Clara menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya. Jujur saja ia sedikit ragu untuk menemui dosennya. Tapi, ia takut jika ini memang menyangkut nilai IPK-nya. Bagaimanapun juga, ia harus membuang jauh pikiran-pikiran negatifnya. Masa depannya jauh lebih penting.
"Ayo Clara, jangan takut. Pak Arya juga manusia seperti kamu. Nggak ada yang perlu ditakutin," lirihnya.
Ia mencoba bersikap tenang. Karena ia gadis pemberani, tidak perlu takut dengan dosen muda seperti Pak Arya. Lagipula, gadis bar-bar sepertinya pasti bisa menguasai keadaan apapun yang terjadi.
Tak mau berlama-lama, ia pun berjalan pelan menuju gudang. Tak lupa ia membenarkan rambutnya yang berantakan karena tertiup angin saat di perjalanan tadi.
....
"Akhirnya kamu datang juga Clara Marshita Anjelika!" seru Pak Arya.
Ia menyerigai ke arahnya. Hal itu membuatnya bergidik ngeri. Baru kali ini ia melihat sisi lain dari dosen paling famous di kampus. Ternyata ... tidak sebaik yang ia kira.
Hal itu nampak pada caranya memandang Clara. Terlihat seperti seorang psikopat yang ingin menelan mangsa. Dalam hatinya selalu berdoa agar tidak terjadi apa-apa setelah ia keluar dari tempat gelap ini.
Ia merasa terkutuk bisa memiliki dosen seperti Pak Arya. Jika saja ia bisa, ia pasti akan mengutuk dosen killer itu menjadi katak. Kalau perlu semut sekalian.
Dan orang itu berjalan ke arahnya dengan langkah yang membuatnya merinding. Matanya terus tertuju padanya tanpa berkedip sedikit pun. Tatapannya seolah mengisyaratkan sebuah misi. Tapi ia tetap mencoba bersikap tenang agar Pak Arya tidak curiga.
Ia memejamkan mata dan ... ternyata Pak Arya hanya menatapnya sekilas saat berada tepat di sampingnya, kemudian melalui dirinya. Ia mencoba melirik dan mendapati dosennya sedang berdiri di ambang pintu gudang.
Kreeeeekk!
Pintu itu tertutup sempurna. Tak lupa pria itu mengunci mereka dari dalam. Ia pun tambah tidak mengerti dengan maksud sang dosen. Satu kata yang menggema dalam batinnya, aneh.
"Ya Tuhan ... kenapa pintunya dikunci? Apakah Pak Arya akan melakukan kejahatan padaku? Tenang Clara, tenang. Jangan mikir aneh-aneh," gumamnya dalam hati.
Ia ingin bersuara. Namun masih merancang kata-kata yang tepat untuk dilontarkan pada dosen mencurigakan ini. Karena jika salah ngomong satu kata saja, bisa habis dirinya nanti.
Pak Arya dosen yang killer, meskipun wajahnya kalem dan rupawan. Namun saat ini, yang Clara lihat adalah mata tajam dosen itu yang mirip dengan psikopat. Ia seperti bersiap untuk melukai korbannya.
"Kenapa Clara? Kamu bingung?"
Tiba-tiba, ia membuka percakapan yang semula sangat hening. Ia terlihat aneh hari ini. Pakaian yang rapi, tubuh yang wangi, dan ... terlihat seperti pengantin.
"A-ada apa ya, Pak? Kenapa saya dipanggil?" tanyanya terbata-bata.
Entah karena ia takut, atau karena bingung. Bicaranya menjadi terbata-bata seperti orang gagap. Ini bukan dirinya. Ia tipikal gadis yang tegas dan banyak bicara.
Pikiran-pikiran negatif terus muncul dalam benaknya. Pasalnya gudang ini sangat gelap dan kotor. Untuk apa dosen bertemu mahasiswi di tempat seperti itu, kalau bukan punya maksud tertentu?
"Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan?" tawar Pak Arya tiba-tiba.
Ia tersenyum ke arah gadis yang gemetar itu. Ia meneliti penampilan Clara dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pakaian selututnya menarik perhatian sang dosen.
Karena merasa diperhatikan, ia pun menutupi kaki jenjangnya dengan selendang yang ia kenakan. Ia merasa aneh jika diperhatikan secara intens begini. Karena yang ia lihat sekarang bukan Pak Arya yang mengajar di kelas, melainkan seorang psyco yang menakutkan.
"Rupanya gadis ini pemalu," gumam Arya menyerigai.
"Kesepakatan apa, Pak?" tanya Clara penasaran. Ia harap ini bukan kutukan akibat kemarin membentak mamanya.
"Saya bisa memberikan kamu nilai paling bagus di kampus. Itu artinya ... kamu tidak perlu ikut ujian dan tes sana-sini. Kamu tinggal menuruti syarat dari saya," ujarnya.
Clara mengeryitkan dahi. Ia tak paham dengan maksud pembicaraan sang dosen. Tapi ... ia tertarik untuk mengetahui syarat yang ia ajukan.
"Syarat? Apa syaratnya, Pak?" tanyanya. Ia menaikkan sebelah alisnya.
Arya menatapnya dengan intens. Seperti ingin membakar dirinya hidup-hidup. Apalagi sedari tadi, kaki jenjangnya menarik perhatian mata. Meskipun sudah ditutupi selendang, namun tetap kelihatan. Karena selendang yang ia kenakan sangat tipis.
Hal itu menampakkan lekuk kakinya, meskipun remang-remang.
"Syaratnya sangat mudah dan kamu pasti juga menginginkan hal ini. Karena ... tidak ada yang berani menolak syarat yang saya ajukan," ucapnya dengan bangga.
'Nih dosen kepedean banget, deh. Muka doang ganteng, ternyata kelakuan nggak lebih dari seorang iblis' gumam Clara.
Ingin rasanya ia mengeluarkan umpatan dan makian pada dosennya ini. Namun ia tahan, karena jika sampai itu terjadi ... masalahnya akan tambah runyam. Ia bisa dikeluarkan dari kampus karean alasan yang konyol.
"Kenapa kamu diam saja? Kamu tidak ingin mendengar syaratnya? Saya yakin, hidupmu akan berubah seratus delapan puluh derajat," ujar Arya. Hal itu membuat Clara semakin penasaran.
"Tidak usah bertele-tele, langsung to the point saja Pak! Saya tidak suka dengan kalimat yang bertele-tele. Membuang waktu saja," ketusnya.
Entah mimpi apa semalam, tiba-tiba ia menjadi gadis pemberani di depan dosen killer-nya ini. Biasanya ia menundukkan pandangan jika Pak Arya yang mengajar.
Aura keberanian dalam dirinya seakan keluar dari jiwa. Hal itu membuatnya semakin berani, ketika dosen kurang ajar ini dengan berani menatap dirinya.
"Menikah dengan saya!" seru Pak Arya.
Deg!
Syarat macam apa ini? Ia sama sekali tidak pernah menduga jika dosennya ini ternyata mengincar dirinya. Pantas saja setiap kali mengajar, selalu namanya yang disebut dan disuruh ini itu. Ternyata ada maksud terselubung di balik itu semua.
"Apa? Menikah dengan Bapak?"
Ia menepuk pipinya. Berharap ini hanyalah mimpi buruk yang menjadi bunga tidur saja. Ia tidak ingin menikah dengan orang lain, kecuali kekasihnya ... Algo.
Tak pernah terpikirkan olehnya, jika dosennya ini sangat kurang ajar. Bisa-bisanya menyuruh dirinya ke gudang yang gelap hanya untuk menyatakan hasratnya. Apakah ia layak disebut dosen yang teladan? Bahkan ia tak lebih dari seorang buaya buntung.
"Iya, menikahlah dengan saya! Saya akan memberikan kebahagiaan tiada tara hanya untuk, Adinda."
Ia berlutut di hadapan Clara. Kemudian mengeluarkan sebuah cincin berlian yang sangat gemerlap. Rasanya seperti melihat bintang di malam hari. Apalagi di tengah kegelapan seperti ini.
"Maaf, saya tidak tertarik dengan tawaran Anda. Karena saya sudah memiliki pacar dan segera menikah," jawabnya asal.
Ia sendiri tidak tahu mengapa mulutnya tidak bisa mengerem kalau ngomong. Padahal ia tidak akan menikah, orang hubungannya saja tidak mendapatkan restu dari orang tua. Bagaimana bisa langsung menikah?
"Kamu bisa meninggalkan pacar jelekmu itu. Kamu perempuan paling beruntung karena bisa menyentuh hati saya. Saya sangat mencintai kamu, Clara Marshita Anjelika! Will you marry me?"
Ia masih berlutut dengan cincin yang ia sodorkan pada gadis itu. Ia terlihat sangat percaya diri. Karena merasa yakin jika Clara tidak mungkin menolak dosen tampan yang memiliki banyak fans.
Namun, harapan itu salah. Dengan keras Clara menampik cincin lamaran itu. Karena ia merasa jijik dengan dosennya ini. Cara yang ia lakukan terkesan murahan baginya. Karena sama saja ia adalah pecundang. Tidak berani datang ke orang tuanya seperti yang kekasihnya lakukan.
"Maaf, Anda ini sedang bermimpi! Tolong segera bangun dari mimpi Anda! Karena saya bukan gadis seperti fans-nya fanatik Anda di luar sana. Saya merasa jijik dengan sikap Anda yang seperti ini. Terkesan norak. Dan satu lagi ... saya tidak mau menikah dengan laki-laki yang tidak saya cintai. Anda bukan tipe saya!" tegas Clara penuh penekanan.
Tanpa rasa ragu dan goyah sedikit pun, ia menolak dengan tegas ajakan dosennya untuk menikah. Karena ini sangat aneh. Mereka hanya sebatas mahasiswi dan dosen, tidak lebih dari itu.
Bahkan orang seperti Pak Arya adalah orang yang paling Clara benci. Karena sok kepedean, sok berkuasa, dan yang lebih parah lagi ... menyalahkangunakan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri.
Benar-benar menjijikkan!
"Jangan asal bicara kamu! Kamu pikir siapa dirimu bisa menolak saya seperti itu? Kamu pikir dirimu sudah cantik dengan menolak saya? Jika dengan cara halus tidak bisa, saya akan menggunakan cara kasar untuk mendapatkan kamu!"
Brak! Brak! Brak!Ia menggebrak pintu gudang yang terbuat dari besi itu. Berharap ada yang membukakan pintu untuknya. Ia sangat takut dengan kemurkaan Pak Arya yang ingin menelannya hidup-hidup."Tolong! Tolong! Tolong!" Teriakan Clara menggema di dalam gudang. Namun tiada guna ia berteriak sekencang apa pun. Pasalnya ... suara dari dalam tidak bisa terdengar dari luar. Namun, suara dari luar bisa terdengar dari dalam."Teriaklah sekencang-kencangnya, Sayang! Karena tidak akan ada yang mendengar suara kamu. Karena ruangan ini kedap suara. Jadi suaranya hanya terdengar dari dalam saja," ucap Arya menyerigai.Ia berjalan ke arah gadis itu dengan langkah mematikan. Setiap langkahnya membuat Clara semakin ketakutan. Matanya sudah berkaca-kaca dan ingin mengeluarkan cairan bening dari sana."Pergi! Jauhi saya!" teriak Clara. Ia berlari menjauh dari laki-laki psyco itu. Rasanya ingin meminta tolong sahabatnya, Caca. Namun ia tadi menolak untuk ditemani olehnya. Alhasil ia tidak tahu harus
Clara tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia menunduk malu, tak berani menatap wajah teman-temannya dan para dosen. Apalagi di sana ada Algo, kekasihnya. Sekaligus ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Ia sudah tak punya nyali lagi. Dirinya benar-benar rendah, serendah-rendahnya.Ini merupakan titik terendah dalam dirinya, menjadi mantan gadis. Ia sudah tak suci lagi. Dalam masyarakat gadis seperti itu adalah pembawa sial, sekaligus sampah masyarakat."Ternyata gadis bar-bar kayak Clara, kelakuannya juga bar-bar ya? Lihat tuh, udah digituin duluan. Padahal kan masih belum lulus kuliah," bisik Anne, salah satu teman kampus Clara yang suka menebar gosip."Nah iya, gue aja nggak nyangka ternyata Clara berani juga. Di luar aja kelihatan sok polos, tapi dalemnya uh ... gue aja malu menganggapnya kaum perempuan," balas mahasiswi yang lain."Ih kok Clara nggak malu sih, ngelakuin hal menjijikkan di kampus. Bisa jelek reputasi kampus kita kalau masyarakat tahu.""Udah dapet Algo yang gentengnya
Pak Tirta, selaku dosen biologi di Universitas Manura, menghubungi orang tua Clara dan Devaro. Orang tua mereka harus tahu bagaimana kelakuan anaknya sewaktu di kampus. Melihat hal itu, tangis Clara sekian histeris."Pak saya mohon, jangan hubungi orang tua saya. Mereka akan marah dan malu karena hal ini, Pak!"Namun, dosen biologi itu tidak menghiraukan permintaan Clara, meskipun dirinya sudah berderai air mata."Perbuatan kamu ini sangat memalukan, Clara! Kamu sudah mencoreng nama baik kampus. Seharusnya kamu berpikir dulu sebelum bertindak nekat seperti ini!" Kali ini Arya Mahendra yang bersuara. Biang kerok yang menjadi sumber masalah. Bisa-bisanya ia mengatakan seolah-olah dirinya tidak bersalah. Padahal kenyataannya ... ia bukan dosen yang baik. Jangankan dosen, dirinya tidak pantas disebut binatang.'Kenapa Bapak tega melakukan ini kepada saya. Apa salah saya, hingga Bapak harus merenggut kegadisan saya? Bahkan Anda bertingkah seolah-olah tidak bersalah. Tapi aku tak bisa berk
Pak Tirta sudah kelihatan tidak sabar ingin mengeksekusi mereka berdua. Karena waktu yang ia berikan tidak mereka penuhi tepat waktu. Sudah hampir lima belas menit, namun kedua sejoli itu tak menampakkan batang hidungnya. "Pak Arya, kenapa mereka berdua lama sekali? Apakah mereka akan melakukan hal aneh-aneh lagi?" tanyanya. Ia menggerak-gerakkan jari-jari kakinya. Ia tidak suka menunggu. Apalagi menunggu sesuatu yang menjengkelkan. Karena hanya akan membuang waktu yang sangat berharga. "Apakah perlu saya menyusul mereka, Pak? Takutnya mereka malah kabur lagi," tawarnya. Sikapnya yang sok nggak bersalah itu, membuat siapapun yang mendengarnya muak. Karena ia memang pandai berakting. Lihat saja dirinya, bahkan ia bisa tersenyum menang atas piala yang ia menangkan. Meskipun sangat memalukan jika terpublikasi. "Tidak perlu," sahut laki-laki bertubu tegap penuh penekanan. Ya ... dia adalah Devaro Mahardika Sanjaya. "Saya akan menuruti apa kata Bapak. Saya akan menikahi Clara dan bert
Setelah acara akad nikah yang digelar secara sederhana, Dev dan Clara merasa capek. Apalagi Clara yang tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Ia merasa jika harga dirinya sudah tidak ada lagi. Apalagi Dev yang seharusnya tidak menjadi suaminya, kini malah menjadi pendamping hidupnya. Permainan takdir sungguh kejam. Ia tak bisa menentangnya, karena ini akan membahayakan masa depannya."Ra, kenapa diem aja?" tanya Dev.Ia menatap istrinya penuh teka-teki. Ia merasa bingung dengan gadis yang satu ini. Karena hanya menangis saja sejak tadi."Udah nggak usah nangis. Anggap aja lu punya nasib yang beruntung. Karena bisa nikah sama cowok ganteng kayak gue," ujar Dev dengan bangga."Kamarnya ada di mana?" tanya Clara."Kan ini di kos, Ra. Kamarnya udah jelas di depan lu, soalnya di sini hanya ada satu kamar. Jadi kita tidurnya barengan," kata Dev.Mereka memutuskan untuk tinggal di rumah kos Dev untuk sementara waktu. Karena mereka masih belum memiliki keberanian untuk pulang ke rumah. M
Alunan lagu galau milik Mahen itu membuat hati Clara teriris. Memang ia tak suka mendengarkan lagu galau, tapi entah mengapa lagi itu terus muncul dalam beranda sosial medianya."Kenapa aku terus memikirkan kamu, Al? Padahal kamu udah benci sama aku. Kenapa aku sulit melupakan kamu?" lirih Clara.Tak disadari, cairan bening itu keluar dari pupil matanya. Ia tak sanggup lagi membendungnya. Karena batinnya sangat sakit teringat akan kata-kata Algo sewaktu di kampus tadi.Ia pun mencoba memejamkan matanya. Ia harap bisa keluar dari mimpi buruk ini. Tapi ia tidak tahu bagaimana caranya. Karena nasi sudah menjadi bubur."Lu kenapa, Ra?" Suara nyaring itu membuat Clara tertegun. Ia pun langsung merubah posisinya senormal mungkin. Karena ia tak mau orang tahu akan perasaannya sekarang, apalagi suaminya sendiri.Ia juga segera menghapus air matanya sebelum Dev meledeknya karena terlalu cengeng. "Aku nggak papa, Dev. Tidur gih," pinta Clara. Ia pun mencoba tersenyum di depan Devaro. Karena
Dev membopong tubuh istrinya ke kamar. Karena ulahnya yang kebablasan, ia sampai membuat Clara jatuh pingsan. Sepertinya gadis itu sangat kaget dengan ulahnya yang berlebihan."Duh Dev, apa yang ada di pikiran lu, sampai buat anak orang pingsan," kata Dev bermonolog.Ia menatap wajah istrinya yang nampak sayu. Tubuhnya terasa sangat enteng, karena berat badannya tidak sampi setengah kwintal."Maafin gue, Ra. Harusnya gue bisa menahan nafsu gue. Gue benar-benar nggak sengaja," ujar Dev.Ia meletakkan tubuh Clara dengan hati-hati. Kemudian, ia mengambil segelas air hangat untuk membuat istrinya sadar. Tak lupa, ia mencari minyak kayu putih untuk merangsang Indra penciumannya.Saat Dev mendekatkan minyak kayu putih ke hidung istrinya, ia nampak mengendusnya. Mungkin sebentar lagi Clara akan segera siuman."Aw," ringis Clara yang masih setengah sadar.Ia memegang kepalanya yang dirasa sedikit pusing. Padahal tidak terbentur, tapi entah mengapa rasanya pusing tujuh keliling. Ia juga tak pu
Devaro tersenyum ke arah Clara penuh kasih. Senyuman itu nampak sangat tulus. Walaupun Dev sadar jika tidak mungkin mereka akan terus bersama. Karena pernikahan mereka bisa diibaratkan sebagai pernikahan kontrak. Ya ... mereka memang sepakat akan menjalani pernikahan tanpa cinta ini hingga lima tahun. Memang waktu lima tahun sangat lama, tapi ini sudah menjadi kesepakatan mereka berdua. Kedua insan itu bersitatap dengan retina yang menyala bagai anala. Seolah mereka bisa merasakan dan terikat satu sama lain. Memang, semesta tahu apa yang terbaik untuk seluruh umat. "Lu istirahat dulu aja, Ra. Pasti capek kan nangis mulu?" goda Dev. Ia menaikkan sebelah alisnya.Gadis itu hanya tersenyum kecut, mengalihkan pandangannya dari kedua retina Dev yang sangat manis. Ia tak mau sampai hatinya terbawa suasana. Karena ia harus kembali pada kenyataan. Tak ada lagi kesan indah dalam hidupnya yang kelam. Ia harus belajar untuk bertaut dengan kelam. Berdamai dengan nasibnya yang penuh kemalangan.