Share

Bab 6 Saya akan Menikahimu

"Halo, Han," sapa Romeo di ujung sambungan telepon. Rahangnya masih sakit akibat bogem mentah dari Rangga. 

Hana terkesiap mendapat telepon dari Romeo. Dia menggigit bibirnya. Jantungnya deg-degan menerima telepon dari Romeo. Seharusnya menerima panggilan telepon dari Romeo adalah hal yang wajar; sudah puluhan kali Hana menerima telepon dari Romeo, atasannya. Tetapi mengapa kali ini dia merasa ada sesuatu yang berbeda dari panggilan Romeo?

Dadanya berdebar terlalu cepat.

"Halo, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Hana gugup.

Baru kemarin, Rangga meminta Hana untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya karena Hana tidak mau memberitahukan siapa lelaki yang bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap Hana.

"Kakak kamu sudah tau kalau saya yang telah melakukannya ke kamu," cetus Romeo secara tiba-tiba yang segera membuat mulut Hana terbuka lebar. Dia benar-benar sangat terkejut. Jantungnya bertalu-talu dan lututnya terasa lemas sekali.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Hana terbata, "kenapa Kak Rangga sampai bisa tau? Dia tau dari mana? Bapak baik-baik saja?" Pertanyaan ini dilontarkan Hana secara bertubi-tubi.

Sambil mengelus rahangnya yang masih sakit, Romeo berkata, "Tadi kami ketemu di bar. Saya yang memberitahu Rangga. Dia sangka Bima yang melakukannya ke kamu." Romeo menghela napas sembarang.

Dari tempatnya, Hana bisa mendengar helaan napas Romeo, yang segera membuat Hana menepuk keningnya. "Kenapa Bapak memberitahu Kak Rangga!" pekik Hana tidak tenang. Hatinya sangat gelisah. Dia takut. Benar-benar takut.

Romeo sendiri tidak tahu mengapa dia merasa harus mengatakan ini ke Rangga. Dia hanya tahu alasannya bukan karena dia mencintai Hana, tetapi karena hati nuraninya terusik. Rangga adalah sahabat baiknya. Dia tidak bisa berbohong kepada sahabatnya sendiri!

"Saya nggak mau Rangga salah paham kepada Bima!" sanggah Romeo terang-terangan. "Rangga sahabat saya. Dan saya harus bertanggung jawab atas perbuatan saya!"

Jantung Hana mencelus. Bibirnya kelu. Bukan karena Romeo mencintai dirinya. Tetapi semua karena rasa persahabatan antara Romeo dengan kakaknya. 

Hana menelan ludahnya. Merasa kecewa dengan jawaban Romeo. Hatinya perih sekali.

Hana menutup mulutnya, menahan isak tangis yang hendak ia keluarkan.

Dia tidak mau kalau akhirnya Romeo menikahinya hanya karena rasa tanggung jawab, alasan itu beribu-ribu kali lipat sangat menyakiti hatinya bila dibandingkan ketidaktahuan Romeo tentang kehamilannya. Lebih baik Romeo tidak tahu sama sekali daripada mereka menikah hanya karena alasan "rasa bersalah yang dirasakan Romeo terhadap Rangga".

Karenanya dengan nada menantang, Hana berkata, "Kata siapa!" Harga dirinya sebagai seorang perempuan telah terluka. Dia tidak mau merendahkan dirinya di hadapan Romeo.

Andai saja Hana bisa melihat lawan bicaranya saat ini, maka Hana akan menyadari adanya kerutan yang amat dalam di dahi Romeo. "Kenapa kamu ngomong seperti itu!" tanya Romeo dengan nada tidak senang.

"Kalau begitu kenapa Bapak yakin banget kalau janin yang sedang saya kandung adalah anak Bapak. Bapak kan nggak tahu bagaimana kehidupan pribadi saya, mungkin saja saya memang pernah melakukannya dengan Bima."

Tidak ada dua detik setelah Hana mengatakan demikian, Romeo kemudian tertawa keras. "Jangan membodohi saya, Han! Saya nggak suka dipermainkan seperti ini. Sama sekali nggak lucu!"

"Saya nggak sedang membodohi Bapak. Saya juga nggak sedang melucu. Bapak saja yang terlalu percaya diri. Menyangka kalau saya hanya melakukannya dengan Bapak."

Senyum Romeo semakin melebar hingga ke telinga. "Kamu mau berperan sebagai perempuan nakal, ya? Oke saya percaya kalau kamu memang seperti itu. Tetapi saat ini saya akan lebih percaya kalau itu adalah anak saya." Romeo mengingat bercak merah setelah mereka melakukan malam pertama mereka.

Hana mengipasi wajahnya. Tubuhnya terasa panas. Antara malu untuk berpura-pura berperan sebagai wanita nakal, dan malu untuk mengakui bahwa dia baru pertama kali melakukannya dengan Romeo. Hana terlalu gugup untuk mengatakan semua itu. Pikirannya saat ini hanyalah ingin membuat image yang buruk di mata Romeo. 

Hana menarik napas dalam-dalam ketika berkata, "Saya nggak sebaik yang Bapak kira. Saya ini perempuan liar." Bibir Hana berkedut saat dia berbohong. Tangannya bergetar lebih hebat.

Mendengar kalimat-kalimat bodoh yang dilontarkan oleh Hana secara terus-menerus, sontak membuat Romeo terbahak. "Oke ... oke ... saya percaya ... adik sahabat saya memang perempuan yang nggak baik. Dia itu perempuan liar." Romeo menjeda kalimatnya. "Kamu mau saya berpikiran yang buruk tentang kamu, kan?"

Hana meringis. Kebohongannya dapat dengan mudah diketahui oleh Romeo. Tetapi Hana tetap akan merasa sakit hati yang teramat sangat bila menerima begitu saja permintaan Romeo untuk menikahinya. "Bapak salah. Saya hanya memberitahu sebuah fakta."

"Iya. Iya. Saya percaya. Saya benar-benar percaya sama apa yang kamu bicarakan. Sekarang gantian kamu yang harus percaya sama saya." Suara Romeo meninggi. 

Membuat Hana menutup mulutnya seketika. Dengan terpaksa dia mendengarkan apa yang akan dibicarakan Romeo.

"Iya, Pak."

"Saya mau datang ke rumah kamu untuk melamar kamu," kata Romeo dengan cepat. 

Hana menahan napas. Matanya membelalak. Hampir saja tangannya menjatuhkan ponselnya.

"Me-melamar siapa?" Suaranya bergetar. Dia gugup luar biasa. Sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja Romeo katakan padanya.

"Saya mau datang ke rumah kamu untuk melamar kamu," jawab Romeo seadanya. Seakan ini bukanlah hal yang sukar sama sekali.

Romeo telah mengakui bahwa keinginannya untuk menikahi Hana hanya karena hati nurani lelaki itu yang terusik dan tidak mau menyakiti sahabatnya. Hana bisa menangkap dengan jelas apa inti dari perkataan Romeo, yaitu: dia akan bertanggung jawab bukan karena dia mencintai Hana!

Bagaimana mungkin pernikahan akan dibangun tanpa ada cinta di dalamnya? Benar-benar sesuatu yang sangat tidak masuk akal!

"Kenapa harus melamar saya? Saya nggak pernah minta Bapak buat bertanggung jawab. Tolong abaikan kakak saya. Bapak kan tau sendiri Kak Rangga itu seperti apa kalau sudah marah," tutur Hana terbata.

"Kamu lagi ada di mana sekarang?" tanya Romeo yang segera membuat hati Hana berbunga-bunga untuk sesaat.

"Di rumah," jawab Hana bingung dengan pergantian topik yang tiba-tiba seperti ini.

Mengapa dia merasa Rangga sedang memberikan perhatian khusus untuknya? Dia senang sekali, namun sayangnya kebahagiaannya hanya berlangsung untuk sesaat saja sebab setelah itu Romeo seperti sedang membantingnya ke bumi. 

"Ada Susi di rumah?"

Pertanyaan ini membuat Hana tersentil. Dia membuka mulutnya untuk sesaat. Jantungnya seperti berhenti. Setelah itu, dia menertawakan kebodohannya sendiri. Betapa bodohnya memikirkan bahwa Romeo memang memiliki perhatian khusus untuknya. Benar-benar bodoh!

Hana masih terus tertawa, mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia bukan apa-apa. Air matanya hampir mau keluar.

"Mbak Susi? Ada. Mbak Susi ada di rumah," jawab Hana dengan perasaan nelangsa. 

Hari telah malam. Hanya ada dirinya, Mbak Susi, dan Elsa di rumah itu. Sementara Rangga belum pulang. Kakaknya tidak berkata apa-apa ketika pergi, Hana menebak bahwa Rangga baru saja bertemu dengan Romeo. 

"Saya akan datang besok sore setelah pulang kerja," ungkap Romeo setelah bertanya tentang Mbak Susi.

Hana bergeming. Lidahnya tidak dapat berkata apa-apa. Dia masih terlalu shock dengan segala situasi yang menimpanya.

"Sebaiknya nggak usah, Pak. Saya akan mengundurkan diri dari perusahaan," lontar Hana dengan cepat.

"Mana bisa kamu mengundurkan diri. Kamu nggak boleh mengundurkan diri," perintah Romeo yang terdengar tidak bisa dibantah.

"Maaf, Pak. Tapi saya akan tetap keluar dari perusahaan."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status