruh uang membuatnya nyaris gila.
Tapi kesialan yang membuatnya sangat kesal adalah kenyataan bahwa Elise hilang sebelum menghasilkan sepeser pun uang untuknya, terlebih ia sudah terlanjur memberikan sejumlah uang muka, juga mengabaikan bonus-bonus saweran dari para pengunjung elite rumah bordilnya demi seorang misterius yang memesan Elise secara eksklusif.
"Kita dirampok."
Peyton memekik, "Bagaimana bisa?! Apa kamu tergoda wanita lagi hah?"
Jim yang terus didesak Peyton, mulai menceritakan kronologi kejadian di Hotel Rosemont Castle. Ia bergidik saat mengingat kelakuan tiga wanita psikopat padanya. Tapi, karena tidak ingin menerima amukan lebih besar, ia tidak mengatakan bahwa yang menghajarnya adalah tiga wanita cantik dan seksi.
"Jadi kamu tidak bertemu secara langsung dengan James Smith?! Kamu tidak tahu wajahnya?!"
"Tidak."
"Dasar bodoh! Sekarang bagaimana kita bisa menuntutnya?!"
"Tapi kamu jangan khawatir, aku punya kartu namanya. Ia juga memberikan cek senilai $20.000. Semuanya ada di dalam saku jas yang aku pakai tempo hari."
Tanpa membuang waktu, Peyton akan pulang untuk mencari kartu nama Tuan Smith dan cek darinya di dalam jas sang suami. Ia khawatir petugas dobi sudah mencucinya, lalu diam-diam menyimpan untuk diri sendiri.
Sebelum pergi, Peyton tidak memberikan kata-kata motivasi kepada sang suami agar cepat pulih. Sebaliknya, ia malah mengeluarkan kalimat mengintimidasi, "Pulang secepatnya dan jangan menghabiskan lebih banyak uangku hanya untuk membayar tagihan rumah sakitmu!"
Peyton pergi dengan bersungut-sungut, bergegas ke rumah karena sudah tidak sabar untuk mencairkan cek berharga. Sesudahnya, ia berencana untuk menggerebek kediaman James Smith demi mendapatkan uangnya kembali, sekaligus menyeret Elise pulang ke HH. Ia tidak akan membiarkan keponakan cantiknya itu lepas darinya. Peyton bahkan bertekad setelah ini akan lebih mengeksplorasi Elise!
'Aku akan mencarinya sampai dapat!' batin Peyton dengan dada panas.
Setibanya di rumah, Peyton senang karena jas Jim masih tergeletak di kamar. Dengan sigap ia memeriksa setiap sakunya. Matanya berbinar diikuti senyum lebar melihat dua lembar kertas di saku bagian dalam jas.
"Elise sayang, Bibi akan menjemputmu!" katanya sambil menatap alamat yang tertera dalam kartu nama Tuan Smith.
Beberapa saat kemudian, Peyton sudah berada di bank untuk mencairkan cek, sebelum pergi ke rumah Tuan Smith. Ia tersenyum miring, mengetahui secara tidak langsung Elise sudah mengganti uang muka yang ia berikan pada gadis itu, dengan jumlah yang jauh lebih besar. Ia menjadi lebih bersemangat untuk menjemput Elise supaya bisa menghasilkan uang lebih banyak lagi untuknya.
"Maaf Nyonya, dari mana anda menerima cek ini?" Petugas bank bertanya.
"Dari rekan bisnis suamiku. Kenapa?" Kening Peyton berkerut.
"Ini palsu." Petugas bank menggeleng. "Saya menyesal mengatakannya, tapi sepertinya suami anda sudah tertipu."
Peyton tersentak. Tangannya terkepal kuat selagi wajahnya memerah. Giginya gemererak. "Berengsek!" lirihnya.
Peyton berbalik dan keluar dari dalam bank. Ia masuk ke mobil setelah bodyguard membukakannya.
"Sialan!" Peyton memukul-mukul jok mobil tempatnya duduk.
Dalam diam ia memikirkan, siapa sebenarnya orang yang sedang mempermainkannya. Ini kali pertama dirinya ditipu habis-habisan.
Peyton melihat kartu nama orang yang menyewa Elise. Ia bersumpah akan membalas semuanya dengan lebih keji.
Dengan ditemani dua bodyguard, Peyton berangkat menuju alamat yang tertera di dalam kartu nama.
Tidak butuh waktu lama bagi Peyton untuk sampai di area perumahan elite itu. Hanya saja, mobilnya tidak bisa masuk begitu saja karena portal dijaga ketat oleh satpam. Ia harus menunjukkan kartu identitas dan menerangkan kediaman yang dituju dengan jelas.
Dengan berat hati Peyton menurut. Sebetulnya ia sudah tidak sabar dengan basa-basi seperti itu. Tapi Peyton pikir, mungkin ia akan menekan sedikit nafsunya untuk menghajar Tuan Smith. Dengan penjagaan seketat itu, akan sulit baginya untuk bebas setelah menghajar Tuan Smith. Namun, sekurang-kurangnya hari ini ia tahu di mana klien berengsek itu tinggal.
"Maaf Nyonya, tapi tidak ada penghuni di kawasan ini yang memiliki nama James Smith. Ada seorang dokter gigi bernama James, tapi dengan marga Stuff. Sepertinya anda salah alamat."
"Tidak mungkin!" Peyton mengulurkan kartu nama yang diambil dari jas Jim sebelumnya. "Aku punya kartu namanya. Ia bernama James Smith dan tinggal di perumahan ini."
Satpam mengerutkan dahi. Ia menunjukkan kartu nama itu kepada rekan satpam lainnya. Mereka saling menatap dan menggeleng kompak.
"Kartu nama ini palsu." Satpam mengembalikan kartu nama kepada Peyton.
"Apa maksudmu?!" Nada bicara Peyton mulai naik.
Alamat itu menjadi petunjuk satu-satunya untuk mendapatkan uang dan Elise kembali. Setelah cek yang diterima Jim hanya imitasi, ini akan benar-benar menjadi mimpi buruk, yang sangat nyata, jika seseorang bernama James Smith itu tidak pernah ada.
Satpam menjawab, "Yang tertera di situ memang nama perumahan ini, dan tidak ada nama perumahan yang mirip apalagi sama di kota ini. Tapi, saya pastikan di atas lahan itu tidak ada rumah atau bangunan lainnya."
"Benar Nyonya, itu hanya lahan kosong," tegas satpam lainnya.
Peyton terdiam. Hatinya berkecamuk. Rasanya seluruh darahnya berdesir membayangkan kebangkrutan di depan mata. Ia mengumpat dan memaki Jim di hatinya, sebab kebodohan dan kecerobohannya sudah mendatangkan bencana.
Tapi Peyton tidak akan diam! Ia akan melakukan sesuatu. Seseorang harus bertanggung jawab untuk disalahkan, untuk mengganti kerugian yang ia derita.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan, Nyonya?" Bodyguard yang duduk di depan kemudi bertanya bingung.
"Putar balik. Antar aku ke rumah Eric!"
Violet menggigit bibirnya, jelas masih bimbang, apakah mesti menemani Eric atau melanjutkan latihannya. Apa ia perlu menyarankan Eric untuk berhenti dan tidak memaksakan diri, atau malah mendukungnya hingga selesai. Tapi Grace menepuk pundaknya pelan, menyadarkannya kembali. “Jangan khawatir. Tuan Eric terlihat kuat, ia tahu batasnya. Dan lagi, waktu kita juga terbatas, Nona. Jika nanti Tuan Eric selesai, dan tahu bahwa anda sudah bisa bermain golf dengan baik, tentu itu akan menjadi kabar baik untuknya."Violet mengangguk, "Kamu benar. Aku harus lebih fokus juga pada latihan golf ini."Violet melanjutkan latihannya bersama Grace. Ia berusaha lebih sungguh-sungguh agar tidak mengecewakan Eric yang telah mengusahakan dirinya agar bisa bermain golf.Ketika Violet mengayunkan stik golfnya lagi, kali ini ia hampir membuat bolanya masuk ke lubang tujuan. Dengan gemas ia bergumam, "Ah, sedikit lagi!" "Tidak apa-apa, Nona. Itu sangat bagus. Saya yakin, jika anda terus mencoba dan lebih fok
Eric menunjukkan barisan giginya. Ia juga tertawa kecil untuk menghilangkan kegugupannya sendiri. "Itu benar. Tapi, um, sebenarnya aku terbiasa membuat target pribadi. Ya, supaya aku tetap terpacu untuk melakukan lebih. Begitulah..." Eric kembali menutup jawabannya dengan senyum meringis, berharap Violet cukup puas dan tidak memberikan pertanyaan lainnya.Dan sesuai harapan, Violet menyunggingkan senyum, tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain, tetapi malah memberikan pujian. "Bagus sekali! Aku harus melakukanya juga untuk memacu diri sendiri. Kamu keren, Eric." Eric mengusap lehernya, dengan hati senang ia membalas, "Um, bukan apa-apa." Dan dalam batin ia menambahkan bahwa ia terpaksa 'menyiksa' diri sendiri karena itu adalah misi dengan risiko kegagalan yang super menakutkan.Lantas, agar Violet mendapat kesan baik, dan tidak merasa jenuh dengan kencan pertama mereka, sebuah ide cemerlang muncul di kepala Eric."Violet, apa kamu suka bermain golf?" "Golf?" Violet membuat Eric
Setibanya di kamar Eric, Violet terkesima oleh interiornya yang menawan. Ia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. Kamar itu sangat luas dan nyaman.“Um, Violet, mungkin aku akan menghitung sendiri saja.”Violet yang duduk di sofa segera bertanya, “Kenapa?”“Sebenarnya, aku sudah melakukan latihan fisik ini kemarin. Jadi, tidak masalah jika mesti menghitungnya sendiri.” Ia tidak ingin merepotkan kekasihnya.“Lalu, apa yang harus aku lakukan saat kamu pull up?”Eric duduk di samping Violet. “Kamu bisa bersantai, membaca novel atau buku lainnya di sudut baca itu, atau mungkin mau menonton film, memutar musik. Atau, kalau kamu lelah, jangan sungkan untuk berbaring di ranjang. Anggap saja itu sebagai ranjangmu sendiri.”Pipi Violet seketika memerah. Pasalnya ucapan Eric itu multitafsir.“Ah, maksudku, ka-kamu tidur saja jika ingin. Jangan sungkan. Mau membaca sambil berbaring di sana juga tidak apa-apa. Sungguh, aku… tidak memiliki maksud lain.” Eric meringis lagi setelah menjelaskan.Er
Eric mengangguk-angguk pelan sambil mengupas sebuah jeruk. “Oh, soal itu,” ucapnya dengan suara pelan, tanpa ada perubahan ekspresi di wajahnya.Violet mengerutkan kening melihat Eric yang tampak santai. Ia lalu bertanya, “Kamu tidak kaget?”Eric mengulurkan jeruk yang telah terpisah dari kulitnya kepada Violet yang segera menerimanya. “Tidak, sejak awal mereka memang pantas dipenjara.”Mata Violet terbuka lebar. Ia menelan ludah saat menyadari sesuatu. “Jangan-jangan, kamu yang membuat mereka dipenjara?”Eric tersenyum, tanpa menjawab atau sekadar mengangguk. Akan tetapi, reaksinya itu justru membuat Violet semakin terbelalak karena mengartikannya sebagai suatu pembenaran. Sungguh, Violet tidak menyangka jika Eric akan bertindak demikian serius.“I-itu jelas bukan hal yang mudah. M-mereka bukan orang sembarangan. Tapi kamu…” Violet menyunggingkan senyum haru. Ia yakin Eric melakukannya demi melindunginya. “Katakan, bagaimana kamu melakukannya?”Eric meneguk air putih yang segar. “Seb
Suasana mendadak hening. Violet menunduk cepat, seakan berusaha menyembunyikan ekspresinya, sementara Eric sibuk mengeringkan tubuhnya dengan wajah canggung.Udara di sekitar terasa kaku. Violet mengangkat wajahnya, menatapnya cepat lalu menoleh lagi ke arah lain. Ada senyum tipis yang berusaha ia sembunyikan. “Maaf sudah membuatmu kaget.""Tidak, tidak. Itu bagus. Maksudku, aku senang kamu sudah di sini. Tapi keadaanku sedikit memalukan.""Sama sekali tidak. Kamu hanya terlihat berbeda. Maksudku, sehat, kuat. Ya, begitu..." Violet tersenyum kikuk.Suasana canggung itu terjeda ketika sebuah panggilan membuat ponsel Eric berdering. Rupanya itu dari Chelsea, salah satu anak buahnya yang bertugas menyiapkan hidangan. Chelsea memberitahu bahwa apa yang diminta oleh sang tuan telah siap. Ia juga mengatakan bahwa untuk makan malam nanti, seorang chef profesional yang berpengalaman bekerja di restoran bintang lima akan menjadi juru masaknya.Tentu saja laporan itu membuat hati Eric bungah.
Jantung Eric berdetak begitu cepat hingga seolah hendak melompat keluar dari dadanya. Keringat dingin merembes di pelipis, mengalir turun tanpa henti. Begitu mendengar hukuman mematikan yang bisa menimpanya, pikirannya langsung kosong. Eric bahkan tidak bisa benar-benar membayangkan bagaimana rasanya jika otaknya dihancurkan.Bibir Eric gemetar ketika akhirnya ia memastikan, “Maksudmu, jika aku gagal, kamu akan membuatku terlindas truk? Atau kendaraan berat lainnya? Atau mungkin sebongkah batu besar akan menimpaku? Atau batu meteor akan jatuh mengenai kepalaku?” Ia mengatakan dengan detail segala kemungkinan yang muncul di kepalanya, yang bisa menyebabkan isi kepalanya hancur lebur.[Tidak diperlukan cara sesusah itu untuk menghancurkan otak Host.][System hanya perlu mengalirkan data miliaran bit per detik ke otak Tuan, sampai syaraf Anda terbakar.]System mengatakannya dengan begitu mudah, tanpa beban, tapi Eric yang mendengarnya sampai menelan ludah dengan susah payah. Suara “klik







