"Halo, Han," sapa Romeo di ujung sambungan telepon. Rahangnya masih sakit akibat bogem mentah dari Rangga.
Hana terkesiap mendapat telepon dari Romeo. Dia menggigit bibirnya. Jantungnya deg-degan menerima telepon dari Romeo. Seharusnya menerima panggilan telepon dari Romeo adalah hal yang wajar; sudah puluhan kali Hana menerima telepon dari Romeo, atasannya. Tetapi mengapa kali ini dia merasa ada sesuatu yang berbeda dari panggilan Romeo?Dadanya berdebar terlalu cepat."Halo, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Hana gugup.Baru kemarin, Rangga meminta Hana untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya karena Hana tidak mau memberitahukan siapa lelaki yang bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap Hana."Kakak kamu sudah tau kalau saya yang telah melakukannya ke kamu," cetus Romeo secara tiba-tiba yang segera membuat mulut Hana terbuka lebar. Dia benar-benar sangat terkejut. Jantungnya bertalu-talu dan lututnya terasa lemas sekali."Kenapa bisa begitu?" tanya Hana terbata, "kenapa Kak Rangga sampai bisa tau? Dia tau dari mana? Bapak baik-baik saja?" Pertanyaan ini dilontarkan Hana secara bertubi-tubi.Sambil mengelus rahangnya yang masih sakit, Romeo berkata, "Tadi kami ketemu di bar. Saya yang memberitahu Rangga. Dia sangka Bima yang melakukannya ke kamu." Romeo menghela napas sembarang.Dari tempatnya, Hana bisa mendengar helaan napas Romeo, yang segera membuat Hana menepuk keningnya. "Kenapa Bapak memberitahu Kak Rangga!" pekik Hana tidak tenang. Hatinya sangat gelisah. Dia takut. Benar-benar takut.Romeo sendiri tidak tahu mengapa dia merasa harus mengatakan ini ke Rangga. Dia hanya tahu alasannya bukan karena dia mencintai Hana, tetapi karena hati nuraninya terusik. Rangga adalah sahabat baiknya. Dia tidak bisa berbohong kepada sahabatnya sendiri!"Saya nggak mau Rangga salah paham kepada Bima!" sanggah Romeo terang-terangan. "Rangga sahabat saya. Dan saya harus bertanggung jawab atas perbuatan saya!"Jantung Hana mencelus. Bibirnya kelu. Bukan karena Romeo mencintai dirinya. Tetapi semua karena rasa persahabatan antara Romeo dengan kakaknya. Hana menelan ludahnya. Merasa kecewa dengan jawaban Romeo. Hatinya perih sekali.Hana menutup mulutnya, menahan isak tangis yang hendak ia keluarkan.Dia tidak mau kalau akhirnya Romeo menikahinya hanya karena rasa tanggung jawab, alasan itu beribu-ribu kali lipat sangat menyakiti hatinya bila dibandingkan ketidaktahuan Romeo tentang kehamilannya. Lebih baik Romeo tidak tahu sama sekali daripada mereka menikah hanya karena alasan "rasa bersalah yang dirasakan Romeo terhadap Rangga".Karenanya dengan nada menantang, Hana berkata, "Kata siapa!" Harga dirinya sebagai seorang perempuan telah terluka. Dia tidak mau merendahkan dirinya di hadapan Romeo.Andai saja Hana bisa melihat lawan bicaranya saat ini, maka Hana akan menyadari adanya kerutan yang amat dalam di dahi Romeo. "Kenapa kamu ngomong seperti itu!" tanya Romeo dengan nada tidak senang."Kalau begitu kenapa Bapak yakin banget kalau janin yang sedang saya kandung adalah anak Bapak. Bapak kan nggak tahu bagaimana kehidupan pribadi saya, mungkin saja saya memang pernah melakukannya dengan Bima."Tidak ada dua detik setelah Hana mengatakan demikian, Romeo kemudian tertawa keras. "Jangan membodohi saya, Han! Saya nggak suka dipermainkan seperti ini. Sama sekali nggak lucu!""Saya nggak sedang membodohi Bapak. Saya juga nggak sedang melucu. Bapak saja yang terlalu percaya diri. Menyangka kalau saya hanya melakukannya dengan Bapak."Senyum Romeo semakin melebar hingga ke telinga. "Kamu mau berperan sebagai perempuan nakal, ya? Oke saya percaya kalau kamu memang seperti itu. Tetapi saat ini saya akan lebih percaya kalau itu adalah anak saya." Romeo mengingat bercak merah setelah mereka melakukan malam pertama mereka.Hana mengipasi wajahnya. Tubuhnya terasa panas. Antara malu untuk berpura-pura berperan sebagai wanita nakal, dan malu untuk mengakui bahwa dia baru pertama kali melakukannya dengan Romeo. Hana terlalu gugup untuk mengatakan semua itu. Pikirannya saat ini hanyalah ingin membuat image yang buruk di mata Romeo. Hana menarik napas dalam-dalam ketika berkata, "Saya nggak sebaik yang Bapak kira. Saya ini perempuan liar." Bibir Hana berkedut saat dia berbohong. Tangannya bergetar lebih hebat.Mendengar kalimat-kalimat bodoh yang dilontarkan oleh Hana secara terus-menerus, sontak membuat Romeo terbahak. "Oke ... oke ... saya percaya ... adik sahabat saya memang perempuan yang nggak baik. Dia itu perempuan liar." Romeo menjeda kalimatnya. "Kamu mau saya berpikiran yang buruk tentang kamu, kan?"Hana meringis. Kebohongannya dapat dengan mudah diketahui oleh Romeo. Tetapi Hana tetap akan merasa sakit hati yang teramat sangat bila menerima begitu saja permintaan Romeo untuk menikahinya. "Bapak salah. Saya hanya memberitahu sebuah fakta.""Iya. Iya. Saya percaya. Saya benar-benar percaya sama apa yang kamu bicarakan. Sekarang gantian kamu yang harus percaya sama saya." Suara Romeo meninggi. Membuat Hana menutup mulutnya seketika. Dengan terpaksa dia mendengarkan apa yang akan dibicarakan Romeo."Iya, Pak.""Saya mau datang ke rumah kamu untuk melamar kamu," kata Romeo dengan cepat. Hana menahan napas. Matanya membelalak. Hampir saja tangannya menjatuhkan ponselnya."Me-melamar siapa?" Suaranya bergetar. Dia gugup luar biasa. Sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja Romeo katakan padanya."Saya mau datang ke rumah kamu untuk melamar kamu," jawab Romeo seadanya. Seakan ini bukanlah hal yang sukar sama sekali.Romeo telah mengakui bahwa keinginannya untuk menikahi Hana hanya karena hati nurani lelaki itu yang terusik dan tidak mau menyakiti sahabatnya. Hana bisa menangkap dengan jelas apa inti dari perkataan Romeo, yaitu: dia akan bertanggung jawab bukan karena dia mencintai Hana!Bagaimana mungkin pernikahan akan dibangun tanpa ada cinta di dalamnya? Benar-benar sesuatu yang sangat tidak masuk akal!"Kenapa harus melamar saya? Saya nggak pernah minta Bapak buat bertanggung jawab. Tolong abaikan kakak saya. Bapak kan tau sendiri Kak Rangga itu seperti apa kalau sudah marah," tutur Hana terbata."Kamu lagi ada di mana sekarang?" tanya Romeo yang segera membuat hati Hana berbunga-bunga untuk sesaat."Di rumah," jawab Hana bingung dengan pergantian topik yang tiba-tiba seperti ini.Mengapa dia merasa Rangga sedang memberikan perhatian khusus untuknya? Dia senang sekali, namun sayangnya kebahagiaannya hanya berlangsung untuk sesaat saja sebab setelah itu Romeo seperti sedang membantingnya ke bumi. "Ada Susi di rumah?"Pertanyaan ini membuat Hana tersentil. Dia membuka mulutnya untuk sesaat. Jantungnya seperti berhenti. Setelah itu, dia menertawakan kebodohannya sendiri. Betapa bodohnya memikirkan bahwa Romeo memang memiliki perhatian khusus untuknya. Benar-benar bodoh!Hana masih terus tertawa, mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia bukan apa-apa. Air matanya hampir mau keluar."Mbak Susi? Ada. Mbak Susi ada di rumah," jawab Hana dengan perasaan nelangsa. Hari telah malam. Hanya ada dirinya, Mbak Susi, dan Elsa di rumah itu. Sementara Rangga belum pulang. Kakaknya tidak berkata apa-apa ketika pergi, Hana menebak bahwa Rangga baru saja bertemu dengan Romeo. "Saya akan datang besok sore setelah pulang kerja," ungkap Romeo setelah bertanya tentang Mbak Susi.Hana bergeming. Lidahnya tidak dapat berkata apa-apa. Dia masih terlalu shock dengan segala situasi yang menimpanya."Sebaiknya nggak usah, Pak. Saya akan mengundurkan diri dari perusahaan," lontar Hana dengan cepat."Mana bisa kamu mengundurkan diri. Kamu nggak boleh mengundurkan diri," perintah Romeo yang terdengar tidak bisa dibantah."Maaf, Pak. Tapi saya akan tetap keluar dari perusahaan.""Kamu mau mengundurkan diri?" Ada sesuatu yang aneh dalam diri Romeo ketika mendengar Hana mengatakan ini. Sudah empat tahun lamanya Hana bekerja dengannya. Melihat Hana setiap hari adalah hal yang biasa. Mereka sering melakukan segala sesuatu berdua. Tetapi semua adalah tentang pekerjaan, dan itu adalah hal yang sangat biasa. Sebelum Hana bekerja untuknya, Romeo juga sering melihatnya di rumah Rangga. Sehingga melihat Hana adalah sesuatu yang amat biasa.Namun hal yang tidak biasa adalah ... apabila Hana meninggalkannya.Dan kejadian hari ini membuktikan semua ketakutannya ... bermula dari Rangga yang hanya dalam hitungan detik saja menjadi begitu murka setelah mengetahui bahwa dirinyalah yang telah menghamili Hana ... disusul dengan berita bahwa Hana akan pergi meninggalkannya, membuat segala sesuatu menjadi runyam dan tidak menentu bagi Romeo.Ada yang salah di sini, pikir Romeo, tetapi dia tidak tahu apa itu."Iya, Pak," jawab
Lima menit telah berlalu sejak Romeo mendatangi rumah Rangga."Romeo!"Suara berat dari belakang Romeo, membuat perhatian lelaki itu teralihkan."Mau apa kamu ke rumah saya!" tanya seseorang yang suaranya sudah familier di pendengaran Romeo."Rangga," lontar Romeo setelah dia membalikkan badan."Masih berani kamu ke sini! Sudah saya bilang, saya nggak akan biarin kamu nikah sama adik saya!" perintah Rangga dengan emosi yang segera tertumpah. Romeo benar-benar telah menginjak-injak harga diri keluarganya."Rangga, kalau kamu memang cari orang yang sudah berbuat kesalahan ke Hana. Itu saya, Rangga! Sekarang saya sudah di sini! Saya mau tanggung jawab! Tolong jangan halangi saya untuk menikahi Hana! Beberapa bulan lagi perut Hana akan bertambah besar, orang-orang akan tau. Saya mau bertanggung jawab untuk janin yang ada dalam tubuh Hana." Napas Romeo tersengal-sengal.Rangga masih menatap Romeo dengan kebencian yang belum meredup. &
"Hana! Hana, bangun!"Romeo bisa mendengar Susi yang sedang menjerit-jerit memanggil nama Hana.Dengan sangat tergesa-gesa, Romeo segera berlari menuju suara itu berasal.Rangga sudah lebih dulu menemui Hana."Hana! Bangun, Hana! Kamu kenapa!" Kali ini suara Rangga.Rahang Romeo mengeras. Pikirannya berputar-putar mencoba menebak apa yang sedang terjadi pada Hana.Itu Hana! Rangga dan Susi sedang menggoncang lengan Hana, berusaha membuat Hana bangun.Entah mengapa mata Romeo segera membelalak. Dia terkejut sekali melihat tubuh wanita ringkih itu yang sedang tergeletak tak berdaya di atas ranjang."Hana!" Kepanikan melanda Romeo. Dia sungguh khawatir melihat bawahannya dalam keadaan seperti itu.Dengan cepat, Romeo segera berlari ke arah Hana. Dan tanpa diduga-duga oleh yang lain, juga oleh dirinya sendiri, Romeo mengangkat tubuh Hana. Dia membopongny
Romeo menepikan mobilnya di klinik terdekat yang berada tak jauh dari rumah Rangga. Pikirannya kacau sekali, melihat Hana seperti ini.Apakah Hana benar-benar tertekan?Apakah Hana tidak mau menikah dengannya sehingga dia jatuh pingsan seperti sekarang?Dia hanya berharap Hana akan segera membaik. Sangat tidak baik untuk ibu hamil berada dalam keadaan tertekan.Romeo mematikan mesin mobil.Dia segera keluar, dan memutari bagian depan mobil menuju pintu mobil bagian penumpang.Romeo menghela napas ketika melihat Hana. Wajah perempuan itu sangat pucat. Tampak tertekan meski dalam keadaan tidur."Hana. Setelah ini, saya harap kamu akan baik-baik saja," bisik Romeo ketika dia mengangkat tubuh wanita itu.Kulitnya halus. Dia pernah merasakan kulit itu menyentuh kulitnya.Pintu mobil tertutup, dan dengan cepat dia berjalan menuju ke klinik."Silakan, Pak," seorang sekuriti klinik membu
Hari telah sangat larut, besok adalah permulaan hari. Di mana semua orang akan sibuk bekerja.Romeo pun sudah mulai merasa lelah.Dia memerhatikan Hana yang sedang terbaring lelap di depannya.Gadis itu memang memiliki wajah seperti malaikat. Teduh dan menenangkan. Romeo duduk di samping brankar tempat Hana berbaring.Tangannya yang semula menyentuh tangan Hana, kemudian bergerak perlahan menyentuh pipi perempuan itu.Ada dorongan dalam hati Romeo untuk memberikan ketenangan pada Hana. Dia tersenyum saat tangannya membelai wajah lembut Hana, menekuri setiap lekuk garis wajah lembut wanita itu. Alis mata wanita itu tebal. Romeo sering memerhatikan Hana beberapa hari terakhir tanpa disadari olehnya, maupun Hana tentunya. Rahang pipi Hana tinggi. Romeo berlama-lama menikmati pemandangan indah di depannya; entah sejak kapan Romeo mulai merasakan bahwa wajah Hana menjadi candu bagi matanya. Hidung Hana mancung. Dia senang sekal
"Tadi kamu pingsan di rumah," jawab Romeo setelah dia duduk kembali ke kursinya. Wajahnya datar dan tanpa ekspresi.Romeo melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan."Pingsan?" Hana membeo. Dia tidak percaya bahwa dia telah pingsan. Berusaha mengingat kembali bahwa memang tadi dia merasa pusing sekali, tetapi dia tidak tahu bahwa dia telah pingsan."Iya, kamu tadi pingsan di kamar."Mata Hana membelalak lebar. Cukup terkejut, kemudian tersipu karena berpikir bahwa Romeo yang telah menggendongnya. "Terus kenapa Bapak yang bawa saya ke sini? Kak Rangga sama Mbak Susi mana?""Mereka masih di rumah. Tadi, saya langsung bawa kamu ke sini," ujar Romeo tanpa ekspresi berlebihan.Hana masih membayangkan cara Romeo membawa dirinya ke sini.Apakah kulit mereka bersentuhan? Wajah Hana memanas. Dia seakan merasakan tangan kekar itu membalut tubuhnya. Memeluk serta mendekapnya erat.Hana menunduk. Dia menatap ke
Saat kembali ke dalam mobil, Romeo duduk menatap lurus dengan pandangan mata terarah ke depan, membuat wajahnya yang sempurna tampak lebih misterius. Gerakan lelaki itu saat mengusap dahinya terlihat sangat elegan, seakan dia tahu bahwa dirinya berada dalam lukisan.Hana tahu benar bahwa Romeo saat ini sedang memikirkan sesuatu. Dia mengamati melalui ekor matanya.Kaki lelaki itu terlihat tidak tenang, terdengar suara sepatu terketuk pelan.Hana menggigit bibirnya sendiri.Apakah Romeo sedang memikirkan dirinya? tawa Hana dalam hati yang dia tahu sudah pasti bahwa Romeo tidak akan repot-repot memikirkannya.Namun, beberapa detik kemudian Romeo segera menolehkan kepalanya menatap bibir Hana.Hana merasa ada sesuatu yang aneh dan bertanya dengan tidak yakin, "Ada apa?"Romeo tidak berbicara, namun dia bergerak mendekati Hana, membuat Hana bahkan lebih gugup, bergidik ngeri.Dalam teori yang Hana ketahui bila lelaki memerhatikan bibir per
Hana menggunakan kebaya dengan payet sederhana. Warnanya lembut selembut kulitnya. Rambutnya disanggul tinggi, memperlihatkan lehernya yang jenjang.Para undangan sudah banyak yang hadir. Hana gugup. Dia belum pernah merasa gugup seperti sekarang. Hari ini dia akan menikah dengan Romeo.Ada semburat senyum yang sangat tipis yang sejak beberapa jam lalu tidak bisa terhapus pada wajahnya.Dia bahagia. Sangat bahagia.Akhirnya Romeo benar-benar menepati janjinya untuk menikahi Hana.Hampir empat jam berlangsung setelah mereka mengucapkan ijab kabul. Kini keduanya berada di dalam kamar pengantin."Saya ganti baju dulu." Perkataan Hana terlalu terburu-buru, membuat wajah dan jantungnya berjalan tidak seirama.Wajahnya terlihat sangat kaku, sementara jantungnya berdegup sangat kencang.Romeo memandang Hana dari tempatnya berada dengan pandangan mata menggelap. Membuat Hana semakin tidak nyaman berada dalam satu kamar ya