Share

Bab 7 Rasa tidak Biasa

"Kamu mau mengundurkan diri?" Ada sesuatu yang aneh dalam diri Romeo ketika mendengar Hana mengatakan ini. Sudah empat tahun lamanya Hana bekerja dengannya. Melihat Hana setiap hari adalah hal yang biasa. Mereka sering melakukan segala sesuatu berdua. Tetapi semua adalah tentang pekerjaan, dan itu adalah hal yang sangat biasa. Sebelum Hana bekerja untuknya, Romeo juga sering melihatnya di rumah Rangga. Sehingga melihat Hana adalah sesuatu yang amat biasa. 

Namun hal yang tidak biasa adalah ... apabila Hana meninggalkannya. 

Dan kejadian hari ini membuktikan semua ketakutannya ... bermula dari Rangga yang hanya dalam hitungan detik saja menjadi begitu murka setelah mengetahui bahwa dirinyalah yang telah menghamili Hana ... disusul dengan berita bahwa Hana akan pergi meninggalkannya, membuat segala sesuatu menjadi runyam dan tidak menentu bagi Romeo.

Ada yang salah di sini, pikir Romeo, tetapi dia tidak tahu apa itu.

"Iya, Pak," jawab Hana pendek.

Romeo mengerjapkan matanya. Dia menggaruk rambutnya dengan kasar.

"Tapi kamu nggak bisa keluar begitu saja dari perusahaan," elak Romeo dengan pikiran yang sudah acak-acakan.

Romeo sendiri tidak tahu mengapa dia mengatakan hal ini, yang dia tahu hanyalah dia tidak senang kalau Hana pergi meninggalkannya.

"Saya bisa, Pak. Semua karyawan juga bisa."

"Semua karyawan memang bisa. Tetapi kamu nggak bisa." Adalah kalimat yang hendak diucapkan Romeo, tetapi dia tidak akan pernah mengucapkannya. Terasa begitu ganjil bila dia sampai mengucapkan kalimat ini.

"Apa karena kamu hamil, jadi kamu harus keluar dari pekerjaan kamu? Memangnya siapa yang akan bertanggung jawab untuk anak yang ada dalam kandungan kamu, kalau kamu sampai keluar dari perusahaan? Anak itu bisa-bisa nggak dapat masa depan yang seharusnya," komentar Romeo. Saat menyinggung kandungan Hana, dia tidak mengucapkan "anak kita", tetapi dia berkata "anak itu".

Hana tersenyum miring. "Bapak khawatir banget. Saya masih bisa mencari pekerjaan, kok, di tempat lain." Hana menjeda kalimatnya. "Sejak awal, saya memang nggak pernah minta Bapak untuk bertanggung jawab," bantah Hana dengan keberanian yang dibuat-buat. 

Romeo kesal sekali mendengar Hana mengatakan ini. "Memang nggak. Tapi saya yang mau."

Percuma kalau nggak pernah ada cinta dalam hati Bapak untuk saya. Yang ada saya hanya akan sakit hati terus-menerus, batin Hana.

"Hana ... Hana ... kamu masih ada di sana?" tanya Romeo dengan suara waswas.

Hana menghela napas pendek. "Iya, saya masih di sini. Ada apa?" 

"Bagus kalau begitu. Tunggu di sana, malam ini juga saya akan ke tempat kamu," kata Romeo, kemudian sambungan telepon berakhir.

Ponsel masih berada di telinga Hana ketika Romeo memutuskan panggilannya. Hana tercenung. Dia bergeming di tempat.

Wajahnya sudah pucat pasi sejak tadi sore. 

Kini, masalah yang akan dihadapinya semakin bertambah kacau. Romeo akan segera datang ke rumah ini. Kemudian Hana bisa membayangkan Romeo dan Kak Rangga akan bertemu, dan bisa ditebak apa yang akan terjadi setelah itu; kedua lelaki itu pasti akan bertengkar hebat.

Kepala Hana sangat penuh. Napasnya mulai tersengal-sengal. Matanya terasa berat. 

Apa yang baru saja saya makan? tanya Hana pada dirinya sendiri. Mengapa kepalanya terasa sangat berat dan pusing sekali? 

Apa ini berhubungan dengan ketakutannya?

Kalau memang demikian, Hana yakin dia belum pernah merasakan ketakutan seperti sekarang. Bahkan berdiri saja dia sudah tidak mampu lagi.

Matanya berkunang-kunang. Dia berusaha mengedipkan matanya berkali-kali, mencoba agar dirinya tetap terjaga. 

Dia berjalan ke tempat tidur. Mengapa rasanya sakit sekali seperti seribu jarum sedang ditusuk-tusuk ke kepalanya.

Dan hanya dalam hitungan detik, segala sesuatu tampak hitam. Semua gelap.

Kemudian Hana terjatuh di atas ranjangnya dan tidak sadarkan diri. 

Sementara di tempat yang berbeda, Romeo melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Perhatiannya dia tumpukan pada jalanan yang sudah lenggang di depannya. 

Hari itu hari Minggu, dan waktu menunjukkan sudah larut malam. Tidak banyak orang yang berlalu lalang di jalanan ibu kota. Hanya beberapa kendaraan saja. 

Sehingga hanya setengah jam waktu yang dibutuhkan Romeo untuk tiba di rumah Rangga.

Romeo menepikan mobilnya di depan rumah bergaya minimalis itu. Dengan gerakan cepat, Romeo segera mematikan mesin mobil. Pandangannya tertuju pada sosok yang berada di dalam rumah Rangga.

Romeo keluar dari mobil. Berlari seperti orang gila dan kini sudah berada di depan pintu rumah Rangga.

"Hana! Buka pintunya!" perintah Romeo pada orang di dalam.

Namun tidak ada yang membuka pintu.  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status