Lauretta baru saja keluar dari kamarnya. Mengenakan gaun cantik berwarna biru laut serta higheels senada. Penampilannya yang selalu sempurna meskipun dirinya hanya berada di dalam mansion.
Dirinya melangkah menuruni tangga menuju lantai utama. Pergi pada ruang makan di mana masih kosong di sana. Ia duduk di tempatnya. “Di mana Abramo?” tanya Lauretta pada salah satu pelayan yang tengah berjaga di belakang kursinya. “Senora, senor Abramo tidak hadir dalam makan malam.” Asisten pribadi Lauretta yang berdiri tak jauh dari tempatnya melangkah mendekat. Membisikan sesuatu tepat di telinga senoranya. Lantas ia membawakan ponsel Lauretta untuk wanita cantik itu lihat. Sebuah pesan dari Abramo yang tak sempat ia baca. 'Pergilah keluar untuk makan malam. Aku memiliki urusan dan tidak akan pulang.' Ia berikan kembali ponselnya pada Sherly— asisten pribadinya. Lalu ia meminta pelayan untuk menyajikan makanan sebab yang berada di ruang makan malam ini hanyalah dirinya. Sementara Abramo tidak akan pulang, dan mama serta ayah mertua yang tengah melakukan dinas luar kota. “Hot Americano,” pinta Amor setelah duduk pada kursi yang telah digeret oleh seorang pelayan. Kontan membuat atensi Lauretta melirik pria itu. Ia melupakan keberadaanya bahwa malam ini masih ada Amor. Dirinya tak sendiri. Tapi pria ini justru tak makan malam di ruang makan, hanya menyesap secangkir coffee saja. Sesaat lirikan Lauretta tertuju pada Amor yang sibuk pada ponsel di tangannya. Acuh tak acuh sikap pria itu kini seperti tak menganggap Lauretta ada. Bahkan tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Amor yang suka menggoda seperti sebelumnya. Penolakan kejam Lauretta beberapa hari yang lalu ternyata mampu membuat pria itu diam. Beberapa hari tanpa gangguan Amor membuat kesepian kembali memeluknya. Tak apa. Rasa sepi memang sudah menjadi sahabat karib. Pelayan mengambil bekas piring di atas meja, menyisakan satu gelas redwine yang langsung diambil Lauretta. Ia goyangkan gelas panjang itu perlahan, mencium wangi lalu menyesapnya perlahan. Tatapan matanya lurus ke depan tepat pada Amor yang masih dalam posisi sana. Untuk apa datang ke meja makan jika hanya meminum secangkir coffee? Kau bisa meminumnya di dalam kamarmu. Batin wanita cantik ini. Satu piring buah segar sebagai penutup disajikan oleh pelayan di atas meja. Beberapa buah ceri merah merona begitu menggoda, masuk ke dalam bibir yang dipoles lipstik tak kalah merahnya, hancur mengeluarkan sari-sari manis di dalam mulut Lauretta berhenti mengunyah saat ia dengar suara seorang wanita yang dengan manjanya memanggil nama Amor, dibuat-buat mendayu-dayu sedemikian rupa. Wanita bertubuh langsing terbalutkan mini dress tubuhnya yang memperlihatkan paha begitu seksi. Berjalan kaki jenjangnya menuju Amor. Tersenyum seraya merentangkan tangan, duduk di pangkuan pria itu yang menyambutnya dengan kecupan sensual pada leher. “Holla, Baby.” Amor menyapa. Lauretta melirik tajam. Tak pernah ada satupun manusia yang berani masuk menginjakkan kakinya ke dalam mansion besar Calbi tanpa undangan. Terlebih lagi wanita sembarangan yang saat ini berada di atas pangkuan Amor. Amor tahu betul peraturan di dalam mansion, dan ia akan dicabik jika Johanes tahu. Amor berbisik pada wanitanya yang tak bisa Lauretta dengar entah itu apa. Pun langsung turun wanita tersebut dari pangkuan Amor, duduk benar pada tempatnya. “Lauretta?” Wanita ini tersenyum, namun Lauretta membalas dengan wajah datar. Lalu ia mengulurkan tangan. “Aku Mara Antonino, tunangan Amor.” Mara memperkenalkan diri dengan bangga tapi Lauretta justru hanya diam tak bergeming. Oh tunangan? Sejak kapan? Jauh-jauh hari Lauretta sempat mendengar jika pria di hadapannya ini memang tengah dekat dengan salah satu putri pemilik kartel besar di Mexico. Tidak disangka Amor dengan cepat membawanya ke Spanyol serta masuk ke dalam mansion Calbi. Tatapan lurus Lauretta membuat senyum di wajah Mara memudar, lantas ia menarik kembali tangannya, pun sebelum berhasil melakukan itu Lauretta lebih cepat menjabat tangan Mara yang masih sedikit terulur. “Holla, Mara,” sapa Lauretta tersenyum simpul. Setelah saling menjabat, fokus Mara kembali pada kekasih hatinya. Penuh perhatian Mara terhadap bajingan itu membuat Lauretta menjadi saksi bisu kedekatan mereka di sana. Hubungan mereka saling menguntungkan bisnis satu sama lain. Pun satu kata dari Amor jika ia setuju untuk menikahi Mara, maka jangkauan bisnis keluarga Calbi akan semakin kuat pun meluas. Tidak main-main Amor pasti langsung mendapatkan kekuasaan yang setara dengan Johanes. Lampu hijau untuk hubungan mereka telah menyala. Mara juga begitu terpesona pada Amor. Tinggal menunggu waktu baik agar pria ini bersedia. Seraya menyesap wine sedikit demi sedikit di dalam gelas. Sesekali pandangan Lauretta tertuju pada Amor. Berdecak ia di dalam hati. Kenapa pria itu tidak membawa Mara pergi dari ruang makan, dan malah terus berada di sana. Berduaan, berdekatan di depan matanya. Bajingan ini. Lauretta sama sekali tidak cemburu meskipun ia menyandang status sebagai mantan kekasih Amor. Sama sekali tidak. Hatinya bahkan sudah tak merasakan apa-apa lagi terhadap pria itu. Jengah melihat pasangan di hadapannya. Lauretta memberi isyarat pada pelayan untuk mengambil serbet di atas pahanya, menarik kursi yang ia duduki lantas berdiri. “Nikmati waktu kalian, aku akan pergi beristirahat.” Lauretta beranjak, berjalan pergi melangkah meninggalkan ruang makan. Meninggalkan Amor yang tak henti menatap lenggangnya hingga menghilang di balik tembok besar. Hingga Mara menyadarkan pria itu. “Kau tidak akan membawaku pergi dari sini? Aku sangat merindukanmu.” Mara berbisik disertai kata penuh arti. Lalu ia meniup daun telinga Amor begitu menggoda. ***** Kaki jenjang Mara melingkar pada pinggang Amor yang tak henti mengecup leher jenjangnya. Membuatnya menggeliat penuh nikmat disertai suara desah yang begitu menggoda. Mara duduk di atas meja dengan posisi mini dressnya yang telah melorot sebagian. Terpampang dada bulat nan seksi miliknya yang amat gencar Amor sentuh dan mainkan pada bagian puncak. Wajah tampan pria itu begitu menggoda kala dirinya terangsang. Matanya sayu serta napas yang tersenggal-senggal. Kecupan Amor mulai turun melumati setiap inci dada Mara. Menjilat serta mengulum puncak membuat wanita cantik ini mendongak ke atas pun menggigit bibir menahan setiap sentuhan panas darinya. Jemari Mara gencar membuka satu persatu kancing kemeja Amor. Membuka kemeja hitam pria itu hingga kini tampil tubuh sispack nan sempurna. Otot dada serta lekukan perut terlihat begitu indah. Tulang pinggang yang tergaris jelas serta bulu-bulu halus di bawah pusar. Mara mulai mengelus di bagian sana. “Ahhhh!” Keduanya saling menatap panas saat lengan Amor merobek underwear Mara. Menusukan benda panas nan keras miliknya ke dalam lubang kenikmatan wanita itu. Keduanya mulai mendesah, menikmati malam menuju surga. . . . Bersambung ....Melenggang Mara menyusuri lorong mansion Calbi lantai dua seraya membawa beberapa papperbag di tangannya. Cantik pun mendayu suaranya menyanyikan sebuah lagu. Ia merasa hidupnya semakin bahagia pun sempurna semenjak menyandang status sebagai nyonya Calbi.“Oh?”Kaki jenjangnya sesaat terhenti ketika ia mendapati adik iparnya baru saja keluar dari kamarnya bersama Amor. Entah yang Lauretta lakukan di dalam sana nan sangat mencurigakan terlebih lagi Mara tahu jika wanita itu ialah mantan kekasih suaminya.“Holla Mara?” sapa Lauretta. Melangkah dirinya menghampiri Mara yang terdiam dan mencoba untuk santai dan tak mulai mencecarnya.“Apa yang kau lakukan di dalam kamarku?” tanya Mara. Memasang badan namun tetap santai. Tetapi, kekesalan pada raut wajahnya tak bisa ia sembunyikan, dan Lauretta tahu jika wanita itu tengah menahan kesal.Sebagai seorang wanita yang telah memiliki suami dan anak, pantaskah dia masuk ke dalam kamar kakak iparnya sendiri yang kini bahkan telah memiliki seorang
Chihuahua, Mexico. Satu kakinya terangkat ke atas sementara tubuhnya tersentak-sentak seirama dengan desahan halus yang keluar dari bibirnya. Jemari lentik mencengkram kuat tuxedo hingga kusut di bagian kerah. Amor meraih bibir Lauretta lalu ia lumat panas, membelit lidah pun mereka bertukar saliva.Sebuah gedung di Chihuahua Mexico. Tengah di adakan pernikahan yang begitu besar. Mencakup orang-orang penting besar dari kalangan atas pun juga dunia bawah. Penyatuan antara dua klan besar. Yakni, Calbi dan Antonino.Pengantin wanita tengah berdandan seraya bercermin cantik. Mematut tubuhnya yang terbalut gaun pengantin putih nan sakral. Wajahnya dipenuhi binar-binar kebahagiaan serta tak lepas senyum pada bibirnya yang merona.Tinggal menghitung menit sebelum Mara Antonino resmi menjadi istri dari Amor Calbi. Pria yang amat sangat dicintai serta ia damba-dambakan. Status sebagai nyonya Calbi mampu ia dapatkan. Sukses dirinya membuat semua wanita yang menginginkan Amor patah hati.Sement
“Mudah saja bagimu mendapatkan nomorku, benar? Ada apa?”Mengapit ponsel di antara kepala serta bahunya dan berbicara kepada Gabriel yang tiba-tiba menghubungi. Entah dari mana pria itu bisa mendapatkan nomor ponselnya, yang pasti ia lakukan secara ilegal.Lauretta tengah sibuk berada di dapur. Membuat makan malam sendiri meskipun bisa ia pinta pelayan untuk membuatkannya. Namun, spesial yang satu ini ia tak ingin buatan orang lain.Telah terhidang di atas piring potongan tentakel gurita mentah, satu mangkuk kecil saus serta irisan tipis lemon. Makanan favoritnya yang akan dianggap aneh dan menjijikkan. Saat tinggal di kediaman Fiescho, ia akan diolok-olok sebab memakan makanan tersebut.Duduk di atas kursi meja dapur, Lauretta mulai menyantap makanannya dengan ponsel yang masih ia pegang di depan telinga.‘Aku ingin bertemu denganmu, maukah kau?’“Hanya kita berdua? Tanpa sepengetahuan Maria?” tukas Lauretta berterus terang. Meletakkan chopsticks di samping piringnya lalu ia menegak
“Rivalmu.”Berkedut sudut bibir Lauretta terus menatap lurus ke depan, enggan dirinya untuk menoleh. Tanpa ia lihat sosok di samping, telah ia ketahui dari Elazar yang menyebutkan status orang tersebut. Rival. Ya, musuh Lauretta dari zaman bersekolah dulu, dan itu hanya sebiji.“Holla Elazar.” Sebuah tangan terulur tepat di depan Lauretta. Jemari lentik nan cantik terhias nail art indah serta bertengger jam tangan mahal pada pergelangannya. Uluran itu tak ditujukan kepada Lauretta, melainkan pada Elazar di sisinya.Tangan mereka berjabat tepat di depan wajah Lauretta yang bergeming tak ingin menanggapi. Tak peduli sama sekali jika dirinya yang sebesar ini dilewatkan begitu saja tanpa sapaan. Dan justru dengan sengaja wanita itu lebih memilih untuk menyapa Elazar.Jika Lauretta adalah bara api, maka wanita cantik nan modis di sampingnya ini adalah koreknya.“Kudengar Auretta mengikuti balet, si? Ah ... aku tak sabar melihatnya,” tanya wanita bernama Maria ini. Tatapannya melayang melew
“Ck. Bukankah aku istrimu jika ayahku tak mati hari itu?”Perubahan besar terjadi dalam hidup Lauretta semenjak kematian ayahnya. Seperti ditinggalkan sebatang kara memikul beban yang begitu menumpuk. Seolah semua kesalahan ada padanya sehingga ia yang barus menanggung segalanya.Fiescho diambang kehancuran jika tak ada jabat tangan Calbi beberapa tahun yang lalu. Pernikahannya menyelamatkan seluruh anggota serta merta wilayah kekuasaan yang hampir dirampas dari tangan Fiescho. Lauretta sebagai tumbal yang dijual sekaligus tawanan berat antar dua keluarga. Ikatan mereka terjalin dengan adanya hubungan pernikahan.Manuel dan Johanes hampir menjadi besan. Johanes pemegang kekuasaan penuh Calbi, dan Manuel adalah calon pemegang kekuasaan yang dimilikki Fiescho. Dua keluarga kuat nan kokoh bersanding bersama mempererat suatu wilayah kekuasaan.Kehancuran dimulai dengan serangan tiba-tiba dari pihak musuh. Manuel dibunuh dalam pertempuran dan mati menjelang beberapa hari pernikahan putrin
Melenggang cantik kaki jenjangnya menelusuri area basement rumah sakit menuju mobilnya yang terpakir di sana. Membeliak Lauretta kontan menganga ketika ia mendapati dua pria sialan sedang mengotak-atik mobil miliknya. Satu pria berdiri menyender pada mobil, dan satunya bersimpuh di depan ban.Berjalan ia segera menghampiri mobilnya membuat si pria bersimpuh lantas berdiri. Higheels tinggi nan runcing ia kenakan menendang-nendang ban mobil yang kempes kini. “Apa yang dua sialan ini lakukan pada mobilku?!”“Little snake, mulutnya begitu tajam dan berbisa,” bisik Galnot pada Amor yang kemudian terkekeh menggeleng kepala. Pria bertubuh besar disertai banyak tato pada tangan kanan dan kirinya mundur ke belakang, membiarkan Amor menghadapi ular berbisa yang sedang mengamuk.“My little cat,” timpal Amor, kemudian melangkah menghadap sang tercinta yang sedang marah-marah karena ban mobilnya yang bocor. “Mobilmu rusak, jadi kupinta Galnot memeriksanya.”Bergerak pandangan Lauretta pada Amor se
Duduk berdampingan Lauretta bersama Amor di depan meja kerja dokter Leave yang kini tengah membaca hasil laporan kesehatan keduanya. Mendadak kebetulan sekali mereka berdua mengunjungi Leave dalam waktu yang bersamaan. Dan Lauretta amat sangat tak nyaman bertemu dengannya di tempat selain mansion Calbi.“Apa kalian datang bersama-sama?” Pertanyaan itu akhirnya dilontarkan oleh sang dokter.“Tentu saja tidak,” timpal Lauretta cepat. Diliriknya Amor sekilas kemudian kembali pada Leave. “Bagaimana hasil laporanku? Kurasa aku hamil,” imbuhnya benar-benar terang-terangan.Mengeryit dahi Amor mendengar pertanyaan monohok wanita di sampingnya. Pandangannya beralih pada Lauretta yang menatap lurus ke depan. Sementara Leave, di depan pria itu mengulum senyum seraya terus memeriksa hasil laporan.“Anak siapa yang kau kandung?” tanya Amor. Kontan mendapatkan lirikan dari wanita yang ditanyainya. “Sudah berapa bulan?” sambungnya bertanya lagi.Berdecak lidah Lauretta sebelum menjawab, mengalihkan
Satu buket bunga krisan putih Lauretta bawa untuk memperingati hari kematian ayahnya. Manuel merupakan sosok ayah yang tegas pun baik bagi Lauretta. Meskipun beberapa kenangan buruk tentang pria itu tak bisa dihindari. Diletakan buket bunga tersebut di atas makam sang ayah, lantas dirinya beserta Alexandro menunduk hormat. Pria dengan kemeja hitamnya pun berjalan masih dibantu oleh dua tongkat pada sisi kanan serta kirinya sebab luka di kakinya belum sepenuhnya sembuh. Alexandro ditarik Lauretta untuk ikut serta mengunjungi pemakaman meskipun dirinya tak mau. Karena jika tak dalam kondisi sakit, pria ini akan kabur entah ke mana seperti anggota keluarganya yang lain. Sungguh malang nasibmu, Papa. Tidak ada satupun orang yang mengingat hari kematianmu selain diriku. Kau pria yang selalu menjadi kebanggaan Hector serta seluruh pengikutmu. Namun bahkan pada hari kematianmu sama sekali tak ada pertemuan yang diadakan. “Tidak ada yang datang pada hari peringatan kematian si pengkhianat
Membuka mata Lauretta menatap langit-langit kamar. Menghela dirinya mengingat jika tadi malam ia tertidur di kamar Amor sebab pria itu mengobati lukanya. Beranjak dia memegangi perutnya yang telah terbalut kasa. Menyadari jika tubuhnya polos tak berpakaian.Lirikan matanya nan tajam pada Amor yang melangkah mendekatinya. Pria itu mematikan sulutan rokok sebelum mencapai ranjang. “Sudah bangun?”“Kau membuka pakaianku?” sosornya pada Amor.Tenang pun santai Amor terus mendekat. Berdiri dirinya tepat di depan ranjang. Dua tangan ia masukkan pada saku celana serta tatapannya jatuh pada Lauretta yang masih duduk di peraduan. “Si. Aku yang membukanya. Bukan hal aneh untuk melihat tubuhmu tanpa pakaian, kita pernah lebih dari itu,” timpalnya amat santai pun merasa tak berdosa.Lauretta berdecih membuang muka. Segera ia beringsut turun dari ranjang dengan selimut yang membelit di tubuhnya. Sementara Amor hanya diam dan mempehatikan, bahkan tak melarang ketika wanita itu dengan santainya men