Mulut Stelio terbuka lebar melihat nama yang tertera di batu nisan itu. Marion Lin Ren. "Orang ini memiliki nama tengah yang menjadi surname Mama dan juga Ren. Apa dia ada hubungannya dengan keluarga Ren?" Stelio merasa semua semakin jelas, apalagi pernyataan Maya tadi. Namun, hati kecilnya masih sulit untuk percaya. Ada banyak pertanyaan di pikiran Stelio. Pria kecil itu melihat ke sebuah foto bayi kecil. Foto yang disentuh oleh Maya berulang kali. Tanpa sadar, dirinya merasa iri dengan hal itu. Stelio berbalik lalu pulang ke rumah dengan dipenuhi kerumitan di pikirannya.Seseorang tiba-tiba menepuk bahunya. Tubuh Stellio tersentak kaget. Dia berbalik dengan ragu karena takut jika itu adalah Mamaya. "Tuan Kecil Stelio, saatnya untuk pulang." Stelio merasa lega karena supir yang mendatanginya. ***"Papa, apa papa memilliki anak yang lain?" Stellio tidak tahan ingin tahu tentang ini. Samuel yang sedang fokus mengetik sesuatu, langsing mengalihkan pandangan pada Stelio. "Tidak ada.
"Maya, jika ada hal penting yang terjadi, aku akan meminta izin agar ada yang bisa menggantikan mu," ucap Manager Chen yang melihat kecemasan di wajah Maya. Maya menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa, ini bukan urusan yang penting."Maya yakin tanpa dirinya ikut campur, Samuel pasti akan menemukan Stelio. Maya mengulurkan ponselnya pada Manager Chen, seperti biasa Managernya yang akan menyimpan ponselnya selama dia syuting. Selama syuting, Maya berusaha untuk tetep ceria dan bergaul dengan anggota reality show yang lain, tapi suasana hatinya sedang tidak baik. Banyak pemikiran di kepalanya. "Apa Samuel sudah menemukannya? Bagaimana keadaan anak itu? Apa alasan dia pergi tiba-tiba? "Kita akan break sebentar, bersiaplah untuk sesi selanjutnya." Maya langsung pergi menemui Managernya. Dia langsung diberitahu, "Maya, ada telepon dari nomer yang tidak di kenal. Dia menelepon berulang kali." "Biarkan aku mengeceknya!" Saat ponsel itu berada di tangannya, Maya langsung mendapatkan telepo
"Mama!" Seorang anak laki-laki tiba-tiba saja berlari ke arah wanita cantik yang sedang melakukan wawancara. Wanita itu secara refleks menunduk, melihat seorang anak berusia 5 atau 6 tahun yang memeluk pinggangnya. Senyum cerah penuh kebahagiaan yang awalnya dia tunjukkan lenyap. Matanya membulat seketikan saat melihat wajah anak ini. "Kenapa dia....?" suaranya pelan dipenuhi dengan keterkejutan. Dua orang yang memiliki warna mata yang sama saling bertatapan. Mata dan warna rambut yang identik menimbulkan kecurigaan bagi orang yang melihat. Wartawan langsung menyerbunya dengan pertanyaan. "Nona Maya Lin, apa ini anak Anda?" "Sejak kapan Anda menikah? Siapa ayah dari anak ini?" "Nona Maya Lin, kenapa Anda menyembunyikan anak Anda?" Wanita bernama Maya Lin menjadi pucat. Secara refleks tangannya mendorong pelan untuk melepaskan anak ini darinya. "Ti-tidak, dia bu-bukan anakku." Suaranya gelagapan dan dengan cepat mundur menjauh dari anak itu. Dia berlari untuk menghindari wartawan.
"Pergi temui aku di hotel X sekarang juga. Aku sudah mengirim mobil untukmu. Kurang dari 30 menit Kau harus datang , jika kau masih menginginkan bantuanku untuk karirmu!" Suara dingin seorang pria dengan nada Bossy. "Samuel, kau sudah gila untuk memintaku--Hallo, Hei!" Maya belum sempat menyelesaikan ucapannya saat mendengar bunyi tut tut di ponselnya. Wajah Maya dipenuhi dengan amarah. Tangannya mengepal. "Bertemu di hotel? Apa yang sebenarnya pria itu inginkan?"Maya benar-benar tidak ingin terlibat lagi dengannya, tatapan dingin dan nada suara pria itu seperti menikmati penderitaannya saat perpisahan mereka, masih terbayang dalam benaknya. Sekarang, pria itu meminta untuk bertemu dengannya dan menawarkan bantuan?"Dia tidak hanya mengatakan omong kosong untuk mempermainkanku, kan?" batin Maya. Namun, dia tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi masalah ini.Maya keluar dari toilet, dia berjalan mengendap-endap seperti pencuri, memandang lingkungan dengan waspada. Hingga sese
"Samuel, kau sudah gila memberikan tawaran itu? Tidak akan pernah bagiku menerima tawaran bodoh itu," tolak Maya. "Tapi putraku meminta untuk--""Ya itu demi putramu tidak ada hubungannya denganku."ucap Maya. "Kau akan menyesalinya jika menolak. Aku akan memberimu waktu untuk--""Aku pergi. Tidak ada gunanya membujukku!" Maya meninggalkan ruangan itu. Lalu dengan buru-buru mencari taksi.***Dreet Dreet Dreet Maya mengabaikan getar di ponselnya karena pikirannya yang kacau. Bohong jika dia mengatakan tidak terpengaruh dengan ancaman itu. Pandangannya hanya menatap kosong jalanan kota yang masih saja ramai lalu mulai sepi saat taksi itu berhenti. Maya langsung keluar setelah membayar. Kakinya menyusuri wilayah luas itu. "Sayang, mama datang!"Penampilan Maya saat ini begitu glamor, jelas tidak cocok untuk datang ke tempat yang berisi nisan dan foto-foto orang yang telah tiada. Namun, siapa yang akan memperhatikan penampilannya di larut malam seperti ini. Kakinya terus melangkah sa
Samuel Ren berjalan mendekati Maya lalu mengulurkan sapu tangan padanya. "Untuk apa kau menangisi abu yang tidak akan kembali menjadi manusia? Kau hanya sia-sia datang dan mengobrol dengan foto itu."Maya menepis sapu tangan yang diberikan oleh Samuel. "Untuk apa kau ke sini? Apa kau hanya datang untuk mengolok-olokku dan anakku? Lebih baik kau pergi saja!""Aku tidak bisa pergi. Putraku Stelio ingin kau pulang ke rumah menemaninya. Ayo, pergi! Jangan membuat putraku menunggu." Samuel merah tangan Maya. "Kau begitu peduli pada anak itu? Apa kau tidak melihat, anakku yang juga darah dan dagingmu sendiri juga buruh perhatianmu. Sejak dia menjadi abu dan selama bertahun-tahun, kau tidak pernah datang mengunjunginya. Sekarang saat kau datang kau malah bersikap dingin dan mengatakan perkataan yang penuh penghinaan." Maya mengucapkannya dengan marah. "Dia sudah mati, apa aku harus memberikan perhatian padanya? Aku hanya peduli pada orang-orang yang masih hidup," ucap Samuel dengan acuh tak
Maya tidak menyangka para pencari berita itu begitu gila. Mereka bahkan bisa menemukannya dan menerobos pemakaman larut malam begini. Desu nafas menyentuh lapisan luar kulit telinganya, suara dingin masuk ke dalam lubang telinganya, Samuel membisikkan sesuatu, "Jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan mereka menganggumu!" Samuel Ren menarik Maya Lin, memaksanya untuk naik ke dalam mobil menghindari para pencari berita itu untuk mendaparkan informasi dari mereka. Mobil mewah berwarna gelap itu melaju, diikuti dengan beberapa mobil lain. "Mereka tidak akan bisa mengejar lagi. Kau seharusnya bersyukur karena ada aku, kau jadi bisa terhindar dari mereka. Sekarang tidak ada pilihan selain pulang bersamaku!" ucap Samuel disertai tersenyum licik. "Hentikan mobilnnya!" Teriak Maya. "Tidak,"tolak Samuel. "Hentikan atau aku lompat dari mobil ini," acam Maya. Tangannya bahkan sedang memegang pengait yang akan membuka pintu. Samuel mengalihkan mobil menjadi mengemudi otomatis dengan cepat
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Seorang gadis berteriak. Tubuhnya saat ini sudah terikat di kursi dengan begitu erat. "Kau diam saja. Sudah bagus aku menyelamatkanmu. Aku akan melepaskanmu setelah sampai di mansion," ucap pria berwajah poker yang mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Pria itu tidak lain ada Samuel Ren. "Apa aku memintamu untuk menyelamatkanku? Aku sudah bilang bahwa aku ingin keluar baik hidup atau mati. Tindakanmu itu hanya untuk membuatku menarikku ke dalam neraka,"ucap wanita yang terikat itu-Maya Lin. Beberapa menit yang lalu dirinya hampir saja dapat melarikan diri dari pria ini. Namun, siapa yang mengira refleks pria ini begitu baik. Saat itu tangan Samuel Ren berhasil menariknya bahkan menutup pintu tanpa bisa dibuka lagi sebelum Maya sempat melompat. "Maya Lin, kau sudah bertahan hidup sampai sejauh ini. Kenapa kau ingin mati sekarang? Jika sejak awal kau mengakhiri hidupmu tepat setelah kau pergi beberapa tahun lalu maka kau bisa mati dengan tenang. Setelah