Share

5.Sahabat yang Menyenangkan

“Berhentilah bersikap lemah. Jika kau bersikap lemah seperti ini, orang akan mudah menindas dan menghancurkanmu. Kau hanya perlu menghargai orang-orang yang menyayangimu, Maria. Jangan pedulikan hal lain.”

* * * * *

“Kau memiliki sahabat-sahabat yang menyenangkan, Alex.” Ucap Maria setelah ketiga sahabat Alex meninggalkan kamar itu.

“Aku bertemu mereka saat masih berada di bangku kuliah. Bagaimana denganmu? Kau juga pasti memiliki sahabat, bukan?”

Bibir Maria menyunggingkan senyuman mengingat seseorang yang penting untuknya. “Tentu saja. Aku memiliki seorang sahabat. Aku sangat menyayanginya. Dia begitu baik padaku tanpa memandang kondisi fisikku. Ketika semua orang memandang sebelah mata terhadapku, tapi Jazlyn tak pernah melakukan hal itu.”

Alex terdiam mendengar ucapan Maria. Terutama di kalimat terakhir pria itu bisa mendengar nada terluka dalam suara Maria. Dia bertanya-tanya seberapa sulitkah Maria menjalani hidup dengan kondisi fisik yang tidak sempurna. 

Pria itu meraih tangan Maria dan menggenggamnya. “Berhentilah bersikap lemah. Jika kau bersikap lemah seperti ini, orang akan mudah menindas dan menghancurkanmu. Kau hanya perlu menghargai orang-orang yang menyayangimu, Maria. Jangan pedulikan hal lain.”

Meskipun terdengar kasar, tapi Maria tahu ucapan Alex baik untuk dirinya. Dia hanya menganggukkan kepalanya. Setelah itu beberapa perawat datang untuk membawa Alex menuju ruang operasi. Sebelum pergi Alex memanggil Maria.

“Kau tahu bukan pertolongan ini tidaklah gratis. Seperti yang kukatakan sebaiknya kau mempersiapkan hadiah untukku setelah operasi ini selesai. Kau harus membuatku terkesan.” Ucap Alex.

“Hadiah apa? Aku tidak tahu apa yang kau sukai.” bingung Maria.

“Kau memiliki otak untuk berpikir, Maria. Gunakan benda itu.” Setelah itu perawat membawa Alex pergi keluar dari kamar. 

Maria masih duduk terdiam mengingat ucapan Alex. Hadiah apa yang diinginkan Alex? Maria tidak pernah berkencan dengan pria. Sehingga dia tidak memiliki pengalaman apapun. Lalu Maria teringat seseorang yang bisa membantunya. Dia mengambil ponselnya dan menekan tombol dua hingga terhubung dengan sahabatnya.

“Maria, kau di mana? Aku baru saja mau menelponmu. Tadi aku datang ke rumahmu, tapi pelayan mengatakan jika kau tidak ada di rumah. Kemarin kau pergi begitu saja dari pesta setelah mengisi acara. Apa kau tidak tahu aku sangat khawatir padamu?” Oceh Jazlyn.

Maria terdiam. Beberapa saat yang lalu dia juga mendengarkan ocehan seperti ini. Bibirnya menahan senyuman karena merasa Jazlyn mirip sekali dengan Roxton.

“Maafkan aku tidak memberitahumu, Jazlyn. Tapi ayahku sedang sakit. Karena itu aku sedang berada di rumah sakit.” Jelas Maria.

Oh, God. Maafkan aku tidak tahu hal ini, Maria.” Suara Jazlyn berubah lembut.

“Tidak apa-apa, Jazlyn. Aku juga tidak sempat memberitahumu. Jazlyn, ada yang ingin kutanyakan padamu.”

“Tanya apa? Katakan saja.” 

“Hadiah apa yang bagus untuk pria?” tanya Maria.

“Hadiah? Pria?” Seketika teriakan kaget Jazlyn membuat Maria harus menjauhkan ponsel dari telinganya. “Maria, apa kau sudah memiliki kekasih?”

“Kekasih?” Lalu Maria teringat ucapan Alex yang mengatakan jika dirinya adalah ‘wanita’-nya. Tapi dia bertanya-tanya apakah hal itu juga bisa disebut kekasih.

“Tidak, Jaz. Kami hanya dekat.”

“Aku tidak percaya padamu, Maria. Kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku.” Curiga Jazlyn.

“Aku…” Maria tidak bisa menjelaskan perihal Alex sekarang. Apalagi tidak ingin jika Jazlyn salah menangkap apa yang dikatakannya. “Aku akan menjelaskannya setelah kita bertemu, Jazlyn. Jadi bisakah kau menjawab pertanyaanku?”

“Tentu saja bisa. Pria pun juga memiliki barang-barang yang disukainya.”

“Bisakah kau mencarikannya untukku, Jaz? Saat ini aku belum bisa pergi dari rumah sakit.” Mohon Maria.

“Tentu saja. Aku akan pergi. Aku juga akan membawakan pakaian dan makanan untukmu.” 

Mata Maria berbinar senang. “Jazlyn, kau yang terbaik. Aku sangat menyayangimu.”

“Tidak perlu berlebihan. Kau dulu juga sering membantuku, Maria. Lagipula kita sahabat. Sudah seharusnya kita saling membantu. Jadi di rumah sakit mana kau berada?”

“Aku berada di Boston Medical Centre.”

“Baiklah. Tunggu kedatanganku, ya?”

Setelah sambungan telpon itu tertutup, Maria bergegas keluar dari ruangan itu. Dengan bantuan seorang perawat yang menuntunnya, Maria berhasil sampai di ruang tunggu tepat di depan ruang operasi. Wanita itu duduk dengan begitu gelisah. Dia bisa mendengar orang-orang berlalu-lalang di sekitarnya. Namun Maria memilih fokus pada pikirannya. Dia berdoa agar operasi ini bisa berjalan lancar. Dia terlalu takut terjadi hal buruk pada ayah tirinya dan juga Alex.

Tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka. Beberapa perawat berlarian. Maria pun berdiri mendengar beberapa perawat mengatakan sesuatu yang gawat sudah terjadi.

“Permisi. Apakah ada orang yang bisa memberitahuku apa yang terjadi? Apakah terjadi sesuatu dengan operasinya?” tanya Maria berusaha meraba sekitarnya untuk mencari seseorang untuk diajak bicara.

Seorang dokter meraih tangan Maria. “Nona, saya adalah dokter yang menangani operasi kali ini. Apakah anda keluarga Mr. Goulart?”

Maria menganggukkan kepalanya. Seketika rasa takut menghampirinya ketika dokter itu menyebutkan nama ayah tirinya, Jason Goulart.

“Benar, Dokter. Saya adalah putri tiri Jason Goulart. Apakah dia baik-baik saja?” tanya Maria dengan nada cemas.

“Saya tidak bisa berbohong dengan mengatakan dia baik-baik saja. Tapi sayangnya terjadi komplikasi. Hal ini biasa terjadi pada pasien yang menerima donor sumsum tulang belakang. Karena Mr. Goulart perlu menyesuaikan diri. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkannya.”

Seketika Maria jatuh terduduk di kursi. Air matanya mengalir membasahi pipinya. Tubuhnya terasa begitu lemas mendengar penjelasan dokter.

Kumohon, Tuhan. Selamatkanlah Dad. Jangan ambil dia dariku.

* * * * *

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status