Beranda / Fantasi / Sistem Penakluk Heroine / Bab 3 Tatapan Sang Ratu

Share

Bab 3 Tatapan Sang Ratu

Penulis: SATAN_666
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-13 01:02:00

Kerajaan Helios, terkenal sebagai salah satu kerajaan terkuat yang berada di Benua Glorious. Wilayahnya membentang luas, membentang dari pantai barat yang berombak hingga garis pantai timur yang tenang, dari pegunungan bersalju di utara hingga gurun tandus di selatan.

Pemerintahan pusat berlokasi di ibu kota Frieren, kota yang berdiri kokoh di tengah kerajaan. Dari sana, raja dan ratu memimpin dengan tangan besi namun bijak, dibantu empat Duke besar yang menjaga perbatasan.

Empat Pilar Pertahanan Helios :

Duke Ravencroft (Utara)

Wilayah yang membentang dari kaki Pegunungan Es hingga perbatasan utara, tempat badai salju tak pernah berhenti. Ravencroft adalah benteng alami yang memisahkan Helios dari tanah-tanah liar di luar. Pasukan mereka terbiasa berperang di medan beku dan mampu bertahan di tengah badai salju yang mematikan.

Duke Valenhardt (Barat Daya)

Penguasa jalur perdagangan laut barat daya. Kota pelabuhannya menjadi pusat arus barang dari luar benua, dan armada laut Valenhardt menjaga perairan Helios dari ancaman bajak laut atau invasi laut.

Duke Ainsworth (Tenggara)

Penjaga gerbang menuju Gurun Iblis di selatan. Benteng mereka berdiri di dua titik pertahanan besar. Satu di garis selatan dan satu lagi di tenggara. Pasukan Ainsworth terkenal tangguh dalam pertempuran di medan pasir dan iklim panas yang membakar.

Wilayah Pendragon (Barat)

Tempatku berada sekarang. Terkenal subur, penghasil kuda perang terbaik, dan rumah bagi pasukan kavaleri yang legendaris. Namun, kemakmuran ini dibayar mahal oleh ayahku, Duke Ardan Pendragon, gugur di medan perang ketika aku masih bayi. Kini, wilayah ini dipimpin oleh ibuku, Duchess Erina Pendragon, seorang wanita yang memimpin dengan wibawa dan kasih sayang.

Kota Nuhe adalah pusat administrasi dan kediaman keluarga Pendragon. Terletak dekat pantai barat, kota ini memiliki pelabuhan yang sibuk, pasar yang selalu ramai, dan jalur kuda yang menghubungkannya langsung ke ibu kota Frieren.

Dari jendela kamarku di istana Pendragon, aku bisa melihat bendera keluarga berkibar di menara, dan jalan utama yang hari ini penuh sesak oleh kereta-kereta bangsawan. Suara derap kuda berpadu dengan denting roda besi di atas batu, menandai datangnya para tamu penting.

Di dalam istana, suasana sibuk bagaikan sarang lebah. Pelayan berlalu-lalang membawa vas berisi mawar merah dan lili putih, peralatan makan perak yang mengilap, dan botol-botol anggur berusia puluhan tahun. Dari dapur, aroma daging rusa bakar, sup krim jamur, dan roti berlapis madu memenuhi udara, bercampur wangi kue tart dan buah segar.

Aku duduk di kursi besar di kamarku, mengenakan setelan bangsawan biru tua dengan mantel putih bersulam emas. Di dadaku tersemat pin keluarga Pendragon yang berlambang naga bersayap menggenggam pedang sebagai lambang kehormatan sekaligus beban takdir.

Liana, pelayan pribadiku, dengan telaten merapikan kerah mantelku.

“Tuan Arthur, Nyonya besar ingin Anda duduk di sebelahnya saat jamuan nanti,” ucapnya.

Aku menahan napas. Duduk di sebelah ibuku berarti berada di barisan terdepan… dan kemungkinan besar Ratu Helios akan memperhatikanku.

Sial… misi ini semakin sulit.

“Liana, siapa saja yang akan hadir selain keluarga kerajaan?” tanyaku pura-pura santai.

“Beberapa Duke dari wilayah lain, para bangsawan tinggi, dan tentu saja… Yang Mulia Ratu Helios bersama rombongan istana.” Liana menatapku sejenak, lalu tersenyum tipis.

“Sepertinya Anda akan menjadi pusat perhatian hari ini, Tuan Arthur.”

Pusat perhatian, sesuatu yang tepat ingin kuhindari. Dengan pesona A+ yang kumiliki, satu tatapan bisa menjadi awal masalah besar.

Dentang lonceng dari menara istana menggema sebagai tanda para tamu mulai memasuki aula utama. Liana membungkuk, lalu membimbingku melalui lorong panjang berhias lukisan para pendahulu keluarga Pendragon.

Pintu besar aula terbuka. Ruangan luas dengan langit-langit tinggi dihiasi lampu kristal raksasa, lantai marmer memantulkan cahaya, dan meja panjang penuh hidangan lezat. Bangsawan bercakap-cakap dengan senyum diplomatis, gelas anggur berkilauan di tangan mereka.

Namun, di tengah keramaian itu, pandanganku langsung tertuju pada satu sosok di ujung ruangan.

Gaun emasnya memantulkan cahaya seperti matahari sore. Rambut pirangnya panjang, ditata rapi, dan mahkota kecil bertatah permata biru menghiasi kepalanya. Sorot matanya tajam namun memikat, bagaikan elang yang mengamati mangsanya dari udara.

Ratu Helios, yang memiliki nama Rasya Helios.

Dan sialnya… saat tatapan kami bertemu. Dia tersenyum, senyuman yang tak bisa kutebak maksudnya, namun cukup membuat darahku terasa dingin.

Tatapan itu hanya berlangsung beberapa detik, namun rasanya seperti waktu berhenti.

Layar biru transparan tiba-tiba muncul di sudut pandangku, huruf-huruf bercahaya muncul satu per satu:

[DING!!]

[Peringatan!!]

Anda telah memasuki zona pengaruh Heroine Tingkat Grandmaster.

Nama: Rasya Helios

Status Hubungan: 0 Poin Kasih Sayang (Netral)

Potensi Obsesi: Tinggi

Risiko: Sangat Tinggi, Interaksi berlebihan dapat memicu jalur kematian.

Jantungku berdegup lebih cepat. Sial… ini benar-benar jalur yang ingin kuhindari.

Namun sebelum aku sempat berpaling, suara lembut namun penuh wibawa mengalun di udara.

“Itu… pasti Arthur Pendragon,” ujar Ratu Rasya dengan senyum samar, suaranya cukup keras untuk terdengar oleh banyak orang di aula.

Sejumlah bangsawan menoleh ke arahku. Beberapa membisikkan sesuatu, matanya memandang dengan rasa ingin tahu, atau mungkin rasa iri. Aku menundukkan kepala sedikit, berusaha mempertahankan ekspresi netral.

Ibuku, Duchess Erina, bangkit dari kursinya dan melambai memanggilku.

“Arthur, kemarilah. Duduk di sini, di sebelahku.”

Langkahku terasa berat saat berjalan menuju meja utama. Rasanya seperti setiap tatapan bangsawan di aula mengikuti gerakanku. Aku bisa merasakan Ratu Rasya memperhatikanku, seolah matanya menembus setiap lapisan topeng yang kupasang.

Begitu duduk, ibuku menyentuh lenganku sebentar, memberi isyarat halus agar aku tenang.

“Bersikaplah sopan, tapi jangan terlalu menonjol,” bisiknya singkat.

Pelayan mulai menghidangkan makanan. Aroma rempah dan daging panggang memenuhi udara. Namun selera makanku hampir menghilang saat Ratu Rasya mencondongkan tubuhnya sedikit ke arahku.

“Aku mendengar banyak tentangmu, Arthur,” katanya sambil menatapku tanpa berkedip. “Kabar tentang Tuan Muda Pendragon yang… menghilang dari perhatian publik selama ini.”

Aku menelan ludah.

“Saya hanya menjalani kehidupan seperti yang seharusnya, Yang Mulia,” jawabku hati-hati.

Senyumannya semakin lebar, tapi ada sesuatu di matanya, campuran rasa ingin tahu, dan sesuatu yang sulit dijelaskan… seperti benih obsesi.

Sistem kembali memunculkan pesan:

[Poin Ketertarikan Rasya Helios +2]

Status Hubungan: Netral (2/100)

Peringatan: Peningkatan ketertarikan terdeteksi.

Aku menunduk sedikit, mencoba memutus kontak mata, namun aku tahu ini baru awal. Ratu Rasya Helios bukan wanita biasa. Dia adalah badai yang bisa menyeretku ke takdir kematian seperti di game… jika aku tidak hati-hati.

Ratu Rasya masih menatapku seperti seekor kucing yang baru saja menemukan mainan barunya. Di sekitar meja utama, percakapan bangsawan lain terdengar samar, namun aku bisa merasakan sebagian besar topik mereka tentang diriku.

Sial… kalau ini berlanjut, aku akan menjadi pusat gosip sebelum jamuan ini berakhir.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 26 Bayangan yang Mengawasi

    Setelah malam itu — malam ketika bibit Ordre De L’Ombre pertama kali ditanam, Arthur menyadari satu hal: semua ini baru permulaan. Ia harus kembali sebelum matahari terbit. Ia tak ingin ibu maupun neneknya tahu bahwa ia menyelinap keluar mansion pada malam hari. Maka, dengan langkah cepat dan hati-hati, Arthur menyusuri jalan setapak yang membawanya kembali ke mansion keluarga Pendragon. Sebelum berpisah, ia meminta Neria, gadis yang baru saja dibebaskannya dari Kutukan Abaddon, untuk sementara tinggal di sebuah penginapan kecil tak jauh dari mansion, sekitar dua kilometer jauhnya. Itu adalah tempat aman, setidaknya sampai mereka merencanakan langkah selanjutnya. Namun apa yang tidak Arthur ketahui… adalah bahwa ia tidak pernah benar-benar sendirian malam itu. Dari kejauhan, di balik kabut malam yang dingin, sepasang mata tajam telah mengawasinya sejak awal. Irene Pendragon, neneknya

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 25 Awal Terbentuknya Ordre de l’Ombre”

    Pertempuran telah usai.Di tengah malam yang pekat, Arthur berdiri di depan reruntuhan kuil tua yang kini sunyi dan mencekam. Angin dingin berembus pelan, menyapu dedaunan kering dan membawa aroma besi yang pekat dari darah segar yang baru saja tertumpah. Ia menyarungkan pedangnya, langkahnya perlahan menembus keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara desir angin.Kuil itu dulunya adalah sarang para bandit — pusat dari segala kekacauan di hutan utara. Kini, setelah pertarungan berdarah yang mengakhiri nyawa pemimpin mereka, tempat itu hanya menyisakan puing-puing, sisa peralatan, dan hasil jarahan yang berserakan di mana-mana. Tumpukan emas, koin perak, peti artefak terlarang, hingga bahan makanan memenuhi setiap sudut ruangan. Jelas kelompok ini sudah lama beroperasi, terorganisir, dan berbahaya.Namun bukan harta yang menarik perhatian Arthur.Di sisi terdalam kuil, matanya menangkap sebuah lorong sempit yang nyaris tersembunyi di balik reruntuhan. Rasa ingin tahu menuntunnya mela

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 24 Kebangkitan Darah Naga

    Teriakan “Serang!” memecah sunyi malam.Api unggun bergoyang liar, bayangan para bandit bergerak ke segala arah. Dua orang menyerbu lebih dulu, langkah mereka kasar, seperti orang yang terbiasa bertarung di jalanan. Golok pertama menyambar pundakku dari sisi kanan, aku menepisnya dengan sisi datar pedang, getarannya menyusup sampai ke pergelangan tanganku. Golok kedua meluncur rendah, membidik lutut. Aku melompat kecil ke samping, memutar pinggang, lalu menghantam rusuk penyerangnya dengan gagang pedang.“Ugh!”Napasnya terhenti, tubuhnya limbung, lalu jatuh tak bergerak.“Bocah sialan!” maki bandit bertubuh kekar dengan tongkat besi besar. Ia menyerbu tanpa ragu, ayunan tongkatnya berat dan brutal. Aku tidak mundur. Satu langkah maju, pinggangku memutar, dan dengan teknik Cakar Naga yang baru kupelajari dari latihan sore tadi, bilah pedangku menyayat diagonal — cukup dalam untuk membelah udara dan merobek perutnya.“Arrrggghhh!!”Jeritannya menembus langit malam. Darah memercik memba

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 23 Jejak Darah Pertama

    Malam sudah melewati puncaknya ketika suara itu terdengar di dalam kepalaku. Terasa dingin, tanpa emosi, hanya sebaris teks yang muncul di ruang pikiranku.[DING!][Misi Samping: Hancurkan Sarang Bandit di Hutan Utara][Hadiah: Item Misterius + EXP]Aku menatap kosong langit-langit kamar yang temaram. Nafasku masih terasa berat sisa latihan sore tadi. Sendi-sendi seolah berderit protes, tapi kilau kalimat biru itu menyalakan sesuatu yang lebih keras daripada rasa sakit."Meski terkadang sistem memberikanku misi secara tidak terduga, hadiahnya pasti bagus. Apalagi aku masih memiliki rasa semangat bertarung setelah mengalahkan bayangan itu.”Aku bangkit pelan. Kamar gelap; hanya sepotong cahaya bulan yang menyelinap dari sela tirai. Aku mengenakan mantel tipis, menutup pin Pendragon dengan kain kusam, lalu menyelipkan pedang latihan berpelindung tipis, bilah baja pendek yang biasa kupakai di arena latihan. Beratnya terasa pas di telapak

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 22 Bayangan Masa Lalu dan Permulaan Takdir

    Satu jam berlalu sejak Irene memanggil makhluk bayangan itu. Arena latihan kini sunyi, hanya terdengar napas terengah-engah dari seorang bocah laki-laki yang terbaring di tengah lantai.Arthur tergeletak tanpa daya. Seluruh tubuhnya memar, napasnya memburu berat, dan keringat membasahi lantai marmer di bawahnya. Setiap helaan napas terasa seperti beban besar yang menghantam dadanya. Ia mencoba menggerakkan jari, sekadar untuk duduk, namun bahkan itu pun terasa mustahil.Pertarungan barusan benar-benar menguras segalanya.Bukan hanya tenaga… tetapi juga harga dirinya.Di sisi arena, Irene berdiri dengan tangan bersedekap. Wajahnya tenang, bibirnya melengkung membentuk senyuman samar saat memandang cucunya. Bukan senyum mengejek, melainkan kebanggaan yang tidak ia sembunyikan.“Cukup bagus…” gumamnya pelan.Bagi Irene, ini adalah pertama kalinya ia menyaksikan sendiri kemampuan cucunya dalam pertarungan nyata. Dan hasilnya… melebih

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 21 Bayang-Bayang Pertunangan

    Malam itu berakhir dengan ketegangan yang belum sepenuhnya terurai. Setelah Irene Pendragon menyingkap sedikit kebenaran mengenai sosok berjubah hitam, suasana di aula menjadi berat.Arthur hanya bisa menunduk dalam, pikirannya dipenuhi gema kata-kata yang baru saja didengarnya. Celina di sampingnya terdiam, wajahnya pucat, seolah dunia yang ia kenal tiba-tiba retak.Akhirnya, Irene mengibaskan tangan, memberi isyarat bahwa pembicaraan malam ini selesai.“Baiklah, cukup. Istirahatlah."Pelayan segera masuk, memberi hormat, lalu membimbing Celina menuju kamar tamu di bagian timur. Gadis Ravencroft itu berjalan dengan kepala sedikit tertunduk, seakan menyembunyikan badai yang berkecamuk di hatinya. Sebelum berbelok, ia sempat menatap Arthur sekilas, tatapannya singkat, dingin, namun bergetar samar.Arthur hanya bisa membalas dengan anggukan kecil. Ada jarak di antara mereka yang belum pernah terasa sedingin ini.Sementara itu,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status