Share

Bab 7

Author: ShenShen
last update Last Updated: 2025-08-17 14:08:53

Dengan tergesa-gesa Elise berlari menuju kamar 119 diikuti Chelsea, wanita bergaun kuning.

"Tenang Nona, ambulance akan segera datang, begitupun Grace. Ia akan tiba membawa dokter kemari." Chelsea mencoba menenangkan.

Sebelumnya, Elise yang tahu di lantai dua tidak ada tamu hotel lain, berinisiatif mencari pertolongan dengan turun ke lantai lobby. Tapi ia berpapasan dengan Chelsea Lee dan Grace Porter (si wanita bergaun silver) ketika hendak masuk lift. 

Chelsea dan Grace sudah turun lebih dulu untuk membuang sisa-sisa kekacauan di kamar 120. Kemudian, mereka kembali ke lantai dua untuk berjaga di depan kamar 119, selagi dua rekan lainnya sedang mengurus Jim Harris.

Melihat kepanikan di wajah Elise, mereka yang tahu bahwa Elise adalah adik Eric karena sempat melihat fotonya sebelum misi pembalasan dendam kepada Jim dilaksanakan, secara spontan menanyakan perihal yang terjadi. Keduanya syok mendapat kabar bahwa bos mereka kritis.

Chelsea dan Grace tidak mengira bahwa Eric yang masih sangat muda harus berdekatan dengan maut akibat kanker otak yang diderita.

Tanpa membuang waktu, mereka membagi tugas selagi menenangkan Elise. Chelsea menelepon ambulance dari rumah sakit terdekat, selagi Grace pergi menjemput Dokter Bob. Menurut informasi dari Elise, dokter tersebut berada tak jauh dari Hotel Rosemont Castle.

Dokter Bob, 48 tahun, adalah dokter yang selama ini menangani Eric di Rumah Sakit National GoodHealth. Secara kebetulan ia sedang bermain pingpong dengan rekannya di pusat olahraga, yang jaraknya hanya sekitar satu kilometer dari hotel tempat Eric berada.

"Aku harap Eric akan bertahan," kata Elise sambil mengusap pipinya yang terus basah oleh air mata ketakutan.

Saat masuk ke dalam kamar 119, Elise terbelalak. Jantungnya berdegup lebih cepat sampai membuat dadanya bergetar. Ia bahkan sempat tak bisa bernapas karena Eric tidak ada di atas ranjang.

"Aku bersumpah, Eric terbaring di sini saat aku meninggalkannya." Elise menunjuk ranjang putih dengan kado-kado yang masih ada di atasnya. "Ia pingsan!" imbuhnya semakin cemas karena Eric menghilang begitu saja.

"Nona, coba anda ingat-ingat kembali, apa anda yakin Tuan Eric hanya sendiri di kamar ini? Atau ada hal mencurigakan yang menunjukkan tanda-tanda keberadaan orang lain, yang barangkali menyelinap dan membawa Tuan pergi?"

"Soal itu, aku..." 

Elise terduduk lemas di atas ranjang. Ia tidak tahu apakah ada penyusup atau tidak, apakah kakaknya diculik atau bagaimana. Yang pasti ia akan menyalahkan diri sendiri jika hal buruk menimpa Eric.

Elise sangat yakin, kondisi Eric sangat genting bahkan tidak berlebihan jika disebut kritis. Jika tidak segera ditangani, mungkin Eric tidak akan tertolong, selamanya. Tapi sekarang, Eric bahkan tidak ada di sana.

Di sela kebingungan itu, sirine ambulance terdengar, semakin lama semakin keras. Jelas sudah bahwa itu adalah ambulance yang dipesan Chelsea.

Tapi sekarang orang yang akan dievaluasi malah menghilang.

"Elise, kamu dari mana?" 

Elise menoleh ke arah sumber suara.

"Nona, itu Tuan Eric!" seru Grace dengan senyum lebar.

"Dan Grace, kamu di sini? Di mana Chelsea?"

Tepat setelah Eric bertanya, suara Chelsea terdengar dari arah depan, "Di sini, Dokter! Tuan Eric ada di sini!" Sebagaimana Elise dan Grace, wanita itu juga sangat panik.

"Iya, iya," Dokter Bob mengikuti di belakangnya, wajahnya juga tidak lepas dari gurat kecemasan.

Akan tetapi, keduanya mendadak beku saat melihat Eric berdiri di ambang pintu balkon, seolah-olah ia tak pernah jatuh pingsan sebelumnya. Piring kecil di tangannya hanya menambah absurditas dari pemandangan itu. Elise menatapnya tanpa bisa berkata apa pun, jantungnya seperti berhenti berdetak sesaat.

Kini, orang-orang di kamar 119 terdiam. Beberapa saat mematung, hanya saling menatap satu sama lain. 

"Apa semua ini lelucon?" Dokter Bob mengerutkan kening, ekspresi cemasnya berganti dengan kekesalan.

Eric terbatuk, tanpa perlu berpikir keras, ia paham jika beberapa waktu sebelumnya Elise pasti memaksa Chelsea dan Grace untuk mendatangkan Dr. Bob demi menyelamatkannya yang sempat koma. Ia sangat paham situasinya, kebingungan semua orang, tetapi, sangat mustahil jika ia menceritakan kejadian sebenarnya.

Eric baru saja mendapatkan bonus Fragment Keberuntungan dan hadiah itu adalah, dia sembuh dari penyakitnya! Sepenuhnya.

“Uhmm…” Eric menelan ludah, berpikir untuk menyederhanakan situasi. “Dr. Tak kusangka akan jadi serumit ini. Maksudku, aku hanya ingin menge-prank Elise beberapa waktu lalu,” ucap Eric sembari menggaruk-garuk rambut, pura-pura kebingungan.

Rahang Dokter Bob tampak mengeras. Ia melotot pada Eric. "Bajingan tengik! Andai Kau tahu adikmu nyaris kehilangan kewarasan karena mengkhawatirkan keadaanmu! Benar-benar keterlaluan, Kau!" desisnya dengan penekanan.

Eric hanya bisa membalas omelan Dokter Bob dengan senyum canggung, ia sangat bisa membayangkan apa yang diucapkan oleh sang dokter. Ia pun menoleh ke arah Elise, wajah gadis itu sembab, hidungnya merah seperti tomat, sementara matanya tak bisa berhenti mengeluarkan air mata. Tapi, Eric melihat Elise tiba-tiba tersenyum sambil masih menangis.

"Terima kasih, terima kasih sudah bertahan. Aku bahagia kamu masih hidup." Elise berlari, membenamkan wajahnya ke dada sang kakak.

Mengetahui ini hari ulang tahun Elise, apalagi melihat gadis itu menangis sesenggukan, Dokter Bob menunda kemarahannya. 

Kecanggungan di ruangan itu menjadi lebih terasa ketika dua petugas ambulance masuk. Melihat Elise menangis memeluk Eric selagi orang-orang lainnya diam berdiri, para petugas itu saling menoleh dengan wajah rumit. 

Salah seorang petugas bertanya dengan sedikit menjelaskan, "Kami sudah bergerak cepat. Maaf, apa pasien sudah meninggal?"

Elise berdeham. "Em, semuanya, silakan duduk terlebih dahulu. A-aku akan menjelaskan semua." 

Elise mengerti dengan reaksi orang-orang. Sejujurnya, tadi ia pun sangat bingung sekaligus terkejut sampai bergeming cukup lama, seolah seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan. Tapi sekarang ia merasa kelegaan yang luar biasa.

Eric berdeham lalu bergumam, “begini saja, semuanya yang sudah terlanjur datang ke sini, ayo kita makan-makan. Aku akan mentraktir kalian semua dan sebagai kompensasinya, aku juga akan membayar semua kerugian yang kalian alami.

"Dasar bocah nakal!" Dokter Bob memberikan pukulan kecil ke lengan Eric. "Kalian semua juga berhak memukulnya agar kapok!" Ia menunjuk orang-orang, memprovokasi agar ditiru.

Orang-orang tertawa serentak. Walau sebelumnya ketegangan meliputi mereka, semua senang karena hal buruk tidak terjadi.

"Meski saat ini kamu baik-baik saja, sebaiknya diperiksakan saja. Oh ya, satu lagi, aku mau kompensasiku harus besar! Oh, sialan, tadi aku juga sudah terlanjur berdoa dengan sangat khidmad demi kesembuhanmu! " Dokter Bob mengomel seperti ayah pada anak laki-lakinya. Hubungannya dengan Eric memang akrab.

Dan kekacauan malam itu ditutup dengan makan bersama.

Keesokan harinya, tanpa menunda lagi, Elise memaksa Eric untuk melakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan sejumlah tes lainnya. Pada saat menikmati makan malam semalam, Eric meyakinkan Elise jika penyakitnya sudah sembuh. Dan, Elise kini ingin memastikan berita baik dari Eric, sebelum pergi ke luar negeri untuk berkuliah.

Tepat sekali, sore ini juga, Elise akan melakukan penerbangan. Tentu akan sangat melegakan jika ia meninggalkan Eric dalam keadaan sehat dan bugar, tanpa ancaman kanker otak lagi.

Ketika Dokter Bob melihat hasil MRI Eric, keningnya segera dipenuhi kerutan. Ia menggeleng beberapa kali dan membuang napas berat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 23

    Kepala Jurusan memberikan senyum lebar untuk pertama kalinya pada Eric. Tidak hanya itu, ia juga merangkul pundak Eric, menuntunnya untuk duduk kembali di kursi. Yang pasti tidak ada yang lucu dari situasi itu, tetapi Kepala Jurusan tertawa keras ketika duduk kembali ke kursinya. Ia berusaha menyembunyikan kegugupan dan kecemasan di hatinya.“Eric White, aku meremehkanmu. Aku salah besar. Baiklah, kamu lebih suka teh atau kopi? OB di sini mahir membuat minuman. Kamu harus mencobanya.” Kepala Jurusan memegang gagang telepon, akan menghubungi OB agar datang ke ruangan itu membawa minuman yang mereka inginkan.Namun, setelah Kepala Juursan menekan nomor telepon, Eric berkata, “Aku tidak suka keduanya.”Wajah Kepala Jurusan yang dipaksa tersenyum sempat berubah menjadi kesal mendengar perkataan Eric. Ia menutup telepon, lalu memaksa untuk tersenyum lagi. “Aku mengerti, tidak semua orang suka teh atau kopi. Kamu mungkin lebih suka air putih. Kalau itu, aku bisa mengambilkannya untukmu. Se

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 22

    Kerutan muncul di kening Eric. Ia hampir tidak percaya dengan telinganya sendiri. Pernyataan itu sulit diterima akal sehat; terlalu subjektif dan sepihak.Ini kali pertama Eric bertemu Kepala Jurursan. Mereka bahkan belum saling kenal, tapi pria di depannya itu berbicara seperti orang serba tahu. Eric belum dimintai keterangan tentang apapun, belum mendapat penjelasan gamblang tentang keperluannya dipanggil ke ruangan Kepala Jurusan, dan belum pernah mendapat teguran apapun sebelumnya. Ini hari pertama Eric kuliah, tapi Kepala Jurusan sudah mau memulangkannya saja. Betapa lucunya!Melihat dengan jelas protes dari wajah Eric, Kepala Jurusan segera berkata, “Jangan khawatir, kamu akan menerima uangmu kembali, setelah dipotong 10% untuk administrasi. Walau bagaimanapun kamu sudah menerima beberapa fasilitas dari kami dan mengambil satu kuota di jurusan dari banyaknya calon mahasiswa yang tertolak.” Ia menyerahkan selembar kertas kepada Eric. “Kamu tanda tangani surat ini dan uangmu akan

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 21

    Eric tidak mengira jika ia akan bertemu dengan gadis sombong itu lagi di kampus. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana mimik wajah gadis itu ketika memberikan tip padanya.Sekarang Eric diam di tempatnya, melihat gadis itu mendekat. Ia masih tenang, meski gadis tersebut melemparkan pandangan menelisik padanya, seolah ia adalah seorang kriminal.“Kamu! Aku ingat, kamu yang berjualan es krim keliling ‘kan? Minivanmu berwarna putih dengan gambar es krim besar. Ada ikon berbentuk es krim juga di atas minivan, tepat di atas pengeras suara. Apa yang kamu lakukan di sini?”Sudah pasti ocehan itu membuat para mahasiswa yang berkerumun mulai berbisik-bisik. Tidak ada dalam sejarah seorang penjual es krim keliling memiliki mobil super duper mewah dan langka sekelas Bugatti Centodieci. Mereka terbagi, ada yang berada di kubu si gadis sombong, tidak sedikit pula yang membela Eric.“Aku mahasiswa baru di sini, jurusan Manajemen Bisnis dan Investasi. Aku ada di kelas A.” Eric akan melangkah maju, b

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 20

    Setelah Edward terpaksa kembali ke dalam mobil masih dengan perasaan kesal, Violet secara resmi memperkenalkan dirinya pada Eric.Namanya Violet Jung, gadis terhormat dari keluarga terpandang di kota itu. Usianya sebaya dengan Eric. Paras Violet yang menawan, juga pembawaannya yang lembut dan elegan selalu berhasil menyita perhatian pria yang melihatnya. "Ini kartu namaku. Dan ini uang muka untuk perbaikan mobilmu. Tolong hubungi aku untuk sisa tagihan perbaikannya nanti. Sampaikan juga permohonan maafku pada atasanmu." Violet mengulurkan sejumlah uang, juga kartu namanya.Eric melihat Violet yang tersenyum. Ia berkata, "Tunggu sebentar. Aku tidak akan lama."Violet mengerutkan dahi, tidak tahu apa yang akan Eric lakukan. Tapi ia menurut, berdiri di sana menunggu Eric kembali.Sayup-sayup terdengar suara Edward dari arah depan, "Apa masih lama?""Sebentar." Violet menjadi panik, khawatir Edward akan turun dan kembali menemui Eric. Jika itu sampai terjadi, keributan akan dimulai lagi,

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 19

    Siang menjelang sore Eric menutup mobil minivan es krimnya. Ia akan berpindah lokasi ke dekat taman kota. Namun, saat mesin sudah menyala, dan Eric siap untuk melaju, seorang wanita mencegatnya."Aku mau satu cup besar es krim rasa vanila campur stroberi. Cepat buatkan untukku!" Wanita muda berambut pirang panjang menatap Eric dengan malas. Ia baru bertemu dengan Eric hari ini, tapi bersikap seolah Eric adalah orang yang menyebalkan dan layak dibentak-bentak.Eric tidak terpengaruh. Sebagai seseorang yang telah berpengalaman dalam menjual es krim, tentu ia sudah menemui para pelanggan dengan sikap yang bermacam-macam. Ia tidak mau ambil pusing, lebih memilih untuk menyiapkan pesanan."Apa kerjamu memang sangat lamban? Aku tidak punya banyak waktu. Cepatlah, kamu masih muda tapi kerjamu seperti kakek renta." Wanita itu mendesak dengan mencibir.Dengan ramah Eric menyampaikan maaf dan meminta agar sang pembeli berkenan untuk menunggu sebentar lagi. Tapi, wanita muda itu terus menggangg

  • Sistem Keberuntungan Tanpa Batas   Bab 18

    Di sebuah tempat parkir pusat perbelanjaan terkenal bernama Grand Arc Mall, Eric berdiri memandangi mobil barunya dari kejauhan. Ia baru saja selesai membeli perlengkapan untuk persiapan perkuliahannya. Di tangannya ada banyak paperbag, tapi ia menunda untuk meletakkannya ke dalam mobil.Saat ini ada empat wanita muda yang heboh berfoto dengan mobil Bugatti Centodieci miliknya. Ia pikir akan menunggu sejenak, memberi kesempatan pada para wanita itu untuk mengambil beberapa foto lagi. Lagipula mereka semua memiliki paras cantik dan bertubuh ideal. Sebagai pria normal dan masih jomblo, tentu ia tertarik pada mereka.Namun, setelah beberapa menit berlalu, para wanita itu masih bersemangat berfoto. Mereka bergonta-ganti gaya dan posisi, bersandar pada mobil, memeluknya, bahkan menciumnya juga. Di wajah mereka tidak terlihat rasa lelah atau bosan berpose, antusiasme mereka terhadap mobil itu tidak berkurang sedikitpun.Akhirnya, karena merasa wanita-wanita itu akan terus demikian meski men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status