Beranda / Fantasi / Sistem Penakluk Heroine / Bab 2 Takdir Arthur Pendragon

Share

Bab 2 Takdir Arthur Pendragon

Penulis: SATAN_666
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-12 01:18:59

Aku menatap layar biru transparan itu tanpa berkedip. Angka dan huruf yang terpampang di sana seakan menamparku berkali-kali.

“Pesonaku… A+?” bisikku pelan, nada suaraku bercampur antara kagum dan frustrasi. “Tapi kekuatan fisikku… parah banget.”

Pesona setinggi itu jelas bukan hal biasa. Dalam dunia game atau novel, A+ berarti luar biasa memikat, bahkan di luar standar manusia normal. Tapi kekuatan fisik E? Itu setara anak lemah yang bahkan kalah melawan kucing liar di jalanan. Situasi ini seperti pedang bermata dua, memang memiliki daya tarik itu hal yang luar biasa untuk memikat wanita, tapi sama sekali tak mampu melindungi diri sendiri adalah ancaman nyata.

Aku menghela napas panjang. Keringat dingin masih membasahi pelipisku. Perlahan aku menguatkan hati, mencoba menguji hipotesis yang sejak tadi berputar di kepalaku. Menatap layar itu, aku bertanya pelan, seakan takut jawaban yang muncul akan mengubah segalanya.

“Hai… sistem. Apakah aku… menjadi karakter Arthur Pendragon di game Libra, yang diciptakan oleh SATAN_666?”

Layar biru itu bergetar, lalu menampilkan jawaban singkat namun mematikan:

[Benar]

Darahku seakan berhenti mengalir.

“Sial…” kutukku lirih, tapi penuh kemarahan.

Tanganku mengepal erat, kukuku menekan telapak tangan hingga hampir menembus kulit. Amarah dan rasa frustasi bercampur menjadi satu. Aku bukan hanya tahu nama game itu. Aku adalah salah satu pemain veteran. Dan aku tahu persis siapa Arthur Pendragon.

Arthur adalah karakter tragis dalam game Libra. Seorang bangsawan muda yang tampan, berbakat, namun hidupnya berakhir dalam tragedi mengenaskan. Bukan karena perang, bukan karena penyakit, melainkan karena cinta terlarang.

Dalam cerita game, Arthur jatuh cinta kepada Ratu Helios, istri pamannya sendiri, Raja Helios. Cinta mereka bersemi secara diam-diam, dipenuhi gairah dan rasa bersalah. Namun obsesi sang ratu berubah menjadi gelap. Ketika rahasia mereka hampir terbongkar, sang ratu memilih mati bersama Arthur, menenggelamkan mereka berdua dalam tragedi yang mengguncang kerajaan.

Aku menggertakkan gigi, wajahku memanas karena amarah.

“Jadi… itu masa depanku? Mati sia-sia demi kisah cinta bodoh?”

Ketakutan mulai merayap tubuhku, mencengkeram dadaku erat. Aku tahu betul, jika alur game ini berjalan sesuai jalurnya, maka kematianku tak terhindarkan.

Tapi… secercah harapan tiba-tiba menyala di hatiku.

“Tunggu… sekarang aku baru berusia 10 tahun,” pikirku sambil menatap pantulan di cermin. Wajah muda itu bersih, belum ternodai beban dosa yang menunggu di masa depan. “Sang ratu mungkin belum mengenalku… apalagi jatuh cinta. Artinya, aku masih punya kesempatan untuk mengubah segalanya.”

Jantungku berdetak cepat, kali ini bukan karena ketakutan, melainkan karena dorongan untuk bertahan hidup. Aku harus memanfaatkan semua pengetahuanku sebagai mantan pemain game ini.

“Aku akan menulis ulang takdirku ini. Aku tidak akan mati seperti di game. Aku akan bertahan… bahkan kalau perlu, aku akan jadi penguasa di dunia ini.”

Namun, di balik tekad itu. Aku sadar, pesona A+ yang kumiliki adalah berkah sekaligus kutukan. Satu langkah salah, dan aku bisa saja memikat orang yang seharusnya kuhindari, termasuk ratu yang menjadi penyebab kematianku di masa depan.

Tanganku mengepal sekali lagi, tubuh mungil ini bergetar karena tekad yang mendidih.

“Mulai sekarang… setiap langkahku harus diperhitungkan.”

~~~

Di luar jendela, cahaya matahari pagi kota Nuhe menyoroti kota megah dengan atap-atap berlapis emas dan jalan-jalan marmer putih yang berkilau. Dari tempatku berdiri, pemandangan itu terlihat indah.

Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikiran yang masih berkecamuk. Aku baru saja menetapkan tekad untuk mengubah takdir, namun kenyataannya, aku bahkan belum tahu dari mana harus memulai.

Klek…

Suara pintu berderit memecahkan kesunyian. Aku menoleh, dan pandanganku tertuju pada sosok seorang gadis muda yang masuk perlahan.

Dia berumur sekitar 13 atau 14 tahun. Rambut cokelat keemasan miliknya diikat ekor kuda sederhana, matanya biru jernih berkilau seperti safir, seolah memantulkan cahaya matahari pagi. Gaun pelayan hitam renda putih yang ia kenakan tampak sederhana, tapi bersih dan rapi. Di tangannya ada sebuah nampan dengan cangkir teh hangat dan roti kecil yang masih beruap.

Ketika matanya bertemu dengan mataku, ia tersenyum lembut.

“Selamat pagi, Tuan Arthur. Saya pikir Anda masih tidur.”

Aku hanya mengangguk pelan. Senyumnya memang ramah, tapi aku tak bisa sepenuhnya rileks. Pesona A+ yang kumiliki bisa saja memengaruhi perasaannya tanpa kusadari.

Gadis itu meletakkan nampan di meja kecil dekat tempat tidur. “Saya, Liana, pelayan pribadi Anda. Nyonya besar meminta saya memastikan Anda sarapan dan bersiap, karena nanti akan ada jamuan makan siang penting.”

Alisku berkerut. “Jamuan? Untuk apa?”

Liana menunduk hormat, lalu menjawab, “Keluarga kerajaan akan berkunjung hari ini. Termasuk… Yang Mulia, Ratu Helios.”

Jantungku langsung berdetak kencang.

Baru saja kuputuskan untuk menjauhinya… dan sekarang aku akan dipaksa bertemu dengannya?

Seolah memperburuk keadaan, layar transparan muncul begitu saja di hadapanku:

[Misi Cabang Terbuka]

Judul: Awal Pertemuan Takdir

Tujuan: Hadiri jamuan makan siang dan hindari menarik perhatian Ratu Helios.

Hadiah: +10 Poin Kasih Sayang (Heroine Terpilih)

Kegagalan: Peningkatan risiko obsesi Ratu Helios di masa depan.

Aku memejamkan mata, menahan helaan napas yang berat.

“Sepertinya permainan ini dimulai lebih cepat dari yang kuduga…”

Huruf-huruf bercahaya biru di layar itu terasa seperti jerat tak kasatmata yang mengikat langkahku. Hindari menarik perhatian Ratu Helios… Kedengarannya sederhana, tapi dengan pesona A+ yang kumiliki, bahkan tatapan sekilas saja bisa menimbulkan masalah besar.

“Apakah ada yang salah, Tuan Arthur?” tanya Liana lembut, menatapku penuh perhatian.

Aku cepat-cepat menutupi kegugupanku. “Tidak… aku hanya belum terbiasa dengan suasana pagi ini.”

Liana tersenyum tipis, lalu menuangkan teh ke cangkir porselen. Aroma harum memenuhi ruangan, hangatnya uap membuat kepalaku sedikit lebih tenang. Aku duduk di kursi dekat jendela, mengambil cangkir itu dan menyeruputnya perlahan.

Sambil menyesap teh, mataku memperhatikan Liana lebih seksama. Wajahnya manis, gerak-geriknya anggun, dan tatapannya tulus. Namun… ada sesuatu di balik sorot matanya, sekilas bayangan kesedihan yang tak mudah dilihat orang lain.

Sistem, panggilku dalam hati. Apakah Liana termasuk heroine?

Sekali lagi layar baru muncul:

[Informasi Heroine]

Nama: Liana Evert

Usia: 14 Tahun

Peran: Pelayan pribadi bangsawan

Kesulitan Penaklukan: B

Status Hubungan: Netral (0 Poin Kasih Sayang)

Aku menghela napas lega. Bagus… setidaknya dia bukan ancaman berbahaya seperti ratu. Tapi tetap saja, aku harus berhati-hati.

Liana kemudian mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari apron-nya. Ia membukanya di hadapanku.

“Tuan, ini adalah pin keluarga Pendragon. Nyonya besar meminta Anda memakainya saat acara resmi. Tanda bahwa Anda adalah bagian dari keluarga Pendragon.”

Aku mengambil pin itu. Terbuat dari emas murni, berbentuk naga bersayap yang menggenggam pedang, lambang keluarga Pendragon. Saat jariku menyentuh permukaannya, aku merasakan getaran samar, seolah ada kekuatan magis yang tersembunyi di dalamnya.

“Jamuan makan siang akan dimulai dua jam lagi,” jelas Liana. “Saya akan membantu Tuan berganti pakaian agar terlihat sempurna di hadapan keluarga kerajaan.”

Aku mengangguk perlahan, meski pikiranku sudah berputar jauh. Dua jam… cukup untuk menyusun strategi. Aku harus mencari cara agar tidak duduk terlalu dekat dengan ratu, menghindari kontak mata, dan bicara sesedikit mungkin.

Tapi di lubuk hatiku. Aku tahu, dunia ini tidak akan membiarkanku menghindar begitu saja.

[Peringatan Sistem]

Jamuan ini adalah titik percabangan takdir.

Keputusan dan ucapan Anda akan memengaruhi jalannya masa depan.

Aku menutup mata, meneguk sisa tehku dalam sekali hirup. Suara hatiku berbisik lirih, hampir seperti doa:

“Kalau begitu… mari kita lihat, seberapa jauh aku bisa menentang takdir ini.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 29 Api di Perbatasan

    Tiga tahun lalu – Perbatasan Kerajaan Zeraphir dan Kekaisaran BeelzebubMalam itu langit Nethrazel tampak seperti luka terbuka. Merah pekat menyelimuti cakrawala, dan dari arah barat kobaran api membumbung tinggi — menyala-nyala seperti lidah neraka yang menjilat langit. Aroma besi dan belerang menebal di udara. Angin malam membawa jeritan prajurit, dentingan logam, dan bau daging terbakar.Aku berdiri di puncak tebing, jubah hitam berlumur darah berkibar tertiup badai. Di bawah sana, ribuan pasukan Zeraphir dan Beelzebub masih bertarung sengit meski matahari sudah lama tenggelam. Tanah basah oleh darah, dan bumi sendiri seolah menangis menahan beban perang ini.Semua ini… hanya karena satu penghinaan.Satu bulan lalu, seorang pangeran dari Kekaisaran Beelzebub — sombong, angkuh, dan buta akan perbedaan — datang ke istanaku membawa proposal pernikahan. Ia berkata ingin “menyelamatkan darah Zeraphir dari kesia-siaan” dengan menikahiku.Aku tidak marah karena ia melamarku — aku marah ka

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 28 Bayangan Sang Putri Pembantaian

    Namaku Monica, salah satu pelayan di Istana Velgrath — istana megah yang menjadi tempat tinggal Ratu Karina, penguasa tertinggi Kerajaan Zeraphir.Aku baru berusia delapan belas tahun, dan meskipun statusku hanyalah pelayan biasa, bekerja di istana ini jauh berbeda dari menjadi pelayan di tempat lain. Setiap langkah di koridor istana penuh keagungan ini membawa beban sejarah… dan ketakutan.Tiga tahun telah berlalu sejak hari itu — hari yang tak pernah bisa kulupakan. Saat itu, Ratu Karina kembali ke istana setelah perjalanan panjangnya ke luar kerajaan. Namun kali ini ia tidak datang sendiri. Di sisinya, berjalan seorang anak laki-laki berambut hitam legam, tampak berusia sekitar dua belas tahun.Meskipun masih muda, sorot matanya tajam dan wajahnya menunjukkan keteguhan luar biasa. Aku bahkan sempat berpikir, jika ia dewasa nanti, ia akan tumbuh menjadi sosok yang sangat tampan dan karismatik.Hanya berselang tujuh hari setelah kedatangannya, Ratu Karina membuat pengumuman yang meng

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 27 Fragmen yang Hilang

    Rasa sakit itu datang tanpa peringatan.Tubuh Arthur seperti terbakar dari dalam. Urat-uratnya berdenyut hebat, seolah ada sesuatu yang merangkak liar di bawah kulitnya. Napasnya tersengal, pandangannya kabur. Lantai marmer yang dingin di bawah kakinya terasa jauh, seolah ia jatuh ke dalam jurang tak berdasar.“Aaaarghhh!”Teriakan itu pecah tanpa kendali, memecah kesunyian ruangan. Darah segar mengalir deras dari hidungnya. Tubuhnya terhempas ke lantai. Rasa sakit itu terlalu menyiksa — jauh melampaui apa pun yang pernah ia alami sebelumnya.Lalu, seolah semuanya hanyalah mimpi buruk, perlahan rasa sakit itu mereda.Arthur terengah-engah. Punggungnya bersandar pada dinding, napasnya memburu seperti habis berlari bermil-mil. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Saat kesadarannya mulai kembali sedikit demi sedikit, matanya terbuka… dan tubuhnya membeku.“...Hah?”Ini… ruang tamu? Tidak. Bukan kamarnya. Bukan tempat yang ia ingat.Arthur tidak mengenali gaya arsitektur ruangan in

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 26 Bayangan yang Mengawasi

    Setelah malam itu — malam ketika bibit Ordre De L’Ombre pertama kali ditanam, Arthur menyadari satu hal: semua ini baru permulaan. Ia harus kembali sebelum matahari terbit. Ia tak ingin ibu maupun neneknya tahu bahwa ia menyelinap keluar mansion pada malam hari. Maka, dengan langkah cepat dan hati-hati, Arthur menyusuri jalan setapak yang membawanya kembali ke mansion keluarga Pendragon. Sebelum berpisah, ia meminta Neria, gadis yang baru saja dibebaskannya dari Kutukan Abaddon, untuk sementara tinggal di sebuah penginapan kecil tak jauh dari mansion, sekitar dua kilometer jauhnya. Itu adalah tempat aman, setidaknya sampai mereka merencanakan langkah selanjutnya. Namun apa yang tidak Arthur ketahui… adalah bahwa ia tidak pernah benar-benar sendirian malam itu. Dari kejauhan, di balik kabut malam yang dingin, sepasang mata tajam telah mengawasinya sejak awal. Irene Pendragon, neneknya

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 25 Awal Terbentuknya Ordre De L’ombre

    Pertempuran telah usai. Di tengah malam yang pekat, Arthur berdiri di depan reruntuhan kuil tua yang kini sunyi dan mencekam. Angin dingin berembus pelan, menyapu dedaunan kering dan membawa aroma besi yang pekat dari darah segar yang baru saja tertumpah. Ia menyarungkan pedangnya, langkahnya perlahan menembus keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara desir angin. Kuil itu dulunya adalah sarang para bandit — pusat dari segala kekacauan di hutan utara. Kini, setelah pertarungan berdarah yang mengakhiri nyawa pemimpin mereka, tempat itu hanya menyisakan puing-puing, sisa peralatan, dan hasil jarahan yang berserakan di mana-mana. Tumpukan emas, koin perak, peti artefak terlarang, hingga bahan makanan memenuhi setiap sudut ruangan. Jelas kelompok ini sudah lama beroperasi, terorganisir, dan berbahaya. Namun bukan harta yang menarik perhatian Arthur. Di sisi terdalam kuil, matanya menangkap sebuah lorong sempit yang nyaris tersembunyi di balik reruntuhan. Rasa ingin tahu menuntunn

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 24 Kebangkitan Darah Naga

    Teriakan “Serang!” memecah sunyi malam.Api unggun bergoyang liar, bayangan para bandit bergerak ke segala arah. Dua orang menyerbu lebih dulu, langkah mereka kasar, seperti orang yang terbiasa bertarung di jalanan. Golok pertama menyambar pundakku dari sisi kanan, aku menepisnya dengan sisi datar pedang, getarannya menyusup sampai ke pergelangan tanganku. Golok kedua meluncur rendah, membidik lutut. Aku melompat kecil ke samping, memutar pinggang, lalu menghantam rusuk penyerangnya dengan gagang pedang.“Ugh!”Napasnya terhenti, tubuhnya limbung, lalu jatuh tak bergerak.“Bocah sialan!” maki bandit bertubuh kekar dengan tongkat besi besar. Ia menyerbu tanpa ragu, ayunan tongkatnya berat dan brutal. Aku tidak mundur. Satu langkah maju, pinggangku memutar, dan dengan teknik Cakar Naga yang baru kupelajari dari latihan sore tadi, bilah pedangku menyayat diagonal — cukup dalam untuk membelah udara dan merobek perutnya.“Arrrggghhh!!”Jeritannya menembus langit malam. Darah memercik memba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status