Share

Chapter 2 - Mantan Gadis

Brak! Brak! Brak!

Ia menggebrak pintu gudang yang terbuat dari besi itu. Berharap ada yang membukakan pintu untuknya. Ia sangat takut dengan kemurkaan Pak Arya yang ingin menelannya hidup-hidup.

"Tolong! Tolong! Tolong!" 

Teriakan Clara menggema di dalam gudang. Namun tiada guna ia berteriak sekencang apa pun. Pasalnya ... suara dari dalam tidak bisa terdengar dari luar. Namun, suara dari luar bisa terdengar dari dalam.

"Teriaklah sekencang-kencangnya, Sayang! Karena tidak akan ada yang mendengar suara kamu. Karena ruangan ini kedap suara. Jadi suaranya hanya terdengar dari dalam saja," ucap Arya menyerigai.

Ia berjalan ke arah gadis itu dengan langkah mematikan. Setiap langkahnya membuat Clara semakin ketakutan. Matanya sudah berkaca-kaca dan ingin mengeluarkan cairan bening dari sana.

"Pergi! Jauhi saya!" teriak Clara. 

Ia berlari menjauh dari laki-laki psyco itu. Rasanya ingin meminta tolong sahabatnya, Caca. Namun ia tadi menolak untuk ditemani olehnya. Alhasil ia tidak tahu harus bagaimana sekarang.

"Berlarilah sekencang yang kamu mau, Sayang. Karena ujung-ujungnya kamu akan jatuh ke dalam pelukan saya," ujarnya.

"Ha-ha-ha!" 

Arya tertawa jahat persis seperti iblis. Ia memang iblis berwujud manusia. Selalu ingin ambisinya terpenuhi. Apalagi setan sudah merasuki tubuhnya, hingga terbesit pikiran kotor dari otaknya.

Kini ... Arya semakin mendekat. Gadis itu berjalan mundur, mundur, dan mundur. Sesekali ia menengok ke belakang yang sudah hampir ke tembok. Satu langkah saja akan mengantar punggungnya menabrak tembok.

"Mari bersenang-senang, Sayang."

Arya menangkap tubuhnya. Ia memegang tangan Clara dengan erat. Hingga ia tak bisa melepaskannya.

"Lepas! Lepas atau saya akan teriak!" ancam Clara tak main-main. Ia mencoba untuk tidak takut, karena situasi yang ia hadapi sangat sulit. Ingin menghubungi seseorang, tapi ponselnya ada di kelas. Ingin berteriak minta tolong, tapi percuma.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus menerima tawaran sang dosen agar bisa keluar? Hanya orang bodoh yang putus asa.

"Argh."

Clara menggigit tangan Arya kuat-kuat. Ia seperti seorang vampir yang haus darah. Kemudian menginjak kaki pria kurang ajar itu dengan hentakan yang kuat.

"Aw!" pekik laki-laki kurang ajar itu.

Akhirnya ia lepas dari genggaman dosennya. Namun ini bukan berita baik juga, karena ia masih terkunci di ruangan yang ia anggap neraka itu. 

Brak! Brak! Brak!

Meskipun caranya bodoh, ia tetap melakukannya. Setidaknya ada usaha agar bisa keluar dari sana.

"Siapa pun tolong keluarin aku dari sini! Heiiii ... tolong!"

"Dasar gadis sialan. Berani sekali dia," cerca Arya. Ia bangkit dan berjalan ke arahnya. 

Bisa dipastikan seperti apa ekspresinya saat ini. Ia sangat marah, karena Clara semakin ngelunjak. Untung saja tadi ia sempat mengunci dari dalam. Jadi tidak, maka akan ada yang bisa menggagalkan rencana busuknya.

....

"Jangan lakukan ini, Pak," pinta Clara berkaca-kaca. Ia menahan tangan kekar itu untuk tidak sampai menyentuh barang berharganya.

"Kenapa? Kamu pasti akan menikmatinya, Sayang."

Ia tetap melakukan hal tak senooh itu. Ia memaksakan kehendaknya pada gadis yang tak berdosa. Ia seperti buaya yang kelaparan. Seenak jidat menyentuh bagian tubuh Clara.

"Jangan, Pak. Jangan lakukan itu, saya nggak mau. Pergilah!"

Ketika Arya mencoba membuka kancing bajunya satu per satu, ia menangis histeris. Dengan susah payah ia menjaga kesuciannya, tapi laki-laki di hadapannya ini malah ingin merenggutnya begitu saja. 

Bagaimana caranya ia bilang ke mama dan papanya nanti? Apa kata suaminya kelak jika istrinya sudah tak perawan lagi? Apa kata masyarakat jika seorang gadis direnggut kesuciannya?

Pikiran seperti itu terus menyelimuti otaknya. Ia tak bisa berkutik sekarang. Karena Arya mengunci tubuhnya. Hingga untuk bernapas saja harus seizin pria tak punya otak itu.

Hidupnya seperti kiamat, orang di hadapannya ini ibarat Malaikat Izrail yang siap mencabut nyawa hamba yang akan tiada. Seperti itulah rasanya berada di posisi gadis itu.

"Makanya jangan sok nolak, akhirnya kamu mau juga melakukan ini sama saya," ujarnya.

Padahal Clara sama sekali tak menginginkan hal itu. Ia masih ingin kuliah dan menikmati pacaran bersama Algo. Namun sekarang ... ia sudah tak gadis lagi.

Setelah melakukan hal memalukan itu, Arya langsung tersenyum puas. Akhirnya hasrat yang ia pendam selama ini sudah terpenuhi. Jiwa laki-lakinya seakan ingin melakukan lagi. Tapi sebentar lagi ia harus mengajar, karena itulah ia menghentikan aksinya.

"Dah, gadis cantik! Terimakasih atas pelayanannya hari ini. Jadilah wanita bayaran saja, pasti laris manis. Hahaha."

Ia pergi meninggalkan Clara seorang diri. Bahkan tanpa kepedulian sedikit pun. Ia memang laki-laki tak bermoral. Statusnya saja yang dosen, tapi kelakuan menyerupai iblis.

Clara hanya bisa menangis, kesucian yang ia jaga telah direnggut oleh dosennya sendiri. Ia tak menyangka jika hidupnya akan berakhir seperti ini. 

Ini seperti mimpi buruk yang menghancurkan hidupnya, masa depannya, dan ... bagaimana nasib hubungannya dengan Algo? Apa yang harus ia katakan nanti?

Bahkan dirinya sudah tak suci lagi. Ia sudah tak gadis lagi. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari dirinya. Hanya harapan yang bisa ia andalkan sekarang.

Tiba-tiba ada cahaya yang menyibak ke dalam ruangan gelap itu. Pintu itu terbuka sempurna dan menampilkan sosok laki-laki yang tidak bisa ia lihat dengan jelas bagaimana wajahnya.

Ia menangis sembari memangku tangan. Tidak ada lagi yang bisa ia banggakan dari dirinya. Semua telah sirna, impiannya menjadi dokter, impiannya menikah dengan Algo, sirna sudah. Tidak ada yang tersisa selain penyesalan dan rasa malu.

"Siapa yang di dalam? Siapa yang menangis?" tanya laki-laki yang membuka pintu gudang.

Di sana hanya ada seorang gadis yang memangku tangan seraya menangis. Arya sudah tidak berada di sana. Karena ia keluar duluan tanpa memikirkan keadaan gadis yang telah ia nodai. Ia memang laki-laki tak punya hati.

"Pergi! Jangan lakukan itu."

"Melakukan apa? Apa yang terjadi pada gadis ini? Kenapa menangis di gudang? Apalagi pakaiannya terlihat tak beraturan," gumamnya dalam hati.

Ia pun memutuskan untuk medekat ke gadis yang belum ia ketahui indentitasnya. Karena Dev tak tega jika ada perempuan yang menangis. Ia merasa simpati dan iba.

Ya ... laki-laki itu adalah Devaro Mahardika Sanjaya, mahasiswa jurusan hukum yang menjadi kakak angkatan Clara. Ia juga salah satu teman Algo yang merupakan kekasih gadis itu.

"Hei, kenapa lu nangis di sini? Kalau mau nangis di kamar mandi sono!"

Namun gadis itu semakin menangis histeris. Ia merasa sangat buruk, bahkan lebih buruk dari pelakor. Karena ia gagal menjaga barang berharganya yang hanya berhak disentuh oleh suaminya.

"Kok malah makin keras, sih."

Tiba-tiba datang gerombolan mahasiswa dan para dosen ke arah gudang. Sedangan Dev, ia mengerutkan dahinya bingung dengan tatapan mereka ke arahnya.

"Devaro!" teriak Pak Tirta, salah satu dosen dari fakultas kedokteran di Universitas Manura.

Sedangkan pemilik nama hanya menatap dengan cengo. Karena ia bukan mahasiswa yang suka bikin onar.

"Kamu sangat keterlaluan, Dev. Di mana etika kamu? Apa ini yang kamu dapat selama kuliah di sini? Perbuatan kamu ini bisa merusak reputasi kampus, paham nggak?!"

"Maksud Bapak apa ya? Saya nggak ngerti," tanyanya. 

Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tak habis pikir dengan apa yang baru saja telinganya tangkap.

"Kamu sudah mempraktikkan salah satu mata pelajaran, yaitu biologi. Masih mau ngelak?!" 

Pak Tirta terlihat sangat marah dan ingin memakan Dev hidup-hidup. Karena kelakuannya sangat memalukan, menjijikkan, kalau orang Jawa menyebutnya nggilani.

"Hari ini saya memang ada praktik mengoperasi katak, Pak. Jadi itu maksudnya?" tanyanya cengo. Ia seperti orang bodoh yang tidak punya otak.

Sedangkan Clara, masih dalam posisi yang sama. Menangis.

"Lihat gadis itu, kamu sudah menodai kesuciannya! Kenapa sekarang kamu jadi laki-laki menjijikkan?!"

Ia kaget bukan main. Tuduhan yang dosennya berikan sangat tidak masuk akal. Ia ke sini karena manaruh barang. Tapi kenapa ia malah dituduh hal yang memalukan seperti ini?

"Saya tidak melakukan apa pun, Pak. Saya tadi ...."

Belum selesai ia melanjutkan kalimatnya, Pak Tirta sudah memotongnya.

"Saya dapat laporan dari Pak Arya kalau kalian telah berbuat hal tak senooh di gudang kampus. Kalian ini mahasiswa dan mahasiswi yang berprestasi, bisa-bisanya melakukan perbuatan hina seperti ini!"

"Kalau kamu masih punya tanggung jawab, maka nikahi Clara. Pertanggung jawabkan perbuatan kalian!"

Apa? Menikah? Dengan gadis asing? Bahkan Dev tak tahu siapa gadis itu sebenarnya. Bisa-bisanya ia dituduh pelaku kejahatan seperti ini. Dia anak dari keluarga terhormat, keluarganya tak pernah mengajarkan hal memalukan seperti ini.

"Sial, ternyata si dosen sok cakep itu sudah menjebak gue. Kurang ajar," cercanya dalam hati.

Ingin rasanya menekik lehernya hingga putus. Berani sekali memutar balik fakta. Dia pelakunya, tapi Dev yang harus menikahi gadis itu. Ini jebakan. 

Sedangkan pelaku sebenarnya terlihat bernapas lega. Karena masalahnya bisa teratasi dalam waktu yang singkat. Itulah gunanya otak yang cerdas. Namun ... salah persepsi. Ia menyalahgunakan kekuasaan dan kepintaran yang dimiliki.

Gadis itu masih dalam posisi yang sama, merutuki nasib buruknya. Ia berharap semoga semua ini hanyalah bunga tidur. Namun ... inilah kenyataan pahit yang ia terima. Takdir sedang tak berpihak padanya.

Status Clara bukan gadis cantik dan berprestasi lagi. Ia hanya mantan gadis yang kesuciannya direnggut paksa oleh dosen yang jahat. Benar-benar tidak ada gunanya lagi ia hidup.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status