"Kamu mau mengundurkan diri?" Ada sesuatu yang aneh dalam diri Romeo ketika mendengar Hana mengatakan ini. Sudah empat tahun lamanya Hana bekerja dengannya. Melihat Hana setiap hari adalah hal yang biasa. Mereka sering melakukan segala sesuatu berdua. Tetapi semua adalah tentang pekerjaan, dan itu adalah hal yang sangat biasa. Sebelum Hana bekerja untuknya, Romeo juga sering melihatnya di rumah Rangga. Sehingga melihat Hana adalah sesuatu yang amat biasa.
Namun hal yang tidak biasa adalah ... apabila Hana meninggalkannya. Dan kejadian hari ini membuktikan semua ketakutannya ... bermula dari Rangga yang hanya dalam hitungan detik saja menjadi begitu murka setelah mengetahui bahwa dirinyalah yang telah menghamili Hana ... disusul dengan berita bahwa Hana akan pergi meninggalkannya, membuat segala sesuatu menjadi runyam dan tidak menentu bagi Romeo.Ada yang salah di sini, pikir Romeo, tetapi dia tidak tahu apa itu."Iya, Pak," jawab Hana pendek.Romeo mengerjapkan matanya. Dia menggaruk rambutnya dengan kasar."Tapi kamu nggak bisa keluar begitu saja dari perusahaan," elak Romeo dengan pikiran yang sudah acak-acakan.Romeo sendiri tidak tahu mengapa dia mengatakan hal ini, yang dia tahu hanyalah dia tidak senang kalau Hana pergi meninggalkannya."Saya bisa, Pak. Semua karyawan juga bisa.""Semua karyawan memang bisa. Tetapi kamu nggak bisa." Adalah kalimat yang hendak diucapkan Romeo, tetapi dia tidak akan pernah mengucapkannya. Terasa begitu ganjil bila dia sampai mengucapkan kalimat ini."Apa karena kamu hamil, jadi kamu harus keluar dari pekerjaan kamu? Memangnya siapa yang akan bertanggung jawab untuk anak yang ada dalam kandungan kamu, kalau kamu sampai keluar dari perusahaan? Anak itu bisa-bisa nggak dapat masa depan yang seharusnya," komentar Romeo. Saat menyinggung kandungan Hana, dia tidak mengucapkan "anak kita", tetapi dia berkata "anak itu".Hana tersenyum miring. "Bapak khawatir banget. Saya masih bisa mencari pekerjaan, kok, di tempat lain." Hana menjeda kalimatnya. "Sejak awal, saya memang nggak pernah minta Bapak untuk bertanggung jawab," bantah Hana dengan keberanian yang dibuat-buat. Romeo kesal sekali mendengar Hana mengatakan ini. "Memang nggak. Tapi saya yang mau."Percuma kalau nggak pernah ada cinta dalam hati Bapak untuk saya. Yang ada saya hanya akan sakit hati terus-menerus, batin Hana."Hana ... Hana ... kamu masih ada di sana?" tanya Romeo dengan suara waswas.Hana menghela napas pendek. "Iya, saya masih di sini. Ada apa?" "Bagus kalau begitu. Tunggu di sana, malam ini juga saya akan ke tempat kamu," kata Romeo, kemudian sambungan telepon berakhir.Ponsel masih berada di telinga Hana ketika Romeo memutuskan panggilannya. Hana tercenung. Dia bergeming di tempat.Wajahnya sudah pucat pasi sejak tadi sore.
Kini, masalah yang akan dihadapinya semakin bertambah kacau. Romeo akan segera datang ke rumah ini. Kemudian Hana bisa membayangkan Romeo dan Kak Rangga akan bertemu, dan bisa ditebak apa yang akan terjadi setelah itu; kedua lelaki itu pasti akan bertengkar hebat.Kepala Hana sangat penuh. Napasnya mulai tersengal-sengal. Matanya terasa berat. Apa yang baru saja saya makan? tanya Hana pada dirinya sendiri. Mengapa kepalanya terasa sangat berat dan pusing sekali? Apa ini berhubungan dengan ketakutannya?Kalau memang demikian, Hana yakin dia belum pernah merasakan ketakutan seperti sekarang. Bahkan berdiri saja dia sudah tidak mampu lagi.Matanya berkunang-kunang. Dia berusaha mengedipkan matanya berkali-kali, mencoba agar dirinya tetap terjaga. Dia berjalan ke tempat tidur. Mengapa rasanya sakit sekali seperti seribu jarum sedang ditusuk-tusuk ke kepalanya.Dan hanya dalam hitungan detik, segala sesuatu tampak hitam. Semua gelap.Kemudian Hana terjatuh di atas ranjangnya dan tidak sadarkan diri.
Sementara di tempat yang berbeda, Romeo melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Perhatiannya dia tumpukan pada jalanan yang sudah lenggang di depannya. Hari itu hari Minggu, dan waktu menunjukkan sudah larut malam. Tidak banyak orang yang berlalu lalang di jalanan ibu kota. Hanya beberapa kendaraan saja. Sehingga hanya setengah jam waktu yang dibutuhkan Romeo untuk tiba di rumah Rangga.Romeo menepikan mobilnya di depan rumah bergaya minimalis itu. Dengan gerakan cepat, Romeo segera mematikan mesin mobil. Pandangannya tertuju pada sosok yang berada di dalam rumah Rangga.Romeo keluar dari mobil. Berlari seperti orang gila dan kini sudah berada di depan pintu rumah Rangga."Hana! Buka pintunya!" perintah Romeo pada orang di dalam.Namun tidak ada yang membuka pintu.Lima menit telah berlalu sejak Romeo mendatangi rumah Rangga."Romeo!"Suara berat dari belakang Romeo, membuat perhatian lelaki itu teralihkan."Mau apa kamu ke rumah saya!" tanya seseorang yang suaranya sudah familier di pendengaran Romeo."Rangga," lontar Romeo setelah dia membalikkan badan."Masih berani kamu ke sini! Sudah saya bilang, saya nggak akan biarin kamu nikah sama adik saya!" perintah Rangga dengan emosi yang segera tertumpah. Romeo benar-benar telah menginjak-injak harga diri keluarganya."Rangga, kalau kamu memang cari orang yang sudah berbuat kesalahan ke Hana. Itu saya, Rangga! Sekarang saya sudah di sini! Saya mau tanggung jawab! Tolong jangan halangi saya untuk menikahi Hana! Beberapa bulan lagi perut Hana akan bertambah besar, orang-orang akan tau. Saya mau bertanggung jawab untuk janin yang ada dalam tubuh Hana." Napas Romeo tersengal-sengal.Rangga masih menatap Romeo dengan kebencian yang belum meredup. &
"Hana! Hana, bangun!"Romeo bisa mendengar Susi yang sedang menjerit-jerit memanggil nama Hana.Dengan sangat tergesa-gesa, Romeo segera berlari menuju suara itu berasal.Rangga sudah lebih dulu menemui Hana."Hana! Bangun, Hana! Kamu kenapa!" Kali ini suara Rangga.Rahang Romeo mengeras. Pikirannya berputar-putar mencoba menebak apa yang sedang terjadi pada Hana.Itu Hana! Rangga dan Susi sedang menggoncang lengan Hana, berusaha membuat Hana bangun.Entah mengapa mata Romeo segera membelalak. Dia terkejut sekali melihat tubuh wanita ringkih itu yang sedang tergeletak tak berdaya di atas ranjang."Hana!" Kepanikan melanda Romeo. Dia sungguh khawatir melihat bawahannya dalam keadaan seperti itu.Dengan cepat, Romeo segera berlari ke arah Hana. Dan tanpa diduga-duga oleh yang lain, juga oleh dirinya sendiri, Romeo mengangkat tubuh Hana. Dia membopongny
Romeo menepikan mobilnya di klinik terdekat yang berada tak jauh dari rumah Rangga. Pikirannya kacau sekali, melihat Hana seperti ini.Apakah Hana benar-benar tertekan?Apakah Hana tidak mau menikah dengannya sehingga dia jatuh pingsan seperti sekarang?Dia hanya berharap Hana akan segera membaik. Sangat tidak baik untuk ibu hamil berada dalam keadaan tertekan.Romeo mematikan mesin mobil.Dia segera keluar, dan memutari bagian depan mobil menuju pintu mobil bagian penumpang.Romeo menghela napas ketika melihat Hana. Wajah perempuan itu sangat pucat. Tampak tertekan meski dalam keadaan tidur."Hana. Setelah ini, saya harap kamu akan baik-baik saja," bisik Romeo ketika dia mengangkat tubuh wanita itu.Kulitnya halus. Dia pernah merasakan kulit itu menyentuh kulitnya.Pintu mobil tertutup, dan dengan cepat dia berjalan menuju ke klinik."Silakan, Pak," seorang sekuriti klinik membu
Hari telah sangat larut, besok adalah permulaan hari. Di mana semua orang akan sibuk bekerja.Romeo pun sudah mulai merasa lelah.Dia memerhatikan Hana yang sedang terbaring lelap di depannya.Gadis itu memang memiliki wajah seperti malaikat. Teduh dan menenangkan. Romeo duduk di samping brankar tempat Hana berbaring.Tangannya yang semula menyentuh tangan Hana, kemudian bergerak perlahan menyentuh pipi perempuan itu.Ada dorongan dalam hati Romeo untuk memberikan ketenangan pada Hana. Dia tersenyum saat tangannya membelai wajah lembut Hana, menekuri setiap lekuk garis wajah lembut wanita itu. Alis mata wanita itu tebal. Romeo sering memerhatikan Hana beberapa hari terakhir tanpa disadari olehnya, maupun Hana tentunya. Rahang pipi Hana tinggi. Romeo berlama-lama menikmati pemandangan indah di depannya; entah sejak kapan Romeo mulai merasakan bahwa wajah Hana menjadi candu bagi matanya. Hidung Hana mancung. Dia senang sekal
"Tadi kamu pingsan di rumah," jawab Romeo setelah dia duduk kembali ke kursinya. Wajahnya datar dan tanpa ekspresi.Romeo melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan."Pingsan?" Hana membeo. Dia tidak percaya bahwa dia telah pingsan. Berusaha mengingat kembali bahwa memang tadi dia merasa pusing sekali, tetapi dia tidak tahu bahwa dia telah pingsan."Iya, kamu tadi pingsan di kamar."Mata Hana membelalak lebar. Cukup terkejut, kemudian tersipu karena berpikir bahwa Romeo yang telah menggendongnya. "Terus kenapa Bapak yang bawa saya ke sini? Kak Rangga sama Mbak Susi mana?""Mereka masih di rumah. Tadi, saya langsung bawa kamu ke sini," ujar Romeo tanpa ekspresi berlebihan.Hana masih membayangkan cara Romeo membawa dirinya ke sini.Apakah kulit mereka bersentuhan? Wajah Hana memanas. Dia seakan merasakan tangan kekar itu membalut tubuhnya. Memeluk serta mendekapnya erat.Hana menunduk. Dia menatap ke
Saat kembali ke dalam mobil, Romeo duduk menatap lurus dengan pandangan mata terarah ke depan, membuat wajahnya yang sempurna tampak lebih misterius. Gerakan lelaki itu saat mengusap dahinya terlihat sangat elegan, seakan dia tahu bahwa dirinya berada dalam lukisan.Hana tahu benar bahwa Romeo saat ini sedang memikirkan sesuatu. Dia mengamati melalui ekor matanya.Kaki lelaki itu terlihat tidak tenang, terdengar suara sepatu terketuk pelan.Hana menggigit bibirnya sendiri.Apakah Romeo sedang memikirkan dirinya? tawa Hana dalam hati yang dia tahu sudah pasti bahwa Romeo tidak akan repot-repot memikirkannya.Namun, beberapa detik kemudian Romeo segera menolehkan kepalanya menatap bibir Hana.Hana merasa ada sesuatu yang aneh dan bertanya dengan tidak yakin, "Ada apa?"Romeo tidak berbicara, namun dia bergerak mendekati Hana, membuat Hana bahkan lebih gugup, bergidik ngeri.Dalam teori yang Hana ketahui bila lelaki memerhatikan bibir per
Hana menggunakan kebaya dengan payet sederhana. Warnanya lembut selembut kulitnya. Rambutnya disanggul tinggi, memperlihatkan lehernya yang jenjang.Para undangan sudah banyak yang hadir. Hana gugup. Dia belum pernah merasa gugup seperti sekarang. Hari ini dia akan menikah dengan Romeo.Ada semburat senyum yang sangat tipis yang sejak beberapa jam lalu tidak bisa terhapus pada wajahnya.Dia bahagia. Sangat bahagia.Akhirnya Romeo benar-benar menepati janjinya untuk menikahi Hana.Hampir empat jam berlangsung setelah mereka mengucapkan ijab kabul. Kini keduanya berada di dalam kamar pengantin."Saya ganti baju dulu." Perkataan Hana terlalu terburu-buru, membuat wajah dan jantungnya berjalan tidak seirama.Wajahnya terlihat sangat kaku, sementara jantungnya berdegup sangat kencang.Romeo memandang Hana dari tempatnya berada dengan pandangan mata menggelap. Membuat Hana semakin tidak nyaman berada dalam satu kamar ya
Tubuh Hana gemetar. Sorot mata Romeo menatap Hana lekat disela cumbuannya. Hana merasakan tatapan menusuk yang dilayangkan Romeo padanya. Dia kecewa. Romeo bernafsu padanya, tetapi hati lelaki itu bukan untuk Hana. Hati lelaki itu jatuh pada wanita yang sudah memiliki suami.Apakah begitu sulit melupakan seseorang yang sudah memiliki pasangan?Mengapa terus mengharapkan wanita yang jelas-jelas telah memilih laki-laki lain?Tanpa sadar Hana menutup mulutnya. Pikirannya dipenuhi oleh perasaan kecewanya.Namun Romeo sudah tidak bisa menahan hasratnya yang sedari tadi ditahan oleh lelaki itu. Gairahnya sudah membuncah. Entah mengapa menghadapi bibir penuh milik Hana membuat nafsu Romeo meledak-ledak."Kamu sedang bermain susah untuk didapat, ya?" tanya Romeo dengan suara serak, dia mendongakkan kepalanya, dan sedikit memberi jarak antara dirinya dengan Hana. Kemudian dilihatnya dengan matanya bibir Hana yang basah dan l