LOGIN“Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Kerajaan Khatulistiwa.” Wanita yang bernama Gendhis memimpin sebuah aksi lanjutan di hari berikutnya. Demo kali ini terjadi di depan kantor polisi Distrik Langit Biru dan menuntut kawan-kawan mereka untuk dibebaskan.
Suara riuh dari para peserta demo ikut meneriakkan semboyan maupun yel-yel yang pemimpin mereka gaungkan. Saat ini tidak hanya mahasiswa saja yang turun, tetapi juga ada buruh, lembaga bantuan hukum, dan juga masyarakat umum. “Kami mohon agar teman-teman kami dibebaskan dan tidak diadili secara sepihak. Walaupun tempat ini bernama kerajaan, namun tetap saja Khatulistiwa menganut paham demokrasi bukan monarki.” Kepolisian distrik ini seakan membisu. Bahkan kepala mereka menolak melakukan mediasi. Ia malah memerintahkan beberapa anggotanya untuk melawan para pendemo. Menurut dirinya, para koordinator demo adalah provokator dan harus ditangkap. Bentrok tidak dapat dihindarkan. Aparat maupun pendemo sudah saling pukul. Para demonstran ini beberapa memakai bendera yang mereka bawa untuk memukuli para polisi. Pihak aparat menangkis serangan mereka, menggunakan tameng besar yang mereka bawa. Walaupun semua pertahanan terlihat kokoh, tetapi tidak menutup kemungkinan terluka. Jatuh beberapa korban dari kedua belah pihak. Namun entah mengapa, para polisi mundur dan menghentikan serangan. Begitu pula dengan para pendemo yang mulai reda. “Tenang kawan-kawan, kita semua saudara dan kita semua tidak sepatutnya dibenturkan seperti ini,” ujar si wakil kepala Kepolisian Distrik Langit Biru menggunakan pengeras suara. Beliau dengan gagah berani, naik ke atas mobil lapis baja dan mulai berpidato. Walaupun beberapa pendemo yang jengkel, masih melemparinya dengan botol air mineral. “Kita ini sama-sama rakyat kecil, kami pihak keamaan hanya menjalankan tugas saja menjaga ketertiban.” “Bohong dasar bohong, teman kami kau pukuli!” “Memang anjing kalian, perut buncit kalian menandakan sering makan duit haram.” “Kawan-kawan pendemo, harap diam! Kita akan berdiskusi dengan mereka untuk membebaskan kawan-kawan kita.” Gendhis memberi arahan. Gadis itu sungguh sakti, hanya sekali berucap semuanya menuruti kemauannya. “Saya mewakili kepala Kepolisian Distrik Langit Biru, meminta maaf atas tindakan kasar kami. Setelah ini saya mempersilakan untuk kita berdiskusi dan mediasi.” Gendhis menerima saran dari bapak polisi itu. Ia sebagai perwakilan mahasiswa, kemudian ditemani oleh lembaga bantuan hukum masuk ke dalam kantor polisi. Mereka bermediasi yang pada akhirnya berjalan dengan lancar. Atas bantuan juga dari lembaga hukum yang ada di Distrik Langit Biru, akhirnya mereka yang ditahan berhasil dibebaskan. Pihak kepolisian juga tidak ada maksud apa-apa, hal tersebut dilakukan untuk meredam massa yang beraksi sangat brutal kemarin. Rein dan Joko keluar dari dalam gedung kantor polisi. Mereka semua kembali lagi ke kampus, menggunakan mobil yang sudah disiapkan rekan-rekan mereka. Tidak ada waktu bersantai, sesampainya di Universitas Kanguru Merah mereka langsung mengadakan rapat. Keadaan Joko masih segar bugar, berbeda dengan Rein. Ia penuh luka di kepala dan juga lebam di pipinya. “Apa penyebabnya, kemarin bisa sampai anarkis dan terjadi bentrok antara pendemo dan aparat?” tanya Gendhis. “Setahuku semuanya berjalan tertib, tetapi menurut pengakuan peserta lain ada salah satu mahasiswa yang memprovokasi. Ia melempar bom molotov kepada pihak kepolisian.” Gendhis manggut-manggut. “Sepertinya itu bukan murni mahasiswa, biasalah setiap demo besar begini pasti ada saja provokator,” ujar Rein masih dengan suara paraunya. Rencananya mereka akan mengadakan demo kembali jika pejabat setempat tidak mau menemui serta berdiskusi dengan mereka. Kebijakan Distrik Langit Biru akhir-akhir ini semena-mena kepada rakyatnya. Entah mengapa, mereka menaikkan pajak sepuluh kali lipat. Mereka menuntut Kepala Distrik selaku orang yang yang mengusulkan peraturan ini dan juga Ketua Dewan Distrik yang mengesahkan undang-undangnya. Sementara itu, Rein masih kebingungan dengan suara misterius yang akhir-akhir ini menghantui kepalanya. Tidak seperti suara hati, tetapi lebih mirip bisikannya di telinga. Entitas itu mengaku dirinya adalah Sistem Keadilan Surgawi. “Teman-teman, aku mengalami hal aneh akhir-akhir ini.” “Kenapa memangnya, Rein.” Ia berhenti sejenak, seakan ragu ingin melanjutkan perkataannya. “Aku mendengar suara misterius yang menghantui kepalaku.” “Mungkin halusinasimu saja.” “Tapi...”“Bolehkah saya masuk ke dalam kebun?”“Saya penjaga kebun ini, Mas. Sampeyan mau ngapain memangnya masuk.”Walau tidak bisa dijelaskan dnegan akal sehat, tetapi Rein mencoba untuk memahamkan bapak-bapak yang ada di sampingnya pelan-pelan. Sungguh semua yang ia katakan, tidak bisa masuk ke dalam logika.Negosiasi lama dilakukan, akhirnya ia berinisiatif memberi uang sebagai pelicin. “Begini saja deh, Pak. Kamu kukasih uang rokok, nanti ke dalam kebunnya juga ditemani kamu. Misal takut aku berniat jahat.”Bapak-bapak itu terdiam sejenak, ia mengelus jenggotnya yang berwarna putih. Beliau kemudian setuju dan mengangguk. Wajah Rein berseri-seri bahagia, ia kemudian mengambil dompet dan memberikan uang sebesar dua puluh lima ribu.“Nanti saja, Mas. Mari saya antar masuk.”Tangan kekar itu mengambil kunci dalam saku celananya, ia kemudian membuka gembok yang membelenggu gerbang. Ketika sudah terbuka, si bapak masuk duluan yang diikuti oleh Rein jalan di belakangnya.Rein kemudian melihat po
“Bawa saja coba pegang.”Secepat kilat, Rein menikamkan gunting yang ada di meja ke perut temanya itu. Joko yang kaget, segera melompat ketakutan. “Woy, gila! Mau membunuhku ya?” Tangannya meraba-raba perut bekas tusukannya.Ternyata tidak ada luka sedikitpun di sana, hanya saja kaos yang ia kenakan robek. Ia juga baru sadar, masih menggenggam erat batu yang diberikan Rein. “Sudah sini sekarang giliranku mencoba, aku genggam batunya lalu kamu tusukkan benda tajam.”Joko menuju dapur yang ada di belakang gedung pusat kegiatan mahasiswa, ia mengambil sebilah pisau. Menurutnya benda itu sangat tajam, soalnya baru dibeli anak-anak minggu lalu. “Pakai ini coba ya, Rein.”Rein kali ini bahkan sampai buka baju, sekarang ia bertelanjang dada. Dirinya sangat yakin, jika item tersebut akan memberi ability kekebalan baginya. Seperti yang sistem aneh itu katakan. Joko mulai menikamkan pisau ke perut kawannya.Sungguh di luar nalar, benda tajam itu tidak dapat menembus kulit perut dari Rein. Ujun
“Tak kan kubiarkan, kau mengambil benda itu!” suara makhluk itu besar dan menggelegar. Namun Rein tidak bisa mundur, sudah sejauh ini ia berjalan kaki dari indekosnya. Ia harus berhasil mengambil item itu.Makhluk itu tinggi besar, bahkan ukuran tubuhnya jauh dari manusia. Badannya berwarna hitam dan matanya merah menyala. Entitas asing itu mulai mendekat, dengan cepat ia mengarahkan tinjunya tepat ke arah badan Rein.Pemuda itu berguling ke arah samping, ia berhasil menghindarinya. Rein yakin jika tangan sebesar itu mengenai tubuhnya, pasti dadanya akan hancur dan kepalanya akan terpisah dari tubuh mungilnya.“Akan kuhabisi kau, Manusia!” suara itu kembali menggelegar memekakkan telinga.Rein baru ingat, tutorial yang diberikan oleh sistem tadi, cara mengalahkan makhluk itu dengan cara memukulnya menggunakan batang pohon kelor. “Di sana, aku harus mengambilnya beberapa,” gumamnya setelah pandangan matanya menjelajah.Ia kembali melompat ke samping kanan, ketika pukulan dari makhluk i
“Ada dua jenis item yang bisa kamu kupulkan, yakni artefak kuno dan juga energi alam.”Rein mengikuti sumber cahaya yang menjulang sampai ke atas langit. Sampai di jalanan gang depan indekosnya, ia sedikit dibuat bingung, pasalnya ada beberapa titik cahaya di sana. Ia kemudian memutuskan, untuk pergi ke yang terdekat.Cahaya itu mengarah pada sebuah jurang yang ada di sebelah timur kampusnya. “Ke mana letak dari benda itu? Arah timur dari fakultas teknik? Bukankah di sana hanya ada jurang dan juga hutan kecil.” Ia berjalan sambil terus mendongak ke arah atas.Hanya berbekal sandal japit, kaos oblong, dan celana jeans pendek. Pandangannya fokus ke atas dan pastinya yang bikin aneh sambil berbicara sendiri. Pokoknya sudah seperti orang gangguan jiwa.“Woy hati-hati kalau jalan, mata dipakai dong,” teriak salah satu pengendara motor yang hampir menabraknya. Jujur saat ini Rein benar-benar tidak peduli akan keadaan sekitar. Ia hanya fokus, dengan tujuan benda tersebut.Langkah kakinya men
“Pukuli saja, pukuli!” ujar mereka semua, kemudian puluhan bogem mentah melayang ke kepalanya. Ada beberapa yang menjambak rambutnya. Sementara Rein sudah mengamankan barang bukti berupa bom molotov.“Si gondong itu lepas!”“Dia menghilang!” Teriak beberapa orang yang ada di sana, termasuk bapak-bapak yang memeganginya. Rein yang tepat berada di sampingnya, menoleh ke arah si gondrong. Ternyata benar-benar menghilang bak ditelan bumi.Rein bahkan sampai mencari-cari membelah lautan manusia, tetapi tidak juga menemukannya. Sungguh di luar nalar manusia. Ia kemudian naik ke atas podium yang dibawa oleh mobil bak terbuka untuk menyusul Joko.Ia berbisik ke telinga kawannya itu, agar berhati-hati. Banyak penyusup yang membuat onar di kondisi seperti ini. “Selamat kamu mendapatkan exp sebesar 400. Sekarang statusmu level 0 dengan perolehan 500 exp.”Sistem aneh itu menambahkan, jika Rein tadi hanya perlu mengungkap si provokator. Ia masih belum cukup kekuatan untuk menangkap dan melawan si
“Atau mungkin otakmu sudah geser gara-gara dipukuli para polisi itu.”Rein tidak melanjutkan perkataannya, ia hanya diam. Mungkin kawan-kawannya benar, itu hanya khayalannya saja. Diskusi berlanjut mereka memiliki rencana untuk unjuk rasa berikutnya, agar berdiskusi secara damai dengan Kepala Distrik maupun dewan distrik.“Ya sudah aku pamit pulang ke kosan dulu lah, pusing kepalaku,” ujar Rein. Ia melenggang pergi dari emperan gedung fakultas pulang menuju ke indekosnya. Ia membuka gagang pintu kamar sederhana itu, kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur.Ia hanya menatap langit-langit kamarnya, plafon bolong-bolong dan juga cat dinding usang sudah menjadi pemandangannya sehari-hari. Rein sengaja menyewa tempat murah ini, dengan keadaan ekonominya.“Sistem keadilan surgawi,” gumamnya pelan dengan nada tidak bersemangat. “Sudah kuduga ia hanya khayalanku saj dan tidak akan muncul.”“Selamat datang kembali di sistem keadilan surgawi tuan. Nama Rendi Joseph, level 0 dengan perolehan







