“Berhentilah bersikap lemah. Jika kau bersikap lemah seperti ini, orang akan mudah menindas dan menghancurkanmu. Kau hanya perlu menghargai orang-orang yang menyayangimu, Maria. Jangan pedulikan hal lain.”
* * * * *
“Kau memiliki sahabat-sahabat yang menyenangkan, Alex.” Ucap Maria setelah ketiga sahabat Alex meninggalkan kamar itu.
“Aku bertemu mereka saat masih berada di bangku kuliah. Bagaimana denganmu? Kau juga pasti memiliki sahabat, bukan?”
Bibir Maria menyunggingkan senyuman mengingat seseorang yang penting untuknya. “Tentu saja. Aku memiliki seorang sahabat. Aku sangat menyayanginya. Dia begitu baik padaku tanpa memandang kondisi fisikku. Ketika semua orang memandang sebelah mata terhadapku, tapi Jazlyn tak pernah melakukan hal itu.”
Alex terdiam mendengar ucapan Maria. Terutama di kalimat terakhir pria itu bisa mendengar nada terluka dalam suara Maria. Dia bertanya-tanya seberapa sulitkah Maria menjalani hidup dengan kondisi fisik yang tidak sempurna.
Pria itu meraih tangan Maria dan menggenggamnya. “Berhentilah bersikap lemah. Jika kau bersikap lemah seperti ini, orang akan mudah menindas dan menghancurkanmu. Kau hanya perlu menghargai orang-orang yang menyayangimu, Maria. Jangan pedulikan hal lain.”
Meskipun terdengar kasar, tapi Maria tahu ucapan Alex baik untuk dirinya. Dia hanya menganggukkan kepalanya. Setelah itu beberapa perawat datang untuk membawa Alex menuju ruang operasi. Sebelum pergi Alex memanggil Maria.
“Kau tahu bukan pertolongan ini tidaklah gratis. Seperti yang kukatakan sebaiknya kau mempersiapkan hadiah untukku setelah operasi ini selesai. Kau harus membuatku terkesan.” Ucap Alex.
“Hadiah apa? Aku tidak tahu apa yang kau sukai.” bingung Maria.
“Kau memiliki otak untuk berpikir, Maria. Gunakan benda itu.” Setelah itu perawat membawa Alex pergi keluar dari kamar.
Maria masih duduk terdiam mengingat ucapan Alex. Hadiah apa yang diinginkan Alex? Maria tidak pernah berkencan dengan pria. Sehingga dia tidak memiliki pengalaman apapun. Lalu Maria teringat seseorang yang bisa membantunya. Dia mengambil ponselnya dan menekan tombol dua hingga terhubung dengan sahabatnya.
“Maria, kau di mana? Aku baru saja mau menelponmu. Tadi aku datang ke rumahmu, tapi pelayan mengatakan jika kau tidak ada di rumah. Kemarin kau pergi begitu saja dari pesta setelah mengisi acara. Apa kau tidak tahu aku sangat khawatir padamu?” Oceh Jazlyn.
Maria terdiam. Beberapa saat yang lalu dia juga mendengarkan ocehan seperti ini. Bibirnya menahan senyuman karena merasa Jazlyn mirip sekali dengan Roxton.
“Maafkan aku tidak memberitahumu, Jazlyn. Tapi ayahku sedang sakit. Karena itu aku sedang berada di rumah sakit.” Jelas Maria.
“Oh, God. Maafkan aku tidak tahu hal ini, Maria.” Suara Jazlyn berubah lembut.
“Tidak apa-apa, Jazlyn. Aku juga tidak sempat memberitahumu. Jazlyn, ada yang ingin kutanyakan padamu.”
“Tanya apa? Katakan saja.”
“Hadiah apa yang bagus untuk pria?” tanya Maria.
“Hadiah? Pria?” Seketika teriakan kaget Jazlyn membuat Maria harus menjauhkan ponsel dari telinganya. “Maria, apa kau sudah memiliki kekasih?”
“Kekasih?” Lalu Maria teringat ucapan Alex yang mengatakan jika dirinya adalah ‘wanita’-nya. Tapi dia bertanya-tanya apakah hal itu juga bisa disebut kekasih.
“Tidak, Jaz. Kami hanya dekat.”
“Aku tidak percaya padamu, Maria. Kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku.” Curiga Jazlyn.
“Aku…” Maria tidak bisa menjelaskan perihal Alex sekarang. Apalagi tidak ingin jika Jazlyn salah menangkap apa yang dikatakannya. “Aku akan menjelaskannya setelah kita bertemu, Jazlyn. Jadi bisakah kau menjawab pertanyaanku?”
“Tentu saja bisa. Pria pun juga memiliki barang-barang yang disukainya.”
“Bisakah kau mencarikannya untukku, Jaz? Saat ini aku belum bisa pergi dari rumah sakit.” Mohon Maria.
“Tentu saja. Aku akan pergi. Aku juga akan membawakan pakaian dan makanan untukmu.”
Mata Maria berbinar senang. “Jazlyn, kau yang terbaik. Aku sangat menyayangimu.”
“Tidak perlu berlebihan. Kau dulu juga sering membantuku, Maria. Lagipula kita sahabat. Sudah seharusnya kita saling membantu. Jadi di rumah sakit mana kau berada?”
“Aku berada di Boston Medical Centre.”
“Baiklah. Tunggu kedatanganku, ya?”
Setelah sambungan telpon itu tertutup, Maria bergegas keluar dari ruangan itu. Dengan bantuan seorang perawat yang menuntunnya, Maria berhasil sampai di ruang tunggu tepat di depan ruang operasi. Wanita itu duduk dengan begitu gelisah. Dia bisa mendengar orang-orang berlalu-lalang di sekitarnya. Namun Maria memilih fokus pada pikirannya. Dia berdoa agar operasi ini bisa berjalan lancar. Dia terlalu takut terjadi hal buruk pada ayah tirinya dan juga Alex.
Tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka. Beberapa perawat berlarian. Maria pun berdiri mendengar beberapa perawat mengatakan sesuatu yang gawat sudah terjadi.
“Permisi. Apakah ada orang yang bisa memberitahuku apa yang terjadi? Apakah terjadi sesuatu dengan operasinya?” tanya Maria berusaha meraba sekitarnya untuk mencari seseorang untuk diajak bicara.
Seorang dokter meraih tangan Maria. “Nona, saya adalah dokter yang menangani operasi kali ini. Apakah anda keluarga Mr. Goulart?”
Maria menganggukkan kepalanya. Seketika rasa takut menghampirinya ketika dokter itu menyebutkan nama ayah tirinya, Jason Goulart.
“Benar, Dokter. Saya adalah putri tiri Jason Goulart. Apakah dia baik-baik saja?” tanya Maria dengan nada cemas.
“Saya tidak bisa berbohong dengan mengatakan dia baik-baik saja. Tapi sayangnya terjadi komplikasi. Hal ini biasa terjadi pada pasien yang menerima donor sumsum tulang belakang. Karena Mr. Goulart perlu menyesuaikan diri. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkannya.”
Seketika Maria jatuh terduduk di kursi. Air matanya mengalir membasahi pipinya. Tubuhnya terasa begitu lemas mendengar penjelasan dokter.
Kumohon, Tuhan. Selamatkanlah Dad. Jangan ambil dia dariku.
* * * * *
Segala pekerjaan akan terlihat sama. Namun yang membedakan adalah orang yang mengerjakannya. Teknik bisa dipelajari semua. Namun melakukan dengan sepenuh jiwa tidak bisa dilakukan semua orang. * * * * * Gustavo berdiri di hadapan Maria dan Shanon. “Saya senang bisa melihat penampilan bermain piano dua nona cantik ini. Saya akui, kalian memiliki kemampuan yang hebat. Sehingga tidak heran bisa lolos audisi. Tapi saya tidak melihat ada yang salah jika juri audisi memilih Miss Goulart sebagai pemain utama.” Maria terkejut mendengar ucapan Gustavo. Sedangkan Shanon berusaha menahan amarah dalam dirinya. Orang-orang pun mulai berbisik membicarakan tentang penilaian Gustavo. “Apa kau bisa menjelaskan alasannya, Mr. Dumadel? Aku yakin orang-orang ingin mengetahui alasan mengapa Miss Goulart pantas menjadi pemain utama.” Ben sengaja meminta Gustavo menje
Sometimes people can only look just one eye,without seeing someone’s struggle before. * * * * * “Siapa yang berani mengeluarkan Miss Goulart dari group ini?” Semua orang langsung menoleh mendengar suara itu. Mereka terkejut melihat Ben berjalan bersama Earnest dan seorang pria yang ada di belakangnya. Langkah Ben terhenti tepat di hadapan Maria. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya. Pria itu berusaha menahan amarahnya sejak tadi setelah mengetahui gossip yang beredar. “Direktur Walther, apa yang anda lakukan di sini? Apakah anda ingin melihat latihannya?” tanya Andreas mendekati Ben. Namun tatapan tajam Ben membuat langkah Andreas terhenti. Seketika pria itu menjadi ketakutan. Kemudian perhatian Ben teralihkan kembali kepada Maria. “Apakah kau baik-baik saja, Maria?” tanya Ben. Maria menganggukkan kepalanya.
Terkadang berita yang didapatkan belum tentu benar. Lebih bijak mencari tahu kebenarannya lebih dahulu sebelum menghakimi orang lain. * * * * * “Aku akan menunggu di sini, Miss Goulart. Jika kau membutuhkan sesuatu atau mencariku, kau bisa menekan nomor lima di ponselmu. Mr. Feldman sudah mengaturnya.” Ucap Wayne saat mereka berhenti di depan pintu ruang latihan. “Baiklah. Terimakasih sudah mengantarku, Wayne.” “Apakah kau yakin akan baik-baik saja, Miss Goulart? Aku bisa menemanimu di dalam jika kau mau.” Maria menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Wayne. Aku bisa melakukannya sendiri.” “Maa
Kebahagiaan bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi seseorang. Tapi terkadang juga menjadi sesuatu yang menyebalkan bagi orang lain. * * * * * “Cheers” Alex mendentingkan gelas sampanye miliknya ke gelas Maria. Sepasang kekasih itu meminum cairan kuning bening itu sebagai perayaan atas lolosnya Maria dalam audisi kali ini. “Alex.” Panggil Maria setelah menegak sedikit sampanye di gelasnya. “Hmm?” Alex bergumam sembari meletakkan gelasnya di meja. Pria itu mengambil piring kecil dengan kue stroberi di atasnya. Kemudian mengambil gelas milik maria dan menggantikannya dengan piring kecil itu. “Mula
“Envy is the art of counting other fellow’s blessings instead of your own.” * * * * * “Maria!” Suara Ben membuat Maria mengikuti arah suara itu. Wanita itu berdiri dan menyunggingkan senyuman untuk Ben. “Mr. Walther?” Ben menghampiri Maria. Langkahnya terhenti tepat di hadapan wanita itu. “Aku ingin mengucapkan selamat padamu karena kau sudah lolos audisi.” “Terimakasih, Mr. Walther. Saya tidak menyangka akan lolos. Saya begitu gugup tadi.” Maria menyentuh dadanya yang masih berdegup tidak karuan.
Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu. * * * * * Maria duduk bersama dengan kontestan lainnya yang mengikuti audisi Metropolitan Opera. Dia begitu gugup karena sebentar lagi akan diumumkan siapa saja yang lolos seleksi. Lalu wanita itu teringat ucapan Alex sebelum dia masuk ke dalam ruang audisi. Apapun hasilnya kau harus menerimanya. Meskipun aku yakin kau akan lolos, tapi tetap saja masih ada kemungkinan lainnya. Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu.
"Bahkan jika tubuhmu bertambah gendut, bagiku kau tetaplah sangat cantik.” * * * * * Alex meraih tangan Maria dan meletakkan di atas pangkuannya. Pria itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam saku jasnya. Kemudian dia mengenakkan sebuah gelang emas dengan beberapa bandul kupu-kupu yang sangat cantik. “Ini adalah hadiah untukmu.” Ucap Alex. Maria merasakan benda yang dingin menyentuh pergelangan tangannya. Dengan tangannya yang lain wanita itu meraba benda itu. Dia bisa merasakan gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Kemudian dia bisa merasakan bandul kupu-kupu di jemarinya. Bibir wanita itu tersenyum saat mengetahui bentuk benda itu. “Apakah ini ku
“The strongest actions for a woman is to love herself, be herself and shine amongst those who never believed she could.” * * * * * “Terimakasih untuk makan malamnya, Mr. Jansen. Saya sangat menikmatinya.” Ucap Alex setelah mereka berpindah ke ruang keluarga di kediaman Jansen. Connor meraih cangkir teh di atas meja dan meminumnya. “Saya senang bisa menjamu anda dengan sangat baik, Mr. Feldman. Jika anda tidak keberatan bagaimana jika setelah ini kita membahas kerjasama kita, Mr. Feldman?” Alex menganggukkan kepalanya. “Tidak masalah.” “Baguslah. Kalau begitu aku akan mempersiapkannya sebentar. Shanon bisakah kau menemani Mr. Feldman sebentar?” Connor mengalihk
“Jangan pernah memperdulikan apa yang orang lain katakan padamu. Bahkan jika perkataan mereka sangat menyakiti hatimu. Berusaha berapa kalipun, sesempurna apapun, kau tidak akan bisa memuaskan pikiran orang lain, Maria.” * * * * * Alex berjalan keluar dari mobil dengan mendengus kesal. Karena Maria mengatakan jika kepalanya pusing hari ini, akhirnya Alex tidak bisa mengajak sang kekasih pergi makan malam di kediaman keluarga Jansen. “Mr. Feldman.” Alex bisa melihat seorang pria seumuran ayahnya berjalan menghampirinya. Melihat penampilannya dengan mengenakan jas yang menyembunyikan perut buncitnya, Alex tahu dia adalah Connor Jansen. “Mr. Jansen.” Alex m