“Aku benar-benar senang memiliki putri yang sangat menyayangiku. Aku pasti ayah paling beruntung di dunia ini.”
* * * * *
Tubuh Maria benar-benar terasa lemas. Kekhawatiran besar telah menguras energinya. Tapi dia merasa lega karena operasi berjalan lancar meskipun ada kendala komplikasi. Tangan Maria menggenggam tangan ayah tirinya. Jason, pria berusia lima puluh lima tahun itu tampak berbaring lemah di atas ranjang.
“Maria?” panggil Jason dengan suara lemah.
Wanita itu tersenyum senang. Bahkan dia menitikkan air mata karena terharu sang ayah mulai sadarkan diri.
“Aku benar-benar senang kau sudah sadarkan diri, Dad. Aku begitu takut ketika dokter mengatakan terjadi komplikasi saat operasi.”
Jason tersenyum lemah. “Maafkan aku sudah membuat putriku yang cantik ini cemas. Tapi aku merasa jauh lebih baik sekarang. Aku harus mengucapkan terimakasih padamu, Maria.”
“Padaku? Tapi aku sama sekali tidak melakukan apapun.” Maria menggelengkan kepalanya.
“Kau melakukan hal besar dengan membawa Alex kemari, Maria. Aku tidak pernah bisa membujuk anak nakal itu. Tapi pada akhirnya kamu berhasil membujuknya.”
Membujuknya dengan cara bercinta dengan Alex? Maria tidak tahu bagaimana reaksi Jason mengetahui hal ini.
“Aku hanya tidak ingin kau meninggalkanku, Dad. Karena itu aku berusaha keras membujuknya.”
Jason menggenggam tangan Maria dan menatapnya penuh kasih sayang. “Aku terharu kau melakukannya untuk pria tua tidak berguna ini. Aku benar-benar senang memiliki putri yang sangat menyayangiku. Aku pasti ayah paling beruntung di dunia ini.”
Maria tertawa mendengar ucapan ayah tirinya. “Kau berlebihan, Dad.”
“Aku tidak berlebihan, Maria. Aku mengatakan hal yang sebenarnya. Bagaimana kondisi Alex? Apakah kau sudah melihatnya?”
Maria menggelengkan kepalanya. “Aku belum melihat kondisinya. Aku menemuimu lebih dulu. Saat operasi dokter mengatakan tubuhmu belum bisa menyesuaikan diri. Karena itu terjadi komplikasi. Aku begitu ketakutan sehingga saat selesai operasi, aku menunggumu di sini.”
“Aku sudah tidak apa-apa. Bisakah kau melihat Alex untukku? Mungkin saja dia membutuhkanmu di sana.”
“Baiklah. Aku akan melihat kondisi Alex. Kau harus beristirahat lebih banyak, Dad. Jangan melakukan pekerjaan apapun.”
Jason tersenyum mendengar ucapan Maria. “Baiklah. Aku akan menuruti ucapan putriku yang bawel.”
Maria ikut tersenyum. Kemudian dia berdiri dan berjalan keluar ruangan. Dengan bantuan tongkatnya dia berjalan mencari kamar Alex. Setelah bertanya pada perawat akhirnya dia sampai di kamar di mana Alex dirawat.
“Kau dari mana?” tanya Alex tidak senang melihat Maria berjalan menghampiri ranjangnya.
“Aku baru saja melihat Dad.” Maria berhenti di samping ranjang Alex.
“Kau adalah wanitaku. Bukankah seharusnya kau menungguku?” kesal Alex.
“Maafkan aku. Tapi aku mencemaskan Dad. Saat operasi terjadi komplikasi dengannya. Karena itu aku ke sana lebih dahulu.”
Alex menghela nafas. “Baiklah. Kumaafkan. Tapi kau masih belum memberiku hadiah.”
Ekspresi wajah Maria tampak terkejut. “Hadiah? Tapi Jazlyn belum datang. Aku meminta dia yang mencarikan hadiah untukku. Aku tidak bisa meninggalkan rumah sakit saat operasi sedang berjalan.”
“Bodoh. Aku tidak meminta hadiah barang darimu.” Gerutu Alex.
“Lalu hadiah apa yang kau minta?” bingung Maria.
Alex menarik tangan Maria membuat tongkat di tangannya terjatuh ke lantai. Tubuh wanita itu limbung hingga terjatuh di dada pria itu.
“Alex, apa yang kau lakukan? Kau menarikku tiba-tiba membuatku terjatuh.”
“Tentu saja mengambil hadiahku.”
Alex menunduk untuk mencium bibir Maria. Kecupan-kecupan lembut yang berubah menjadi lumatan tidak sabaran. Maria tidak bisa berpikir jernih. Ciuman Alex seperti serangan mendadak yang membuatnya tidak bisa berkutik. Ketika lidah Alex menyusuri bibir merah mudahnya, tubuh Maria bergetar oleh gairah. Saat itulah wanita itu tidak bisa menahan dirinya. Bibirnya merekah di bawah ciuman Alex. Membiarkan pria itu menerobos masuk dan memperdalam ciuman mereka.
“Itu baru hadiah yang kuinginkan.” Ucap Alex melepaskan ciumannya. Dia tidak bisa melakukannya lebih lagi karena tak mampu menahan hasrat liar dalam dirinya.
Kedua pipi Maria tampak merona merah. “Kupikir kau menginginkan hadiah barang.”
“Aku akan menerimanya setelah kau memberikannya untukku. Aku merasa masih sangat lemas. Aku akan beristirahat dan jangan harap kau pergi dari sini. Kau mengerti?”
Maria pun turun dari ranjang Alex kemudian dia menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti. Aku akan berada di sini menjagamu.”
“Wanita pintar!” Alex membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai memejamkan matanya.
Maria menyentuh dadanya yang berdebar-debar. Dia tidak mengerti mengapa reaksi tubuhnya seperti ini akibat ciuman Alex.
* * * * *
Sebuah gelas kaca pecah berkeping-keping setelah membentur dinding sebuah hotel. Tak jauh dari pecahan kaca berserakan itu, seorang wanita dengan rambut hitam panjang duduk di lantai. Bahunya berguncang karena menangis. Air matanya pun mengalir membasahi pipinya.
“Tidak. Aku tidak akan berakhir seperti ini.” Geram wanita itu.
Dia segera meraih ponselnya untuk seseorang yang saat ini berada dalam pikirannya. Namun sayangnya telpon itu tidak kunjung tersambung. Bahkan berkali-kali mencoba tetap hasilnya sama. Hal itu membuatnya semakin marah. Akhirnya dia memilih menghubungi nomor lain.
“Dexter, pesankan aku tiket pesawat menuju Boston secepatnya.” Setelah mengatakan keinginannya, wanita itu langsung menutup telpon tidak membiarkan pria di ujung telpon bertanya apapun.
Wanita itu memandang jendela kaca besar di hadapannya. Menampilkan kota Paris yang begitu indah. Bibirnya menyunggikan senyuman.
“Aku merindukanmu, Alex.”
* * * * *
Segala pekerjaan akan terlihat sama. Namun yang membedakan adalah orang yang mengerjakannya. Teknik bisa dipelajari semua. Namun melakukan dengan sepenuh jiwa tidak bisa dilakukan semua orang. * * * * * Gustavo berdiri di hadapan Maria dan Shanon. “Saya senang bisa melihat penampilan bermain piano dua nona cantik ini. Saya akui, kalian memiliki kemampuan yang hebat. Sehingga tidak heran bisa lolos audisi. Tapi saya tidak melihat ada yang salah jika juri audisi memilih Miss Goulart sebagai pemain utama.” Maria terkejut mendengar ucapan Gustavo. Sedangkan Shanon berusaha menahan amarah dalam dirinya. Orang-orang pun mulai berbisik membicarakan tentang penilaian Gustavo. “Apa kau bisa menjelaskan alasannya, Mr. Dumadel? Aku yakin orang-orang ingin mengetahui alasan mengapa Miss Goulart pantas menjadi pemain utama.” Ben sengaja meminta Gustavo menje
Sometimes people can only look just one eye,without seeing someone’s struggle before. * * * * * “Siapa yang berani mengeluarkan Miss Goulart dari group ini?” Semua orang langsung menoleh mendengar suara itu. Mereka terkejut melihat Ben berjalan bersama Earnest dan seorang pria yang ada di belakangnya. Langkah Ben terhenti tepat di hadapan Maria. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya. Pria itu berusaha menahan amarahnya sejak tadi setelah mengetahui gossip yang beredar. “Direktur Walther, apa yang anda lakukan di sini? Apakah anda ingin melihat latihannya?” tanya Andreas mendekati Ben. Namun tatapan tajam Ben membuat langkah Andreas terhenti. Seketika pria itu menjadi ketakutan. Kemudian perhatian Ben teralihkan kembali kepada Maria. “Apakah kau baik-baik saja, Maria?” tanya Ben. Maria menganggukkan kepalanya.
Terkadang berita yang didapatkan belum tentu benar. Lebih bijak mencari tahu kebenarannya lebih dahulu sebelum menghakimi orang lain. * * * * * “Aku akan menunggu di sini, Miss Goulart. Jika kau membutuhkan sesuatu atau mencariku, kau bisa menekan nomor lima di ponselmu. Mr. Feldman sudah mengaturnya.” Ucap Wayne saat mereka berhenti di depan pintu ruang latihan. “Baiklah. Terimakasih sudah mengantarku, Wayne.” “Apakah kau yakin akan baik-baik saja, Miss Goulart? Aku bisa menemanimu di dalam jika kau mau.” Maria menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Wayne. Aku bisa melakukannya sendiri.” “Maa
Kebahagiaan bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi seseorang. Tapi terkadang juga menjadi sesuatu yang menyebalkan bagi orang lain. * * * * * “Cheers” Alex mendentingkan gelas sampanye miliknya ke gelas Maria. Sepasang kekasih itu meminum cairan kuning bening itu sebagai perayaan atas lolosnya Maria dalam audisi kali ini. “Alex.” Panggil Maria setelah menegak sedikit sampanye di gelasnya. “Hmm?” Alex bergumam sembari meletakkan gelasnya di meja. Pria itu mengambil piring kecil dengan kue stroberi di atasnya. Kemudian mengambil gelas milik maria dan menggantikannya dengan piring kecil itu. “Mula
“Envy is the art of counting other fellow’s blessings instead of your own.” * * * * * “Maria!” Suara Ben membuat Maria mengikuti arah suara itu. Wanita itu berdiri dan menyunggingkan senyuman untuk Ben. “Mr. Walther?” Ben menghampiri Maria. Langkahnya terhenti tepat di hadapan wanita itu. “Aku ingin mengucapkan selamat padamu karena kau sudah lolos audisi.” “Terimakasih, Mr. Walther. Saya tidak menyangka akan lolos. Saya begitu gugup tadi.” Maria menyentuh dadanya yang masih berdegup tidak karuan.
Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu. * * * * * Maria duduk bersama dengan kontestan lainnya yang mengikuti audisi Metropolitan Opera. Dia begitu gugup karena sebentar lagi akan diumumkan siapa saja yang lolos seleksi. Lalu wanita itu teringat ucapan Alex sebelum dia masuk ke dalam ruang audisi. Apapun hasilnya kau harus menerimanya. Meskipun aku yakin kau akan lolos, tapi tetap saja masih ada kemungkinan lainnya. Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu.
"Bahkan jika tubuhmu bertambah gendut, bagiku kau tetaplah sangat cantik.” * * * * * Alex meraih tangan Maria dan meletakkan di atas pangkuannya. Pria itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam saku jasnya. Kemudian dia mengenakkan sebuah gelang emas dengan beberapa bandul kupu-kupu yang sangat cantik. “Ini adalah hadiah untukmu.” Ucap Alex. Maria merasakan benda yang dingin menyentuh pergelangan tangannya. Dengan tangannya yang lain wanita itu meraba benda itu. Dia bisa merasakan gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Kemudian dia bisa merasakan bandul kupu-kupu di jemarinya. Bibir wanita itu tersenyum saat mengetahui bentuk benda itu. “Apakah ini ku
“The strongest actions for a woman is to love herself, be herself and shine amongst those who never believed she could.” * * * * * “Terimakasih untuk makan malamnya, Mr. Jansen. Saya sangat menikmatinya.” Ucap Alex setelah mereka berpindah ke ruang keluarga di kediaman Jansen. Connor meraih cangkir teh di atas meja dan meminumnya. “Saya senang bisa menjamu anda dengan sangat baik, Mr. Feldman. Jika anda tidak keberatan bagaimana jika setelah ini kita membahas kerjasama kita, Mr. Feldman?” Alex menganggukkan kepalanya. “Tidak masalah.” “Baguslah. Kalau begitu aku akan mempersiapkannya sebentar. Shanon bisakah kau menemani Mr. Feldman sebentar?” Connor mengalihk
“Jangan pernah memperdulikan apa yang orang lain katakan padamu. Bahkan jika perkataan mereka sangat menyakiti hatimu. Berusaha berapa kalipun, sesempurna apapun, kau tidak akan bisa memuaskan pikiran orang lain, Maria.” * * * * * Alex berjalan keluar dari mobil dengan mendengus kesal. Karena Maria mengatakan jika kepalanya pusing hari ini, akhirnya Alex tidak bisa mengajak sang kekasih pergi makan malam di kediaman keluarga Jansen. “Mr. Feldman.” Alex bisa melihat seorang pria seumuran ayahnya berjalan menghampirinya. Melihat penampilannya dengan mengenakan jas yang menyembunyikan perut buncitnya, Alex tahu dia adalah Connor Jansen. “Mr. Jansen.” Alex m