Share

6.Hadiah apa yang kau minta?

“Aku benar-benar senang memiliki putri yang sangat menyayangiku. Aku pasti ayah paling beruntung di dunia ini.”

* * * * * 

Tubuh Maria benar-benar terasa lemas. Kekhawatiran besar telah menguras energinya. Tapi dia merasa lega karena operasi berjalan lancar meskipun ada kendala komplikasi. Tangan Maria menggenggam tangan ayah tirinya. Jason, pria berusia lima puluh lima tahun itu tampak berbaring lemah di atas ranjang.

“Maria?” panggil Jason dengan suara lemah.

Wanita itu tersenyum senang. Bahkan dia menitikkan air mata karena terharu sang ayah mulai sadarkan diri.

“Aku benar-benar senang kau sudah sadarkan diri, Dad. Aku begitu takut ketika dokter mengatakan terjadi komplikasi saat operasi.”

Jason tersenyum lemah. “Maafkan aku sudah membuat putriku yang cantik ini cemas. Tapi aku merasa jauh lebih baik sekarang. Aku harus mengucapkan terimakasih padamu, Maria.”

“Padaku? Tapi aku sama sekali tidak melakukan apapun.” Maria menggelengkan kepalanya.

“Kau melakukan hal besar dengan membawa Alex kemari, Maria. Aku tidak pernah bisa membujuk anak nakal itu. Tapi pada akhirnya kamu berhasil membujuknya.”

Membujuknya dengan cara bercinta dengan Alex? Maria tidak tahu bagaimana reaksi Jason mengetahui hal ini. 

“Aku hanya tidak ingin kau meninggalkanku, Dad. Karena itu aku berusaha keras membujuknya.”

Jason menggenggam tangan Maria dan menatapnya penuh kasih sayang. “Aku terharu kau melakukannya untuk pria tua tidak berguna ini. Aku benar-benar senang memiliki putri yang sangat menyayangiku. Aku pasti ayah paling beruntung di dunia ini.”

Maria tertawa mendengar ucapan ayah tirinya. “Kau berlebihan, Dad.”

“Aku tidak berlebihan, Maria. Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Bagaimana kondisi Alex? Apakah kau sudah melihatnya?”

Maria menggelengkan kepalanya. “Aku belum melihat kondisinya. Aku menemuimu lebih dulu. Saat operasi dokter mengatakan tubuhmu belum bisa menyesuaikan diri. Karena itu terjadi komplikasi. Aku begitu ketakutan sehingga saat selesai operasi, aku menunggumu di sini.”

“Aku sudah tidak apa-apa. Bisakah kau melihat Alex untukku? Mungkin saja dia membutuhkanmu di sana.”

“Baiklah. Aku akan melihat kondisi Alex. Kau harus beristirahat lebih banyak, Dad. Jangan melakukan pekerjaan apapun.”

Jason tersenyum mendengar ucapan Maria. “Baiklah. Aku akan menuruti ucapan putriku yang bawel.”

Maria ikut tersenyum. Kemudian dia berdiri dan berjalan keluar ruangan. Dengan bantuan tongkatnya dia berjalan mencari kamar Alex. Setelah bertanya pada perawat akhirnya dia sampai di kamar di mana Alex dirawat.

“Kau dari mana?” tanya Alex tidak senang melihat Maria berjalan menghampiri ranjangnya.

“Aku baru saja melihat Dad.” Maria berhenti di samping ranjang Alex.

“Kau adalah wanitaku. Bukankah seharusnya kau menungguku?” kesal Alex.

“Maafkan aku. Tapi aku mencemaskan Dad. Saat operasi terjadi komplikasi dengannya. Karena itu aku ke sana lebih dahulu.”

Alex menghela nafas. “Baiklah. Kumaafkan. Tapi kau masih belum memberiku hadiah.”

Ekspresi wajah Maria tampak terkejut. “Hadiah? Tapi Jazlyn belum datang. Aku meminta dia yang mencarikan hadiah untukku. Aku tidak bisa meninggalkan rumah sakit saat operasi sedang berjalan.”

“Bodoh. Aku tidak meminta hadiah barang darimu.” Gerutu Alex.

“Lalu hadiah apa yang kau minta?” bingung Maria.

Alex menarik tangan Maria membuat tongkat di tangannya terjatuh ke lantai. Tubuh wanita itu limbung hingga terjatuh di dada pria itu. 

“Alex, apa yang kau lakukan? Kau menarikku tiba-tiba membuatku terjatuh.” 

“Tentu saja mengambil hadiahku.”

Alex menunduk untuk mencium bibir Maria. Kecupan-kecupan lembut yang berubah menjadi lumatan tidak sabaran. Maria tidak bisa berpikir jernih. Ciuman Alex seperti serangan mendadak yang membuatnya tidak bisa berkutik. Ketika lidah Alex menyusuri bibir merah mudahnya, tubuh Maria bergetar oleh gairah. Saat itulah wanita itu tidak bisa menahan dirinya. Bibirnya merekah di bawah ciuman Alex. Membiarkan pria itu menerobos masuk dan memperdalam ciuman mereka.

“Itu baru hadiah yang kuinginkan.” Ucap Alex melepaskan ciumannya. Dia tidak bisa melakukannya lebih lagi karena tak mampu menahan hasrat liar dalam dirinya. 

Kedua pipi Maria tampak merona merah. “Kupikir kau menginginkan hadiah barang.”

“Aku akan menerimanya setelah kau memberikannya untukku. Aku merasa masih sangat lemas. Aku akan beristirahat dan jangan harap kau pergi dari sini. Kau mengerti?”

Maria pun turun dari ranjang Alex kemudian dia menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti. Aku akan berada di sini menjagamu.”

“Wanita pintar!” Alex membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai memejamkan matanya.

Maria menyentuh dadanya yang berdebar-debar.  Dia tidak mengerti mengapa reaksi tubuhnya seperti ini akibat ciuman Alex.

* * * * *

Sebuah gelas kaca pecah berkeping-keping setelah membentur dinding sebuah hotel. Tak jauh dari pecahan kaca berserakan itu, seorang wanita dengan rambut hitam panjang duduk di lantai. Bahunya berguncang karena menangis. Air matanya pun mengalir membasahi pipinya.

“Tidak. Aku tidak akan berakhir seperti ini.” Geram wanita itu.

Dia segera meraih ponselnya untuk seseorang yang saat ini berada dalam pikirannya. Namun sayangnya telpon itu tidak kunjung tersambung. Bahkan berkali-kali mencoba tetap hasilnya sama. Hal itu membuatnya semakin marah. Akhirnya dia memilih menghubungi nomor lain.

“Dexter, pesankan aku tiket pesawat menuju Boston secepatnya.” Setelah mengatakan keinginannya, wanita itu langsung menutup telpon tidak membiarkan pria di ujung telpon bertanya apapun.

Wanita itu memandang jendela kaca besar di hadapannya. Menampilkan kota Paris yang begitu indah. Bibirnya menyunggikan senyuman.

“Aku merindukanmu, Alex.”

* * * * *

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status