Pintu lift perlahan terbuka, mengeluarkan suara berderit lembut saat mereka tiba di lantai VIP Hotel Diamond Rose. Tyler, Nathalie, Dona, dan Tessa melangkah keluar, disambut oleh keanggunan dan kemewahan yang menyelimuti koridor hotel.“Malam ini benar-benar luar biasa,” ujar Tyler sambil tersenyum lebar.Nathalie mengangguk setuju, rambut panjangnya terurai lembut saat ia melangkah. “Aku masih sulit percaya kalau Damien bisa memaafkan semua yang terjadi,” balasnya penuh rasa syukur.Kenangan tentang pertemuan di parkiran rumah sakit tadi terasa begitu nyata di benak mereka. Momen saat Damien dan Nathalie saling memaafkan memberikan mereka kedamaian yang telah lama hilang.Mereka berhenti sejenak di depan kamar Dona dan Tessa, saling bertukar salam perpisahan. "Sampai jumpa besok!" seru Tyler sambil melambaikan tangan, dan Nathalie menambahkan senyum hangat sebagai tanda perpisahan. Dona dan Tessa tersenyum lebar, masih terbawa kebahagiaan malam itu.Dengan langkah ringan, Tyler dan
"Da... Damien?" ucap Nathalie, sorot matanya dipenuhi ketakutan yang begitu jelas.Damien melangkah maju, menatap Nathalie dengan tatapan yang sulit diartikan."Damien! Tunggu!" Dona, yang berdiri tidak jauh dari Damien, maju selangkah, tangannya terulur hendak menahan pergerakannya. Namun, sebelum tangannya bisa meraih Damien, Tessa mencegatnya, menahan lengannya dengan lembut."Tessa, tapi..." Dona memandang sahabatnya dengan ragu.Tessa menggeleng pelan, memberikan isyarat halus pada Dona, seakan memberi tahu bahwa ini adalah sesuatu yang perlu diselesaikan tanpa campur tangan mereka. Dona pun akhirnya mundur, menahan diri meskipun jelas terlihat khawatir.Di sudut lain, Tyler memperhatikan gerak-gerik Damien dengan seksama. Kekhawatiran membayangi wajahnya, ia tahu bagaimana emosi Damien bisa meledak dalam situasi yang salah.Tanpa berpikir panjang, Tyler maju, mengambil posisi di depan Nathalie, siap melindungi Nathalie dari kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi."Bro, aku
Sadar bahwa tak ada lagi yang bisa ditutupi, Tessa menghela napas panjang sebelum akhirnya mulai menceritakan segalanya kepada Damien. Ia menceritakan peran Dona, Tyler, dan Nathalie, di mana Tyler adalah orang yang pertama kali menemukan keberadaan Chiara.Setiap detail diungkap, dari alasan mengapa mereka memutuskan untuk menyembunyikan hal ini hingga kenapa Tessa begitu gigih meminta Damien untuk pergi ke Roma. Semua ini ternyata bertujuan untuk mempertemukan Damien dan Chiara, meski dalam kenyataannya Damien justru menemukan Chiara tanpa bantuan mereka.Damien diam, menatap lurus ke depan. Tangannya bergerak perlahan mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri setelah mendengar penjelasan Tessa. Rasa campur aduk berkecamuk dalam pikirannya."Kalau kalian sudah tahu di mana Chiara, kenapa kalian tak memberitahuku sejak awal?" Kepalanya menunduk, tangan kanannya memegang keningnya."Dona dan Tyler takut, Pak Damien, kehilangan kontrol dan membuat semuanya jadi lebih rumit," jawab Te
Luca yang baru selesai makan siang terus tersenyum, ia terlibat dalam percakapan ringan bersama Chiara dan Damien secara bergantian. Bagi Luca, ini adalah kali pertama dia merasakan kehadiran keluarga yang utuh—ada sosok ‘ayah’ dan ibu bersamanya. Tatapan polosnya menggambarkan kebahagiaan yang tak bisa ia sembunyikan.Namun, di balik senyuman itu, masih ada jarak antara Damien dan Chiara. Setiap kali Damien mencoba membuka percakapan, Chiara hanya merespon singkat, tanpa benar-benar terlibat. Rasa canggung perlahan menyelimuti ruang VIP itu, terutama ketika Luca mulai lelah dan tertidur.Damien dan Chiara kini duduk terdiam di ruangan yang sama, hening. Suasana menjadi kaku, dengan hanya suara napas Luca yang pelan terdengar. Damien memandangi ponselnya, mencoba mengalihkan pikiran, namun sesekali mencuri pandang ke arah Chiara yang melakukan hal yang sama.Ada ketegangan yang menggantung di udara, namun kali ini Damien memilih untuk tidak membuka percakapan, takut memicu kemarahan C
Damien duduk di kursi sebelah tempat tidur Luca, mencoba terlihat santai meski setiap kali ia bertukar pandang dengan bocah itu, ia merasa sedang diintai oleh hewan buas. Luca, dengan wajah polos dan senyum manisnya, terus memanggil Damien dengan sebutan "ayah," sesuatu yang membuat hati Damien berbunga-bunga setiap kali mendengarnya. Namun, lebih dari itu, ada sesuatu yang jauh lebih mengerikan di ruangan ini—tatapan Chiara.Dari sofa di belakang Damien, Chiara duduk dengan kaki bersilang, mata tajamnya seperti pisau yang terus menusuk punggung Damien. Setiap kali ia mendengar Luca memanggil Damien "ayah," rahangnya mengeras, dan matanya semakin menyipit penuh kemarahan. Tapi Damien, pura-pura tak sadar akan tatapan mengancam itu, terus menemani sang putra bercakap-cakap."Jadi, kamu punya banyak hotel mewah, Ayah?" Luca bertanya penuh semangat, matanya berbinar.Damien menelan ludah, berusaha tetap tersenyum. "Ya, ayah punya beberapa hotel besar di seluruh dunia," jawabnya pelan, be
Saat Dokter dan perawat sedang mempersiapkan kepindahan Luca di kamar VIP, Chiara, Dona, dan Tessa masih terlibat pembicaraan di taman. Suasana berubah sedikit lebih serius ketika Dona memutuskan untuk menjelaskan alasan sebenarnya mereka menemani Damien ke Italia.“Chiara,” suara Dona terdengar lebih lembut dari sebelumnya, seolah ingin mempersiapkan Chiara untuk mendengar sesuatu yang penting.“Sebenarnya, alasan aku dan Tessa datang bersama Damien ke sini bukan hanya sekadar karena urusan pekerjaan. Tujuan kami datang yang sebenarnya karena ingin mempertemukan kalian.”Chiara menatap Dona dengan tatapan terkejut, sedikit bingung. Ia belum memahami maksud sepenuhnya.“Kami tahu, ada banyak hal yang belum terselesaikan antara kamu dan Damien. Tapi aku bisa menjadi saksi jika Damien sangat menyesali semuanya. Kami berharap, dengan pertemuan ini, kamu bisa mempertimbangkan untuk memaafkannya. Dia benar-benar ingin memperbaiki semuanya.”Tessa yang duduk di samping Chiara menambahkan de