Home / Fantasi / Sistem Penakluk Heroine / Bab 4 Undangan Rahasia Ratu

Share

Bab 4 Undangan Rahasia Ratu

Author: SATAN_666
last update Huling Na-update: 2025-09-13 01:20:17

Aula besar keluarga Pendragon berkilau diterangi ribuan lilin dari lampu kristal raksasa. Meja panjang penuh hidangan mewah membentang dari ujung ke ujung. Aroma daging rusa panggang, sup jamur krim, dan kue tart stroberi bercampur jadi satu, membuat para bangsawan tersenyum puas sambil mengangkat gelas anggur.

Aku duduk di kursi utama di samping ibuku, Duchess Erina. Meski berusaha tenang, aku bisa merasakan tatapan asing menusukku dari segala arah.

“Arthur…” suara ibuku lembut, tapi sorot matanya memberi isyarat tegas: tenang, jangan panik.

Namun, ketenangan itu segera pecah. Dari seberang meja, Ratu Rasya Helios bersuara.

“Aku penasaran,” ujarnya, jarinya mengetuk gelas anggur hingga terdengar dentingan tipis. “Kenapa seorang anak dari keluarga seagung Pendragon jarang terlihat di acara resmi kerajaan? Padahal usiamu sudah cukup untuk mulai diperkenalkan ke lingkaran politik.”

Semua percakapan terhenti. Puluhan pasang mata menatapku.

Aku tersenyum tipis.

“Karena ibuku mengajarkan, bahwa waktu untuk memikul beban politik akan datang dengan sendirinya. Sampai saat itu tiba, aku belajar… secara diam-diam.”

Beberapa bangsawan berbisik, ada yang mengangguk, ada pula yang menyeringai sinis. Rasya mencondongkan tubuhnya, matanya menilai tiap gerakanku.

“Diam-diam, hmm? Aku menyukai orang yang tahu kapan harus berbicara, dan kapan harus diam. Tapi ingat, Tuan Muda Pendragon… diam terlalu lama bisa membuat orang melupakanmu.”

[DING!!]

[Efek Psikologis: Tekanan Sang Grandmaster]

[Semua aksi sosial berikutnya dengan target ini memiliki risiko ganda terhadap Obsesi jika salah langkah]

Aku menahan napas. Rasya benar-benar sedang menguji mental dan keberanianku.

Ibuku segera memotong dengan senyum anggun.

“Yang Mulia, Arthur baru saja memulai pendidikan resminya dalam urusan internal Pendragon. Saya yakin waktunya akan segera datang.”

Rasya hanya mengangguk kecil dan kembali pada makanannya, tapi aku tahu itu bukan akhir… hanya jeda.

Sementara itu, sistem menampilkan notifikasi lain:

[Deteksi Potensi Heroine]

Lady Celina Ravencroft – Potensi Heroine (Perak Tingkat Tinggi)

Aku melirik ke arah barisan Ravencroft. Seorang gadis berambut biru panjang duduk anggun, wajahnya tegas tapi cantik, sorot matanya tajam seolah menembus kebohongan siapa pun. Hanya satu tatapan singkat darinya sudah cukup membuat bulu kudukku merinding.

Jamuan berlanjut dengan musik orkestra. Pelayan silih berganti menyajikan hidangan, sementara percakapan para bangsawan kembali riuh. Namun, aku bisa merasakan sebagian dari mereka masih melirik ke arahku dengan rasa ingin tahu.

Seorang bangsawan muda, mungkin berusia 17 tahun, menghampiriku dengan segelas anggur di tangan. Wajahnya angkuh, matanya memancarkan kesombongan.

“Jadi ini Arthur Pendragon? Aku kira putra keluarga legendaris akan lebih… menonjol.”

Aku menahan senyum. “Setiap orang punya waktunya sendiri untuk menonjol.”

[DING!]

[Efek Diplomasi: +1 Kepercayaan diri]

Pemuda itu mendengus dan mundur. Aku bisa merasakan rasa kesalnya karena tidak berhasil memancing reaksiku.

Sementara itu, Lady Celina Ravencroft sesekali melirikku lagi dari ujung meja. Tatapannya singkat, namun cukup untuk menegaskan bahwa ia bukan sekadar penonton di panggung politik ini.

[Informasi Heroine: Celina Ravencroft]

Tingkat: Perak Tingkat Tinggi

Kesulitan Penaklukan: A

Status Hubungan: Netral (0/100)

Aku menghela napas pelan. Jumlah papan catur terus bertambah, sementara aku baru saja menjejakkan langkah pertama.

Ketika hidangan terakhir diangkat, para bangsawan berdiri untuk memberi salam kehormatan. Gaun-gaun sutra berdesir, kursi bergeser, dan langkah sepatu bergema di aula.

Aku berdiri bersama mereka, berusaha tetap tenang. Namun begitu aku berbalik, sosok Ratu Rasya sudah ada di belakangku. Senyumnya lembut, namun sorot matanya penuh rasa ingin tahu berbahaya.

“Tuan Muda Arthur. Aku harap kita bisa berbicara lebih banyak, secara pribadi”

[DING!!]

[Misi Samping: Undangan Rahasia Ratu]

[Hadiah: Informasi rahasia kerajaan + ???]

[Risiko: Jalur Kematian 35% jika salah memilih kata atau sikap]

Beberapa bangsawan langsung menoleh, berbisik dengan nada kagum, terkejut, bahkan iri. Ibuku menatapku tajam, seolah menyadari bahaya yang mendekat namun tak bisa menghentikannya di depan publik.

Aku menunduk sedikit, menjaga senyumku.

“Merupakan kehormatan besar bagiku, Yang Mulia.”

[DING!]

[Poin Keberanian +1]

[Resiko: Obsesi Rasya Helios meningkat]

Rasya tersenyum puas lalu berbalik. Gaun emasnya berkilau di bawah cahaya kristal, meninggalkan aroma mawar samar yang menusuk indra. Para bangsawan menatapku seolah aku baru saja menarik perhatian naga yang tertidur.

Tanganku secara refleks meremas pin di dadaku, begitu keras sampai hampir menusuk kulitku. Jantungku menghentak liar, bukan hanya cepat. Tapi seolah ingin meloncat keluar. Keringat dingin mengalir di pelipisku, menetes ke leherku, membuat kerah mantelku terasa sesak.

“Sial…” batinku gemetar. Ini bukan undangan biasa. Ini ibarat langkah pertama ke mulut naga, salah sedikit, aku bisa terbakar habis.

Dan setelah Ratu Rasya berbalik, suasana aula berubah pelan. Musik orkestra masih mengalun, para bangsawan masih berbincang, namun ada bisik-bisik yang jelas diarahkan padaku. Beberapa tersenyum penuh basa-basi ketika berpapasan, seakan ingin menunjukkan ketertarikan, sementara yang lain memandang dengan sinis, menyimpan rasa iri.

Aku merasakan beban di pundakku semakin berat. Rasanya setiap langkahku kini sudah dipantau oleh puluhan pasang mata yang ingin melihatku berhasil ataupun gagal.

Ibuku, Duchess Erina, mendekatkan wajahnya sedikit. Senyum anggun masih terpasang, namun suara lirihnya terdengar hanya untukku.

“Arthur, kau baru saja menarik perhatian seekor naga. Berhati-hatilah”

Aku menelan ludah. Kalimat itu bukan sekadar peringatan seorang ibu, melainkan nasihat seorang penguasa yang tahu betapa licinnya politik kerajaan.

Jamuan perlahan mencapai puncaknya. Para bangsawan sebagian memberi salam perpisahan, meninggalkan aula dengan wajah puas. Lady Celina Ravencroft lewat tak jauh dariku, sekilas matanya bertemu denganku lagi. Kali ini ada sesuatu di balik sorot matanya, seperti rasa ingin tahu bercampur penilaian.

[DING!!]

[Sistem Notifikasi]

[Lady Celina Ravencroft – Minat +1]

Status Hubungan: Netral (1/100)

Aku menghela napas. Bahkan tanpa berbuat banyak, pesona A+ milikku bekerja seperti magnet. Sialnya, magnet ini bisa menarik yang kuinginkan maupun yang bisa menghancurkanku.

Aku kembali ke sisi ibuku. Ia menyentuh lenganku dengan lembut, menatapku lekat-lekat.

“Arthur, besok pagi aku ingin berbicara denganmu lebih panjang. Tapi saat ini…” ia melirik sekilas ke arah pintu keluar tempat Ratu Rasya berdiri “…aku tahu kau tak bisa menolak undangannya.”

Aku hanya mengangguk pelan.

Di sisi lain aula, Liana menghampiriku dengan langkah tenang. Ia membungkuk sopan, lalu berbisik.

“Tuan, kamar Anda sudah dipersiapkan. Jika diperlukan, saya bisa menunggu di luar ruang pertemuan dengan Yang Mulia.”

Aku menatapnya sejenak, lalu mengangguk. Kehadiran Liana, sekecil apapun, memberiku sedikit rasa aman.

[DING!]

[Poin Kasih Sayang Liana +3]

Status Hubungan: Netral (3/100)

Saat aku berjalan keluar aula, cahaya lilin berkilau di dinding koridor panjang, menciptakan bayangan yang bergoyang di lantai marmer. Langkah-langkahku bergema, berat, seakan setiap langkah membawaku semakin dekat ke jurang.

Aku tahu, pertemuan pribadi dengan Ratu Rasya bukan sekadar percakapan biasa. Itu adalah pintu masuk ke jalur skenario seperti di game, yang membuat Arthur Pendragon jatuh ke dalam tragedi.

Sistem kembali muncul, huruf bercahaya biru menari di hadapanku:

[DING!!]

[Peringatan]

[Pertemuan pribadi dengan Ratu Rasya akan memicu titik percabangan takdir]

[Setiap kata, tatapan, dan sikap Anda akan memengaruhi masa depan]

Aku mengepalkan tangan.

“Apapun yang terjadi. Aku akan mengendalikan takdirku sendiri"

Dan dengan itu, aku melangkah ke pintu tempat Ratu Rasya menungguku.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 29 Api di Perbatasan

    Tiga tahun lalu – Perbatasan Kerajaan Zeraphir dan Kekaisaran BeelzebubMalam itu langit Nethrazel tampak seperti luka terbuka. Merah pekat menyelimuti cakrawala, dan dari arah barat kobaran api membumbung tinggi — menyala-nyala seperti lidah neraka yang menjilat langit. Aroma besi dan belerang menebal di udara. Angin malam membawa jeritan prajurit, dentingan logam, dan bau daging terbakar.Aku berdiri di puncak tebing, jubah hitam berlumur darah berkibar tertiup badai. Di bawah sana, ribuan pasukan Zeraphir dan Beelzebub masih bertarung sengit meski matahari sudah lama tenggelam. Tanah basah oleh darah, dan bumi sendiri seolah menangis menahan beban perang ini.Semua ini… hanya karena satu penghinaan.Satu bulan lalu, seorang pangeran dari Kekaisaran Beelzebub — sombong, angkuh, dan buta akan perbedaan — datang ke istanaku membawa proposal pernikahan. Ia berkata ingin “menyelamatkan darah Zeraphir dari kesia-siaan” dengan menikahiku.Aku tidak marah karena ia melamarku — aku marah ka

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 28 Bayangan Sang Putri Pembantaian

    Namaku Monica, salah satu pelayan di Istana Velgrath — istana megah yang menjadi tempat tinggal Ratu Karina, penguasa tertinggi Kerajaan Zeraphir.Aku baru berusia delapan belas tahun, dan meskipun statusku hanyalah pelayan biasa, bekerja di istana ini jauh berbeda dari menjadi pelayan di tempat lain. Setiap langkah di koridor istana penuh keagungan ini membawa beban sejarah… dan ketakutan.Tiga tahun telah berlalu sejak hari itu — hari yang tak pernah bisa kulupakan. Saat itu, Ratu Karina kembali ke istana setelah perjalanan panjangnya ke luar kerajaan. Namun kali ini ia tidak datang sendiri. Di sisinya, berjalan seorang anak laki-laki berambut hitam legam, tampak berusia sekitar dua belas tahun.Meskipun masih muda, sorot matanya tajam dan wajahnya menunjukkan keteguhan luar biasa. Aku bahkan sempat berpikir, jika ia dewasa nanti, ia akan tumbuh menjadi sosok yang sangat tampan dan karismatik.Hanya berselang tujuh hari setelah kedatangannya, Ratu Karina membuat pengumuman yang meng

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 27 Fragmen yang Hilang

    Rasa sakit itu datang tanpa peringatan.Tubuh Arthur seperti terbakar dari dalam. Urat-uratnya berdenyut hebat, seolah ada sesuatu yang merangkak liar di bawah kulitnya. Napasnya tersengal, pandangannya kabur. Lantai marmer yang dingin di bawah kakinya terasa jauh, seolah ia jatuh ke dalam jurang tak berdasar.“Aaaarghhh!”Teriakan itu pecah tanpa kendali, memecah kesunyian ruangan. Darah segar mengalir deras dari hidungnya. Tubuhnya terhempas ke lantai. Rasa sakit itu terlalu menyiksa — jauh melampaui apa pun yang pernah ia alami sebelumnya.Lalu, seolah semuanya hanyalah mimpi buruk, perlahan rasa sakit itu mereda.Arthur terengah-engah. Punggungnya bersandar pada dinding, napasnya memburu seperti habis berlari bermil-mil. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Saat kesadarannya mulai kembali sedikit demi sedikit, matanya terbuka… dan tubuhnya membeku.“...Hah?”Ini… ruang tamu? Tidak. Bukan kamarnya. Bukan tempat yang ia ingat.Arthur tidak mengenali gaya arsitektur ruangan in

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 26 Bayangan yang Mengawasi

    Setelah malam itu — malam ketika bibit Ordre De L’Ombre pertama kali ditanam, Arthur menyadari satu hal: semua ini baru permulaan. Ia harus kembali sebelum matahari terbit. Ia tak ingin ibu maupun neneknya tahu bahwa ia menyelinap keluar mansion pada malam hari. Maka, dengan langkah cepat dan hati-hati, Arthur menyusuri jalan setapak yang membawanya kembali ke mansion keluarga Pendragon. Sebelum berpisah, ia meminta Neria, gadis yang baru saja dibebaskannya dari Kutukan Abaddon, untuk sementara tinggal di sebuah penginapan kecil tak jauh dari mansion, sekitar dua kilometer jauhnya. Itu adalah tempat aman, setidaknya sampai mereka merencanakan langkah selanjutnya. Namun apa yang tidak Arthur ketahui… adalah bahwa ia tidak pernah benar-benar sendirian malam itu. Dari kejauhan, di balik kabut malam yang dingin, sepasang mata tajam telah mengawasinya sejak awal. Irene Pendragon, neneknya

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 25 Awal Terbentuknya Ordre De L’ombre

    Pertempuran telah usai. Di tengah malam yang pekat, Arthur berdiri di depan reruntuhan kuil tua yang kini sunyi dan mencekam. Angin dingin berembus pelan, menyapu dedaunan kering dan membawa aroma besi yang pekat dari darah segar yang baru saja tertumpah. Ia menyarungkan pedangnya, langkahnya perlahan menembus keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara desir angin. Kuil itu dulunya adalah sarang para bandit — pusat dari segala kekacauan di hutan utara. Kini, setelah pertarungan berdarah yang mengakhiri nyawa pemimpin mereka, tempat itu hanya menyisakan puing-puing, sisa peralatan, dan hasil jarahan yang berserakan di mana-mana. Tumpukan emas, koin perak, peti artefak terlarang, hingga bahan makanan memenuhi setiap sudut ruangan. Jelas kelompok ini sudah lama beroperasi, terorganisir, dan berbahaya. Namun bukan harta yang menarik perhatian Arthur. Di sisi terdalam kuil, matanya menangkap sebuah lorong sempit yang nyaris tersembunyi di balik reruntuhan. Rasa ingin tahu menuntunn

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 24 Kebangkitan Darah Naga

    Teriakan “Serang!” memecah sunyi malam.Api unggun bergoyang liar, bayangan para bandit bergerak ke segala arah. Dua orang menyerbu lebih dulu, langkah mereka kasar, seperti orang yang terbiasa bertarung di jalanan. Golok pertama menyambar pundakku dari sisi kanan, aku menepisnya dengan sisi datar pedang, getarannya menyusup sampai ke pergelangan tanganku. Golok kedua meluncur rendah, membidik lutut. Aku melompat kecil ke samping, memutar pinggang, lalu menghantam rusuk penyerangnya dengan gagang pedang.“Ugh!”Napasnya terhenti, tubuhnya limbung, lalu jatuh tak bergerak.“Bocah sialan!” maki bandit bertubuh kekar dengan tongkat besi besar. Ia menyerbu tanpa ragu, ayunan tongkatnya berat dan brutal. Aku tidak mundur. Satu langkah maju, pinggangku memutar, dan dengan teknik Cakar Naga yang baru kupelajari dari latihan sore tadi, bilah pedangku menyayat diagonal — cukup dalam untuk membelah udara dan merobek perutnya.“Arrrggghhh!!”Jeritannya menembus langit malam. Darah memercik memba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status