"Lu mau pinjam berapa?" tanya Nabila setelah beberapa detik terdiam. Sudah ia duga, Metta sedang ada masalah.
"Mmm ... dua puluh juta, Nab," jawab Metta terdengar ragu-ragu."Ehmm." Nabila berdeham. Uang dua puluh juta bukan sedikit, pikirnya. "Lu ada masalah apa?" tanyanya hati-hati."Nyo–nyokap gue sakit, gula darahnya tinggi banget," ungkap sang sahabat.Nabil menyimak."Udah sepekan nyokap gue di rumah sakit, Nab. Waktu itu operasi, ada gumpalan darah kotor di pahanya. Ini alhamdulilah, kata dokter sudah baikan. Mungkin satu atau dua hari lagi udah boleh pulang. Tapi gue mesti bayar biaya rumah sakit dan obatnya, Nab," jelas Metta dengan suara bergetar seperti hendak menangis.Metta jarang meminta tolong. Justru wanita itu yang sering menolong Nabila. Selama tiga bulan lebih Nabila tinggal bersamanya di satu ruangan, ia hanya sering memikirkan uang patungan untuk membayar kamar saja. Sementara Metta, hampir setiap hari membagi makanan kepadanya. Bahkan Metta-lah yang menolongnya ketika di malam hari ia diusir dulu."Oke, kirim nomor rekening kamu. Nanti aku transfer," jawab Nabila. Ia tidak tega mendengar sahabatnya kesusahan seperti ini. Lagi pula, toh ia sudah punya uang banyak.Keluarga Veronica menjanjikan uang setengah milyar untuk ia menjadi ibu pengganti dan ia sudah dibayar sejumlah seratus juta rupiah. Sisanya akan diberikan ketika ia sudah selesai melahirkan nanti. Ditambah uang bulanan yang ia terima. Lebih dari cukup untuknya yang terbiasa kekurangan selama ini."Ma–makasih, Nab!" pekik tertahan Metta dari seberang sana."Oke, sama-sama. Salam buat nyokaplu ya. Moga lekas sembuh," ucap Nabila seraya tersenyum."Oke! Gue mau ke apotik dulu nebus obat.""Kirim nomor rekening!" pesan Nabila lagi."Sip! Udah dulu. Sekali lagi makasih ya, Nab! Assalamualaikum!"Nabila pun menjawab salam dari sahabatnya itu.Setelah beberapa menit berbicara dengan sahabatnya, kemudian Nabila menutup telepon. Wanita muda itu lalu mentransfer uang yang ia janjikan seusai Metta mengirim nomor rekening.Ting![Makasih banyak, Nab! In syaa Allah aku usahakan bisa balikin dengan segera ya!] Chat dari Metta.[Iya. Yang penting nyokap sembuh dulu.][Emoticon love]Kedua sudut bibir Nabila tertarik ke atas. Ia bahagia bisa membantu sahabatnya itu."Hmm, dari pada bengong lagi, bikin roti aaah ...!" seru Nabila pada diri sendiri. Ia pun melangkah ke luar kamar dan menuju ke arah dapur.Nabila ingin menyiapkan perlengkapan dan bahan untuk membuat roti seperti telur, mentega, dan tepung. Ia pun mengambil benda-benda itu dari lemari kitchen set di atas meja kompor."Mau masak?"Karena terkejut mendengar suara Zack yang tiba-tiba muncul, hampir saja Nabila menjatuhkan sebungkus tepung yang sudah robek bungkusnya. Alhasil wajahnya terkena tumpahan sebagian benda berbentuk bubuk tersebut."Eh, Nabila! Kamu nggak apa-apa?" Zack terlihat cemas ketika melihat wanita di depannya kelilipan bubuk tepung. Ia pun mencoba membantu ikut membersihkan tepung yang mengotori pakaian Nabila.Wanita muda itu berusaha membersihkan mata dengan tangan. Namun, masih saja terasa ada sampah di sana."Sini!"Nabila terdiam ketika tiba-tiba saja Zack menangkup wajah itu dengan kedua telapak tangannya yang lebar. Kemudian pria tampan tersebut meniupkan udara ke arah mata Nabila."Masih?" tanya Zack dengan telapak tangannya masih menangkup wajah yang belepotan tepung tersebut."I–iya ...," lirih Nabila bohong, padahal matanya sudah terasa nyaman, "di–di sini." Wanita muda itu menunjuk ke matanya yang sebelah kanan dan entah mengapa kakinya melangkah makin mendekat hingga jarak wajah pria di hadapannya itu tak lebih dari sejengkal saja.Zack tertegun melihat gelagat yang tidak biasa dari Nabila. Ia heran dengan sikap wanita muda itu yang semakin lama semakin mendekat ke arahnya. Ia kembali meniup ke arah yang ditunjukkan Nabila."Hmm ... maaf, aku sudah mengagetkan kamu," tutur pria tampan tersebut seraya melangkah mundur. Ketika kedua mata Zack melihat ada sapu di dekatnya, ia refleks mengambil benda itu untuk menghindar sebentar dari Nabila. 'Ada apa dengan Nabila?' tanyanya membatin.Nabila merasa tidak enak hati. Ia sadar jika Zack telah menangkap tingkah lakunya yang aneh barusan. Wanita muda itu tersenyum getir. "Nggak apa-apa," jawabnya dengan wajah yang terasa menghangat. Ia sedikit kesal dengan dirinya sendiri. Mengapa bertindak ofensif seperti tadi. "Hmm ... kamu kok, balik lagi?" tanya Nabila kepada Zack. Ia meraih sebuah lap bersih, lalu mengelap tangannya yang juga sedikit terkena tepung.Pria itu tadi sudah berangkat ke kantor. Baru setengah perjalanan, tetapi ia teringat sesuatu, lalu memutuskan untuk kembali lagi."Ada file yang ketinggalan," jawab Zack tanpa menoleh ke arah Nabila. Setelah ia menyapu lantai yang terkena bubuk tepung, pria tampan itu langsung meletakkan sapunya ke tempat semula. "Aku ambil dulu file-nya. Oh, iya! Aku akan langsung pergi lagi ya!" Zack berbicara sambil berjalan menjauh menaiki tangga menuju ke kamarnya.Nabila hanya bisa mengembuskan napas dan melipat bibirnya. Tidak lama kemudian ia melihat Zack turun dari lantai atas, dan pria itu langsung melangkah pergi ke luar. Entah mengapa Nabila merasa Zack menghindari mereka bertatap mata.Berusaha menepis suasana hati yang mulai tidak nyaman, Nabila lantas melanjutkan aktivitasnya untuk membuat kue.***"Gimana kabar nyokaplu?" tanya Nabila kepada Metta yang berada di seberang benua sana melalui saluran telepon."Alhamdulillah, semenjak keluar rumah sakit nyokap gue makin baik, Nab. Makasih banyak lu udah bantuin buat biaya perawatannya ya," ucap Metta tulus, "eh, gimana kabar si om-om ganteng, Zack?" lanjutnya bertanya.Dari awal Nabila ke rumah itu, memang ia sering menceritakan kepada Metta perihal suami dari Veronica itu.Mulanya Nabila hanya mengagumi ketampanan pria tersebut. Sama sekali ia tidak akan berpikir akan punya perasaan lebih. Apalagi mengingat usia mereka yang terpaut cukup jauh. Ia tadinya hanya menganggap Zack seperti kakak laki-laki atau bahkan seorang paman. Namun, apa daya ... ternyata pesona pria itu tak mampu ia tolak begitu saja.Nabila menyadari, semakin bertambah waktu, semakin bertambah pula kekaguman dirinya kepada lelaki bule itu.Metta sudah mengira kalau Nabila kini memiliki perasaan berbeda kepada Zack. Gadis itu jadi mengkhawatirkan sahabatnya."Makin hari dia makin ganteng aja, Met," bisik Nabila dengan wajah menghangat."Lu jangan bilang kalo lu jatuh cinta sama dia ya ...," ujar Metta dengan nada mengancam, tetapi ia sambil tertawa. Gadis itu berusaha menafikan, ia anggap tidak mungkin kalau Nabila sampai jatuh cinta pada pria berumur itu.Nabila terdiam. Dulu Metta juga bilang seperti itu. Akan tetapi, pada saat itu, perkataan tersebut memang hanyalah sebuah candaan yang mengundang tawa di antara mereka berdua. Nabila pun dulu yakin, tidak mungkin ia menaruh hati dengan pria yang jauh di atas usianya. Apalagi seorang pria yang berkebangsaan asing. Tentu saja sama sekali bukan type-nya. Ia dulu suka dengan pria lokal dengan warna kulit eksotis yang tampak macho. Rupanya dia salah, ternyata walau berkulit putih pun ... Zack terlihat sangat macho di matanya."Nab!" panggil Metta membuyarkan lamunan sahabatnya.Nabila tersentak. "Eh, i–ya kenapa, Met?" tanya Nabila tergagap.Metta menariknya kembali ke dunia nyata setelah melamun membayangkan wajah rupawan pria yang bernama Zack. "Nab, lu sudah jatuh cinta sama si Zack itu, 'kan?" tebak Metta tanpa basa-basi.Kembali Nabila terdiam.Hening .....NextNabila melirik sebentar ke arah Zack. Ia sama sekali tidak mau menyahuti. Wanita muda itu lalu menoleh ke arah Hana dan mengulurkan tangan sembari meringis kesakitan."Kamu nggak apa-apa, Nabila?" tanya Hana cemas seraya membantu memapah adiknya."Sakit, Kaak ...," rengek wanita muda itu sembari bangkit perlahan."Zayn ...." Tiba-tiba Zack tersadar akan putra kecilnya yang terlihat khawatir pada ibunya itu. Zayn menoleh ke arah ayahnya. Ia terlihat tengah mengingat-ingat. "Dad ... Daddy ...," ucapnya ketika ingatannya mulai terbuka. Zack tersenyum, kemudian memeluk putra kecilnya itu dengan perasaan membuncah dan penuh keharuan. Ia sangat merindu."Kaaak ...!" Tiba-tiba Nabila kembali merengek pada Hana.Zack menoleh ke arah Nabila dan pandangan matanya mengikuti pandangan wanita muda itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat air bercampur darah yang mengalir ke lantai."Nabila! Kita mesti ke UGD!" ujar Hana panik, "Zack, tolong panggil perawat!" suruhnya pada Zack."O–oke!" Zack den
"Pak, cepat ya!" seru Zack kepada supir mobil taksi yang ia tumpangi. Sungguh hatinya merasa gelisah karena sudah tiga hari ini—sejak ia sampai di LA dan bahkan sampai kembali ke Indonesia— handphone Nabila tidak bisa dihubungi. Ia yakin Nabila saat ini kembali menghindar darinya. Bahkan ia tahu dari Max, kalau wanita muda itu kini sudah tidak lagi berada di rumah mereka. "Baik, Mister. Saya usahakan!" jawab sang supir sembari memutar roda mobil, kemudian membawa kendaraan itu keluar dari area parkir airport. Arus lalulintas di jalanan terlihat ramai lancar.Tak berapa lama kemudian terdengar suara dering ponsel milik Zack. Pria itu lekas merogoh benda segi empat tersebut dari saku jaket kulitnya. Tertera nama Max di sana."Ya, Max! Aku sudah sampai di bandara Soetta dan sekarang lagi on the way pulang ke Bekasi," jelas Zack kepada sang sahabat."Oh, iya. Gimana? Nabila sudah bisa dihubungi?" tanya Max. Semenjak Zack tidak bisa menghubungi kontak sang istri, ia mengerahkan siapa saja
"Gimana, sudah ada kabar?" Zack saat ini sedang dalam panggilan telepon dengan sahabatnya, Max. Tadi pria itu menghubungi Max untuk mencarikan chanel jet pribadi, agar ia bisa terbang menuju ke Amerika sesegera mungkin. Ia sangat khawatir akan kesehatan bayi kecilnya di rumah sakit."Oke, Bro. Sudah dapat, adikku selalu bisa diandalkan kalau soal ini," sahut Max dari seberang sana."Bagus. Aku sangat berterima kasih kepada kalian.""Jangan lebay!" Max mencandai Zack. "Ya sudah, kamu cepat ke bandara. Pilot sudah menuju ke sana.""Ok, Max. Thanks! Aku akan segera ke sana." Zack pun menutup teleponnya. "Gimana?" tanya Jennifer kepada putranya. Wanita tua itu jelas ingin sama-sama ikut ke Amerika."Sudah siap, Mom!" sahut Zack.Yasmin dan Surya sudah pulang ke rumahnya tadi. Mereka juga hendak bersiap-siap untuk berangkat dan melihat keadaan cucu kesayangan yang sedang sakit itu secara langsung.Zack terlihat memainkan ponselnya lagi. Ketika tersambung ...."Hallo, Pa. Jetnya sudah siap
Mendengar permintaan Nabila, Zack terpaku menatap nanar ke arah wanita muda itu. Tubuhnya terasa kaku seketika dan lidahnya pun kelu. Ia sudah mengira akan begini jadinya."Tidaaak ... tidak, Zack!" Yasmin menghambur ke arah menantunya sembari menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. Air matanya kini telah mengalir deras menganak sungai, "tolong kalian jangan bercerai ....""Yasmin!" Tiba-tiba terdengar selaan suara Jennifer memanggil besan wanitanya dari muka pintu.Sontak semua orang menoleh ke arah sumber suara. Zayn tidak lagi berada bersamanya karena ia telah meletakkan balita kecil yang telah tidur nyenyak tersebut di ranjang di kamarnya."Jangan pengaruhi putraku lagi. Kamu tidak lihat apa yang telah anakmu perbuat, heh?" ujar Jennifer dengan suara yang datar tetapi begitu penuh penekanan. Ia jelas marah dengan perselingkuhan Veronica.Surya hanya terdiam di sana. Ia mewajarkan jika Nabila dan Jennifer bersikap seperti itu. Apa yang dilakukan putri tunggalnya itu meman
"Di–di ... dia ...." Nabila tergagap di sana dengan wajah yang kini telah basah karena air mata. "Kamu kenapa, Nabila?" tanya Jennifer panik sembari meraih cucunya dan dengan cepat memegang bahu Nabila yang saat ini terlihat aneh. Nabila terlihat pucat dan bibirnya gemetar di sana. "I–itu ...." Dahi Jennifer berkerut kencang melihat ke arah ponsel yang dilirik oleh Nabila. Dengan cepat wanita tua itu meraih benda segi empat tersebut sambil menggoyang-goyangkan badannya berusaha menenangkan sang cucu yang merengek di gendongannya. Akhirnya Zayn tampak mulai tenang dan hendak kembali tidur di dekapan sang nenek.Nabila terduduk di ranjang Zayn dengan wajah yang masih pias. Ia tertunduk sembari menyusut kedua matanya yang basah. Wanita muda itu terlihat sangat shock.Sementara Jennifer, ia membuka ponsel Zack yang layarnya memang sudah berada di perpesanan WA. Dengan cepat ia memutar video yang ada di sana. Betapa terkejutnya Jennifer melihat apa yang ada di video tersebut. Kedua mata
Hari ini Yasmin dan Surya mengunjungi rumah Zack juga Nabila. Mereka baru saja selesai makan malam bersama. Surya sudah diberitahukan oleh sang istri kalau sebenarnya Zayn bukanlah cucu mereka. Bahkan tidak ada hubungan darah sama sekali.Akan tetapi, Surya memutuskan untuk bersikap bijak. Ia tidak mau mempermasalahkan hal itu. Zayn adalah putra dari Zack, menantunya. Itu cukup mengartikan kalau Zayn sama saja dengan cucunya sendiri.Setelah berkomunikasi dengan sang suami, Yasmin merasa lebih lega. Pandangan suaminya sedikit banyak ikut mempengaruhi pikirannya yang tadinya terasa kusut dan runyam. Selama ini ia tidak menyukai Nabila, karena dianggap sebagai duri dalam rumah tangga putrinya. Akan tetapi, ia tidak sanggup untuk membenci Zayn. Dirinya sudah telanjur sayang, bahkan ia merasa rindu untuk selalu bertemu balita kecil tersebut."Zayn tetaplah cucu kami," ucap Surya sembari tersenyum hangat kepada semua orang, "kami menyayangi Zayn sama seperti kepada Thomas," lanjutnya.Zack