☣️PERINGATAN!!!!☣️ Cerita ini mengandung adegan dewasa yang sangat tidak cocok dibaca untuk anak dibawah umur. Jadi yang sudah masuk kategori dewasa, silahkan masuk dan menikmati cerita. Jika ada yang melanggar peringatan ini, Marry tidak bertanggung jawab dengan reaksi yang akan kalian alami. * * * * * "Lepaskan pakaianmu!” "Pakaianku?” Maria mengulangi ucapan Alex. "Apakah kau mulai berubah pikiran? Sudah kukatakan sangat terlambat jika ingin berubah pikiran sekarang, Maria.” Maria menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak berubah pikiran. Aku akan membukanya.” Dengan tangannya wanita itu meraba resleting yang berada di samping tubuhnya. Setelah menemukannya, Maria menurunkan benda itu sehingga gaunnya pun mulai melonggar. Dengan wajah yang memerah Maria membiarkan gaun itu meluncur ke bawah dan jatuh di sekitar kakinya. Alex terdiam mematung melihat tubuh indah Maria. Tidak ada penghalang yang menutupi kulit putih halus Maria kecuali celana dalam merah muda lembut yang dikenakannya. Maria menunduk merasa malu. Dia menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi dadanya. Kaki Alex melangkah menghampiri wanita itu. Dia meraih kedua tangan Maria dan menyingkirkannya dari dada wanita itu. "Sudah terlambat untuk merasa malu, Maria. Mulai malam ini kau adalah milikku.” Tepat setelah Alex mengatakan hal itu dia mendaratkan bibirnya di atas bibir Maria. * * * * * "Asalkan kau bersedia bercinta denganku, menghangatkan ranjangku setiap malam.” Permintaan yang sulit bagi seorang pianis tunanetra bernama Maria Goulart. Terutama permintaan itu keluar dari mulut kakak tirinya, Alex Feldman. Ketika status keluarga perlahan menguap membuat dua manusia jatuh dalam hubungan yang tidak seharusnya. Alex yang begitu dingin berubah menjadi lembut kepada Maria. Namun saat wanita itu mengetahui alasan mengapa sikap Alex berubah padanya, membuat kepercayaan Maria hancur. Bisakah Maria terlepas dari sang kakak? Atau dia justru terjatuh semakin dalam?
view moreBerhati-hatilah mengambil keputusan. Karena ketika kau sudah terjun dalam satu keputusan kau tidak bisa menariknya kembali.
* * * * *
“Kau ingin aku menolong pria tua itu? Apakah aku tidak salah dengar, Maria? Setelah sekian lama tidak bertemu dan kau memintaku untuk menolongnya?” tanya seorang pria yang saat ini mengenakan setelan biru gelap.
Pria bernama Alex Feldman itu memandang seorang wanita yang berdiri di tengah ruang tamu rumahnya. Tatapannya memandang wanita yang membawa tongkatnya untuk membantu berjalan karena Maria Goulart tidak mampu melihat.
Wanita dengan rambut hitam sebahu itu menggelengkan kepalanya. “Jangan memanggilnya pria tua, Alex. Dia adalah ayahmu. Dan sekarang ayahmu sedang sakit dan membutuhkan pertolonganmu. Aku mohon bantulah dia.”
Pria dengan tinggi seratus Sembilan puluh dua itu tersenyum sinis. “Ayahku? Dalam ingatanku, dia sudah menjadi ayahmu, Maria. Tepat setelah aku meninggalkan keluarga Goulart. Bukankah kau tahu aku tidak lagi menyandang nama Goulart kembali? Aku bukan bagian dari keluarganya lagi. Jadi sebaiknya kau pulang dan temani saja pria tua itu.”
Maria menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku tidak akan pulang sebelum kau setuju akan membantu Dad. Dia sakit parah, Alex. Jika saja aku bisa membantunya aku tidak akan datang kemari untuk meminta bantuanmu. Tapi hanya kau yang bisa menolongnya.”
“Sepertinya pria tua itu mendapatkan pelajarannya. Sayangnya kau sia-sia saja kemari, Maria. Aku tidak akan menolongnya. Jadi kau tidak perlu membuang waktumu. Lebih baik kau bermain dengan pianomu dan jaga pria tua itu.”
Lagi-lagi wanita dengan gaun berwarna perak yang berkilauan itu menggelengkan kepalanya. “Tidak. Berapa kalipun kau mengusirku, aku tidak akan pergi, Alex. Aku akan tetap di sini sampai kau mau membantu Dad.”
“Baiklah. Jika kau tidak mau pergi, maka aku yang pergi.” Alex berjalan menuju pintu yang menghubungkan dengan garasi rumahnya.
Maria menghela nafas berat. Tangannya pun meraba kursi sebelum akhirnya menghempaskan tubuhnya di kursi itu. Seperti dugaannya, Alex pasti menolaknya. Hubungan Alex dan Jason Goulart memang tidak baik. Karena itulah sejak Alex mengangkat kakinya dari kediaman Goulart tepat setelah dia lulus kuliah, pria itu tidak pernah kembali lagi. Dan yang paling menyedihkan Alex tidak hanya membenci ayahnya tapi juga dirinya.
* * * * *
Alex menegak anggur di dalam gelas bertangkainya. Dia meletakkan gelas kosong itu dengan kasar di atas meja. Membuat ketiga pria yang duduk di dekatnya memandang Alex kebingungan. Roxton, Rougan dan Levon jelas tahu Alex sedang marah.
“Jadi apa yang membuat pria sedingin es ini jadi menyeramkan?” tanya Roxton penasaran.
“Bukan urusan kalian.” Alex menuangkan anggur merah dalam ke dalam gelasnya.
“Wow! Singa jantan sedang mengaum. Aku semakin penasaran siapa yang berani membangunkan sang singa yang tertidur.” Levon terkekeh. Namun tawa pria itu terhenti ketika Alex melemparkan bantal yang tepat mengenai wajahnya.
“Sialan! Singa jantan sedang mengamuk.” Gerutu Levon.
Rougan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat perkelahian kecil itu. Kemudian pria itu mengalihkan perhatiannya pada Alex.
“Apakah ada masalah yang mengganggu pikiranmu, Alex? Tidak biasanya aku melihat kau begitu emosi seperti ini.” Rougan memiliki karakter paling lembut di antara mereka.
“Aku sedang tidak ingin membicarakannya, Rougan.” Alex meraih gelas yang sudah diisinya dengan cairan merah gelap kemudian meminumnya.
“Aku yakin hal ini berhubungan dengan wanita.” Tebak Roxton.
Seketika gerakan tangan Alex yang hendak meletakkan gelas kosongnya terhenti. Ketiga sahabatnya itu bisa melihat reaksi Alex.
“Wah, tebakanmu tepat sasaran, Roxton. Sepertinya dia adalah wanita yang pemberani karena bisa mengusik emosi sang singa.” Levon penasaran siapa wanita itu.
“Kalian berdua berhentilah mengolok Alex.” Omel Rougan. “Alex, aku tahu kau tidak akan memberitahu kami apa yang terjadi. Tapi aku hanya bisa memberikan sedikit saran. Terutama jika ini berhubungan dengan wanita. Berhati-hatilah mengambil keputusan. Karena ketika kau sudah terjun dalam satu keputusan kau tidak bisa menariknya kembali.”
Alex terdiam mendengar nasihat Rougan. Lalu dia teringat wajah Maria yang memohon padanya untuk menolong ayahnya. Alex sangat geram mengingat wanita itu. Setelah menegak satu gelas anggur lagi, pria itu memilih pergi meninggalkan ruang khusus dalam klub malam Royale.
* * * * * *
Langkah Alex yang berjalan masuk ke dalam rumah terhenti. Tatapannya tertuju pada Maria yang masih berada di rumahnya. Beberapa kali kepala Maria terantuk-antuk karena tak kuat menahan rasa kantuknya. Tapi begitu mendengar suara langkah kaki Alex, Maria langsung berdiri.
“Masih belum mau pergi juga?” tanya Alex.
Mendengar suara Alex membuat Maria mengetahui keberadaan pria itu. “Sudah kukatakan aku tidak akan pergi sampai kau setuju membantu Dad.”
“Kau hanya akan melakukan hal yang sia-sia, Maria. Pulanglah.”
Maria menggelengkan kepalanya. “Kumohon, Alex. Dad sungguh-sungguh membutuhkan bantuanmu. Aku akan melakukan apapun asalkan kau mau membantu Dad.”
Tubuh Alex menegang mendengar ucapan wanita itu. Kemudian dia berjalan menghampiri Maria. Langkahnya berhenti tepat di hadapan Maria. Dia bisa melihat wajah cantik dan polos wanita itu sama seperti terakhir dia melihatnya.
“Melakukan apapun? Kau memberikan tawaran yang menggiurkan, Maria. Baiklah. Aku akan membantu pria tua itu. Asalkan kau bersedia bercinta denganku, menghangatkan ranjangku setiap malam.”
* * * * *
Segala pekerjaan akan terlihat sama. Namun yang membedakan adalah orang yang mengerjakannya. Teknik bisa dipelajari semua. Namun melakukan dengan sepenuh jiwa tidak bisa dilakukan semua orang. * * * * * Gustavo berdiri di hadapan Maria dan Shanon. “Saya senang bisa melihat penampilan bermain piano dua nona cantik ini. Saya akui, kalian memiliki kemampuan yang hebat. Sehingga tidak heran bisa lolos audisi. Tapi saya tidak melihat ada yang salah jika juri audisi memilih Miss Goulart sebagai pemain utama.” Maria terkejut mendengar ucapan Gustavo. Sedangkan Shanon berusaha menahan amarah dalam dirinya. Orang-orang pun mulai berbisik membicarakan tentang penilaian Gustavo. “Apa kau bisa menjelaskan alasannya, Mr. Dumadel? Aku yakin orang-orang ingin mengetahui alasan mengapa Miss Goulart pantas menjadi pemain utama.” Ben sengaja meminta Gustavo menje
Sometimes people can only look just one eye,without seeing someone’s struggle before. * * * * * “Siapa yang berani mengeluarkan Miss Goulart dari group ini?” Semua orang langsung menoleh mendengar suara itu. Mereka terkejut melihat Ben berjalan bersama Earnest dan seorang pria yang ada di belakangnya. Langkah Ben terhenti tepat di hadapan Maria. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya. Pria itu berusaha menahan amarahnya sejak tadi setelah mengetahui gossip yang beredar. “Direktur Walther, apa yang anda lakukan di sini? Apakah anda ingin melihat latihannya?” tanya Andreas mendekati Ben. Namun tatapan tajam Ben membuat langkah Andreas terhenti. Seketika pria itu menjadi ketakutan. Kemudian perhatian Ben teralihkan kembali kepada Maria. “Apakah kau baik-baik saja, Maria?” tanya Ben. Maria menganggukkan kepalanya.
Terkadang berita yang didapatkan belum tentu benar. Lebih bijak mencari tahu kebenarannya lebih dahulu sebelum menghakimi orang lain. * * * * * “Aku akan menunggu di sini, Miss Goulart. Jika kau membutuhkan sesuatu atau mencariku, kau bisa menekan nomor lima di ponselmu. Mr. Feldman sudah mengaturnya.” Ucap Wayne saat mereka berhenti di depan pintu ruang latihan. “Baiklah. Terimakasih sudah mengantarku, Wayne.” “Apakah kau yakin akan baik-baik saja, Miss Goulart? Aku bisa menemanimu di dalam jika kau mau.” Maria menggelengkan kepalanya. “Tidak perlu, Wayne. Aku bisa melakukannya sendiri.” “Maa
Kebahagiaan bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi seseorang. Tapi terkadang juga menjadi sesuatu yang menyebalkan bagi orang lain. * * * * * “Cheers” Alex mendentingkan gelas sampanye miliknya ke gelas Maria. Sepasang kekasih itu meminum cairan kuning bening itu sebagai perayaan atas lolosnya Maria dalam audisi kali ini. “Alex.” Panggil Maria setelah menegak sedikit sampanye di gelasnya. “Hmm?” Alex bergumam sembari meletakkan gelasnya di meja. Pria itu mengambil piring kecil dengan kue stroberi di atasnya. Kemudian mengambil gelas milik maria dan menggantikannya dengan piring kecil itu. “Mula
“Envy is the art of counting other fellow’s blessings instead of your own.” * * * * * “Maria!” Suara Ben membuat Maria mengikuti arah suara itu. Wanita itu berdiri dan menyunggingkan senyuman untuk Ben. “Mr. Walther?” Ben menghampiri Maria. Langkahnya terhenti tepat di hadapan wanita itu. “Aku ingin mengucapkan selamat padamu karena kau sudah lolos audisi.” “Terimakasih, Mr. Walther. Saya tidak menyangka akan lolos. Saya begitu gugup tadi.” Maria menyentuh dadanya yang masih berdegup tidak karuan.
Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu. * * * * * Maria duduk bersama dengan kontestan lainnya yang mengikuti audisi Metropolitan Opera. Dia begitu gugup karena sebentar lagi akan diumumkan siapa saja yang lolos seleksi. Lalu wanita itu teringat ucapan Alex sebelum dia masuk ke dalam ruang audisi. Apapun hasilnya kau harus menerimanya. Meskipun aku yakin kau akan lolos, tapi tetap saja masih ada kemungkinan lainnya. Jika memang tidak lolos, maka bukan berarti kemampuanmu yang buruk. Hanya saja belum saatnya kau ikut bermain bersama mereka. Akan ada kesempatan lain yang akan membuka jalanmu.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments