Home / Fantasi / Sistem Penakluk Heroine / Bab 5 Bayangan Sang Ratu

Share

Bab 5 Bayangan Sang Ratu

Author: SATAN_666
last update Last Updated: 2025-09-13 01:21:50

POV : Erina Pendragon

Aula besar keluarga Pendragon perlahan mulai lengang. Denting gelas anggur berganti dengan suara langkah para bangsawan yang meninggalkan ruangan. Namun bagi Erina Pendragon, suasana itu justru terasa semakin menyesakkan.

Ia berdiri tegak di sudut aula, gaun ungu tua berhiaskan bordir perak masih berkilau diterpa cahaya lilin raksasa. Rambut pirangnya tersanggul rapi, setiap gerakannya tetap penuh wibawa. Tetapi, sorot matanya… tak bisa menyembunyikan kegelisahan saat menatap punggung putranya.

Arthur, putra tunggalnya, berjalan mantap menuju pintu besar di mana Ratu Rasya Helios menunggu.

Bagi sebagian bangsawan, pemandangan itu tampak seperti sebuah kehormatan besar, seorang ratu mengundang anak dari keluarga Pendragon secara pribadi. Mereka berbisik kagum, iri, bahkan ada yang memandang penuh harap akan peluang politik baru.

Namun bagi Erina, semua itu bukanlah kehormatan. Melainkan tanda bahaya.

Jantung Erina berdegup lebih cepat. Tetapi wajahnya tetap terjaga, senyum anggun tidak pernah lepas. Ia tahu, di dunia para bangsawan, ekspresi sekecil apapun bisa dipelintir menjadi kelemahan. Tatapan mata yang goyah dapat berubah menjadi peluru, dan bisikan kecil bisa jadi pisau yang menghancurkan nama keluarga.

Namun, di dalam hatinya yang terdalam, Erina berbisik lirih:

“Arthur… kau masih terlalu muda untuk masuk ke lingkaran kotor ini.”

Arthur adalah darah dagingnya, satu-satunya warisan hidup dari mendiang suaminya, Duke Ardan Pendragon. Sejak kematian Ardan di medan perang, Erina memutuskan untuk memikul seluruh beban politik, melindungi Arthur dari setiap intrik. Ia menutup telinga putranya dari gosip bangsawan, menyingkirkan orang-orang yang mencoba mendekat, dan memastikan nama Arthur tetap berada di balik tirai, aman dari permainan politik yang mematikan.

Ia tahu betul bagaimana panggung politik bekerja. Ini bukan sekadar perjamuan. Ini adalah arena gladiator tanpa pedang, di mana senyuman bisa membunuh, tatapan bisa menjerat, dan satu kalimat salah bisa menjatuhkan seluruh keluarga dalam kehancuran.

“Arthur masih harus belajar banyak,” batin Erina, jemarinya mengepal di balik lipatan gaun. “Belum saatnya ia menanggung beban itu. Itu tugasku, bukan miliknya. Setidaknya… sampai dia cukup kuat untuk berdiri sendiri.”

Namun malam ini, Erina sadar, ia tidak lagi punya pilihan. Ratu Rasya Helios bukan wanita biasa. Dia adalah predator. Seorang penguasa dengan kekuatan Grandmaster, yang kelicikan politiknya sama tajamnya dengan pedangnya. Menolak undangan pribadi Rasya berarti menampar wajah ratu di depan seluruh bangsawan. Itu sama saja dengan menandatangani vonis kehancuran bagi keluarga Pendragon.

Erina menggertakkan gigi dalam diam. Ia benci kenyataan ini, tapi tidak bisa melawan.

“Arthur… hari ini kau melangkah ke panggung yang belum seharusnya kau masuki.”

Ia menatap punggung putranya sekali lagi. Pundak kecil itu tampak tegap, tapi bagi Erina, masih rapuh. Ia tahu Arthur mewarisi karisma ayahnya, sorot mata yang mampu memikat orang. Namun justru itulah bahayanya. Pesona itu adalah cahaya… dan cahaya selalu menarik perhatian bayangan yang lapar.

Semoga anak itu mampu bertahan.

Semoga ia cukup bijak untuk menahan lidah, cukup kuat untuk menahan tatapan, dan cukup tenang untuk tidak terpancing oleh jebakan manis seorang ratu.

Erina menarik napas panjang, mencoba menenangkan debar jantungnya. Ia menutup mata sejenak, membiarkan dirinya berdoa dalam hati, doa yang hanya bisa ia simpan dalam diam.

Dan ketika ia kembali membuka matanya, seorang bangsawan menghampirinya, membungkuk dengan sopan sambil mengucapkan salam perpisahan. Erina membalasnya dengan senyum anggun yang sempurna, seolah tak ada badai yang tengah bergemuruh di dalam dadanya.

Namun di balik senyum itu, seorang ibu tengah menahan rasa takut yang tak seorang pun boleh tahu.

Erina merasa… bayangan panjang telah jatuh ke atas keluarganya. Bayangan sang ratu. Bayangan yang indah, berkilau… namun berbahaya, siap membakar habis siapa pun yang terlalu berani mendekat.

Langkah Arthur semakin menjauh, bergema di aula yang kini hanya diterangi cahaya redup lilin dan bisik-bisik kecil para bangsawan yang enggan pulang. Bagi Erina, setiap detik terasa melambat. Hatinya seperti ditusuk ribuan jarum ketika melihat putranya menjauh dari pelukan perlindungan seorang ibu, berjalan sendirian menuju mulut predator.

Erina tahu benar: Rasya tidak pernah ramah tanpa maksud. Wanita itu adalah ratu dengan senyum manis namun beracun, penguasa yang mampu menaklukkan lawan tanpa pedang, hanya dengan kata-kata yang dilapisi madu. Setiap undangannya adalah jerat. Terlebih undangan pribadi, itu bukanlah kehormatan, melainkan ujian berlapis racun, penuh intrik dan bahaya.

“Ardan…” batin Erina, menahan gejolak yang memukul dadanya. “Andai kau masih hidup… kau pasti berdiri di sisinya saat ini.”

Sudut matanya terasa panas, air mata nyaris mengalir. Namun, Erina cepat mengangkat jemarinya, menyusuri pelipis dengan gerakan anggun seolah hanya merapikan riasan. Tidak ada seorang pun boleh melihat kelemahannya.

Ia adalah Duchess Pendragon. Mawar baja yang berdiri di atas kehancuran perang. Simbol kekuatan, kehormatan, dan keteguhan bagi seluruh bangsawan barat.

Namun di balik itu semua, ia hanyalah seorang ibu, seorang ibu yang hatinya diguncang ketakutan, menyaksikan putranya dipaksa melangkah sendirian ke medan permainan berbahaya yang belum semestinya ia jalani.

Erina menegakkan punggung, menatap pintu besar yang baru saja tertutup di belakang Arthur. Senyum tipis tetap melekat di wajahnya, menjaga topeng bangsawan yang sempurna. Tetapi di balik senyum itu, doanya terucap lirih, hanya untuk dirinya sendiri:

“Semoga kau kuat, Arthur. Jangan biarkan dirimu hanyut dalam pesona sang ratu. Ingatlah… kau juga seorang naga, bukan mangsa.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 29 Api di Perbatasan

    Tiga tahun lalu – Perbatasan Kerajaan Zeraphir dan Kekaisaran BeelzebubMalam itu langit Nethrazel tampak seperti luka terbuka. Merah pekat menyelimuti cakrawala, dan dari arah barat kobaran api membumbung tinggi — menyala-nyala seperti lidah neraka yang menjilat langit. Aroma besi dan belerang menebal di udara. Angin malam membawa jeritan prajurit, dentingan logam, dan bau daging terbakar.Aku berdiri di puncak tebing, jubah hitam berlumur darah berkibar tertiup badai. Di bawah sana, ribuan pasukan Zeraphir dan Beelzebub masih bertarung sengit meski matahari sudah lama tenggelam. Tanah basah oleh darah, dan bumi sendiri seolah menangis menahan beban perang ini.Semua ini… hanya karena satu penghinaan.Satu bulan lalu, seorang pangeran dari Kekaisaran Beelzebub — sombong, angkuh, dan buta akan perbedaan — datang ke istanaku membawa proposal pernikahan. Ia berkata ingin “menyelamatkan darah Zeraphir dari kesia-siaan” dengan menikahiku.Aku tidak marah karena ia melamarku — aku marah ka

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 28 Bayangan Sang Putri Pembantaian

    Namaku Monica, salah satu pelayan di Istana Velgrath — istana megah yang menjadi tempat tinggal Ratu Karina, penguasa tertinggi Kerajaan Zeraphir.Aku baru berusia delapan belas tahun, dan meskipun statusku hanyalah pelayan biasa, bekerja di istana ini jauh berbeda dari menjadi pelayan di tempat lain. Setiap langkah di koridor istana penuh keagungan ini membawa beban sejarah… dan ketakutan.Tiga tahun telah berlalu sejak hari itu — hari yang tak pernah bisa kulupakan. Saat itu, Ratu Karina kembali ke istana setelah perjalanan panjangnya ke luar kerajaan. Namun kali ini ia tidak datang sendiri. Di sisinya, berjalan seorang anak laki-laki berambut hitam legam, tampak berusia sekitar dua belas tahun.Meskipun masih muda, sorot matanya tajam dan wajahnya menunjukkan keteguhan luar biasa. Aku bahkan sempat berpikir, jika ia dewasa nanti, ia akan tumbuh menjadi sosok yang sangat tampan dan karismatik.Hanya berselang tujuh hari setelah kedatangannya, Ratu Karina membuat pengumuman yang meng

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 27 Fragmen yang Hilang

    Rasa sakit itu datang tanpa peringatan.Tubuh Arthur seperti terbakar dari dalam. Urat-uratnya berdenyut hebat, seolah ada sesuatu yang merangkak liar di bawah kulitnya. Napasnya tersengal, pandangannya kabur. Lantai marmer yang dingin di bawah kakinya terasa jauh, seolah ia jatuh ke dalam jurang tak berdasar.“Aaaarghhh!”Teriakan itu pecah tanpa kendali, memecah kesunyian ruangan. Darah segar mengalir deras dari hidungnya. Tubuhnya terhempas ke lantai. Rasa sakit itu terlalu menyiksa — jauh melampaui apa pun yang pernah ia alami sebelumnya.Lalu, seolah semuanya hanyalah mimpi buruk, perlahan rasa sakit itu mereda.Arthur terengah-engah. Punggungnya bersandar pada dinding, napasnya memburu seperti habis berlari bermil-mil. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Saat kesadarannya mulai kembali sedikit demi sedikit, matanya terbuka… dan tubuhnya membeku.“...Hah?”Ini… ruang tamu? Tidak. Bukan kamarnya. Bukan tempat yang ia ingat.Arthur tidak mengenali gaya arsitektur ruangan in

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 26 Bayangan yang Mengawasi

    Setelah malam itu — malam ketika bibit Ordre De L’Ombre pertama kali ditanam, Arthur menyadari satu hal: semua ini baru permulaan. Ia harus kembali sebelum matahari terbit. Ia tak ingin ibu maupun neneknya tahu bahwa ia menyelinap keluar mansion pada malam hari. Maka, dengan langkah cepat dan hati-hati, Arthur menyusuri jalan setapak yang membawanya kembali ke mansion keluarga Pendragon. Sebelum berpisah, ia meminta Neria, gadis yang baru saja dibebaskannya dari Kutukan Abaddon, untuk sementara tinggal di sebuah penginapan kecil tak jauh dari mansion, sekitar dua kilometer jauhnya. Itu adalah tempat aman, setidaknya sampai mereka merencanakan langkah selanjutnya. Namun apa yang tidak Arthur ketahui… adalah bahwa ia tidak pernah benar-benar sendirian malam itu. Dari kejauhan, di balik kabut malam yang dingin, sepasang mata tajam telah mengawasinya sejak awal. Irene Pendragon, neneknya

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 25 Awal Terbentuknya Ordre De L’ombre

    Pertempuran telah usai. Di tengah malam yang pekat, Arthur berdiri di depan reruntuhan kuil tua yang kini sunyi dan mencekam. Angin dingin berembus pelan, menyapu dedaunan kering dan membawa aroma besi yang pekat dari darah segar yang baru saja tertumpah. Ia menyarungkan pedangnya, langkahnya perlahan menembus keheningan yang hanya dipecahkan oleh suara desir angin. Kuil itu dulunya adalah sarang para bandit — pusat dari segala kekacauan di hutan utara. Kini, setelah pertarungan berdarah yang mengakhiri nyawa pemimpin mereka, tempat itu hanya menyisakan puing-puing, sisa peralatan, dan hasil jarahan yang berserakan di mana-mana. Tumpukan emas, koin perak, peti artefak terlarang, hingga bahan makanan memenuhi setiap sudut ruangan. Jelas kelompok ini sudah lama beroperasi, terorganisir, dan berbahaya. Namun bukan harta yang menarik perhatian Arthur. Di sisi terdalam kuil, matanya menangkap sebuah lorong sempit yang nyaris tersembunyi di balik reruntuhan. Rasa ingin tahu menuntunn

  • Sistem Penakluk Heroine   Bab 24 Kebangkitan Darah Naga

    Teriakan “Serang!” memecah sunyi malam.Api unggun bergoyang liar, bayangan para bandit bergerak ke segala arah. Dua orang menyerbu lebih dulu, langkah mereka kasar, seperti orang yang terbiasa bertarung di jalanan. Golok pertama menyambar pundakku dari sisi kanan, aku menepisnya dengan sisi datar pedang, getarannya menyusup sampai ke pergelangan tanganku. Golok kedua meluncur rendah, membidik lutut. Aku melompat kecil ke samping, memutar pinggang, lalu menghantam rusuk penyerangnya dengan gagang pedang.“Ugh!”Napasnya terhenti, tubuhnya limbung, lalu jatuh tak bergerak.“Bocah sialan!” maki bandit bertubuh kekar dengan tongkat besi besar. Ia menyerbu tanpa ragu, ayunan tongkatnya berat dan brutal. Aku tidak mundur. Satu langkah maju, pinggangku memutar, dan dengan teknik Cakar Naga yang baru kupelajari dari latihan sore tadi, bilah pedangku menyayat diagonal — cukup dalam untuk membelah udara dan merobek perutnya.“Arrrggghhh!!”Jeritannya menembus langit malam. Darah memercik memba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status