"Kita suami istri bukan hal aneh untuk berbagi kamar. Bukankah kau selalu memaksaku untuk berbagi kamar denganmu dan--" Samuel belum sempat menyelesaikan perkataannya ketika Maya memotong ucapannya. "Tidak perlu melanjutkannya. Lagipula selain malam itu kau selalu menolak untuk berbagi kamar. Sekarang hubungan kita masih--""Kau kembali ke tempatmu!" Samuel memberikan peringatan pada pelayan itu. Saat pelayan itu pergi, Samuel membuka pintu kamarnya. "Jika kau ingin mendiskusikannya masuk ke dalam!" perintah Samuel. "Tidak. Jika aku masuk, apa gunanya diskusi ini?""Maya Lin, apa kau tidak membaca perjanjian kita dengan benar? Kau ingin membongkar pada semua orang? Apa kau memiliki uang untuk ganti rugi atas pelanggaran klausa kontrak.""Sekarang kau menyebutkan itu. Kau juga telah membongkarnya." Seringai terukir di bibir wanita itu. "Kau ini benar-benat ya!" Samuel langsung menggendong wanita itu. Tangannya menahan kaki dan juga bahunya. Tindakan yang tiba-tiba ini mengejutkan M
"Lakukan saja seperti yang kau katakan itu!" ucap Samuel dengan santai. "Samuel, kau benar-benar! Apa kau membawaku hanya untuk menjadi pelampiasan putramu itu? Sudahlah, tidak ada gunanya aku berdebat denganmu." Maya langsung bangun, dia mengambil pakaian dari almari. "Jika itu adalah Mathilda, apa kau akan membiarkan anak itu berbuat semaunya padanya?" "Kenapa kau begitu sering menyebut tentang Mathilda? Apa kau ingin membuatku teringat dengan mantan istriku yang telah pergi?" Samuel mengucapkan dengan nada dingin. "Aku hanya ingin tahu. Apa perlakuanmu dengan Mathilda akan sama dengan yang kau lakukan padaku?" "Maya Lin, kenapa kau harus menanyakan sesuatu yang sudah kalas jawabannya? Kau itu tidak--""Sudah aku duga. Bagaimanapun, semua tidak akan berubah, kau akan tetep memperlakukan aku-yang kau benci, dengan perilaku yang lebih buruk dari wanita yang kau cintai." Maya dengan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi tanpa mendengar apa yang coba dikatakan oleh Samuel. *** "Tuan
"Ternyata anak kecil ini cukup peka ya," ucap Maya. Dirinya sedikit tidak menyangka bahwa anak laki-laki bernama Stelio akan menanyakan ini padanya. Maya membuka mulutnya. Sayang sekali bibirnya seolah terkunci untuk menyatakan sesuatu yang telah dia pendam. "Kenapa aku tidak bisa mengatakan bahwa aku begitu membencinya?"ucapnya pada diri sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia tidak tahu kenapa tidak ingin anak ini sedih hanya karena perkataan kasar yang mungkin akan menyakiti hati anak ini. "Bukankah kau yang membenciku sehingga tidak ingin melihatku sedikitpun? Kau bahkan tidak membukakan pintu dan membiarkanku berdiri begitu lama." Pintu tiba-tiba saja terbuka, seorang anak laki-laki langsung memeluk kaki Maya Lin. "Mama, aku tidak membencimu. Justru aku benar-benar mencintaimu. Tolong jangan benci aku!" Stelio menatap Maya dengan mata berkaca-kaca. "Aku sangat merindukanmu dan selalu ingin bersama denganmu. Biasanya aku hanya bisa melihat fotomu yang di s
"Perjalanan kita akan ditunda!" Samuel tiba-tiba saja membuka pintu kamar Stelio. "Aku sudah mendengar semuanya. Kau harus menemani Stelio seharian penuh. "Maya menoleh ke arah Samuel. Dia dapat menebak pria ini akan mengawasinya, tetapi dia merasa kesal melihat Samuel yang tiba-tiba masuk dan memberikan keputusan. "Kau tidak bisa membatalkan agenda tiba-tiba. Apa kau masih bertujuan untuk memperbesar skandalku?" Maya langsung berdiri. "Maya Lin! Kau telah bersikap kasar pada Stelio. Anggap saja ini sebagai caramu membayar hutang atas tindakanmu yang tidak baik itu!""Papa, tidak perlu untuk memaksa mama," ucap Stelio. "Aku tidak ingin mama merasa tidak bahagia karena hal ini.""Kau dengar itu? Anak ini bahkan tidak keberatan." Maya menatap lurus pada Samuel. Samuel melangkahkan kaki lalu melangkah mendekati ke arah Stelio dan Maya berada. Dia menekuk kakinya untuk berhadapan langsung pada Stelio. Dia menepuk kepala Stelio dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. "Anak yang baik."
"Ini hanya sebuah foto dan kau terlihat sehancur ini. Anak di foto itu juga tidak akan peduli denganmu, Sedangkan Stelio begitu peduli padanya, tapi kau justru mematahkan hati dengan bersikap dingin dan membentaknya," cibir Samuel. "Apa ini bentuk pembalasan dendam? Samuel, anak di foto ini juga adalah anakmu, kenapa kau hanya peduli dengan satu anak? Selain itu kau berjanji padaku untuk mengakui anak ini juga dan menerimanya, tapi apa yang kau lakukan sekarang? Kau melanggar semua janjimu padaku karena anak itu." Maya berteriak kesal. Dia menatap Samuel dengan penuh kebencianmu. "Maya Lin, kau sendiri yang melanggarnya aturan. Aku hanya menunda melakukannya bukan aku tidak akan melakukannya. Tentang anak itu, aku berjanji akan mengakuinya di depan publik, tapi aku tidak berniat untuk menerimanya selain demi formalitas," ucap Samuel menjelaskan. "Kalau begitu aku akan melakukan hal yang sama. Aku akan baik pada putramu hanya demi formalitas, jadi kita impas." Samuel menghela nafas
"Apa kita harus menggunakan pakaian seperti ini? Bukankah terlalu mencolok?" Maya merasa tidak nyaman menggunakan warna pakaian yang senada dengan Stelio. "Stelio pernah mengatakan padaku untuk menggunakan pakaian warna senada saat pergi ke luar. Aku pikir itu bukan ide yang buruk karena kita bisa menunjukkan betapa harmonisnya kita," ucap Samuel. "Harmonis kau bilang?" Maya memberikan senyuman seolah-olah mengejek apa yang dikatakan oleh pria ini. Mereka bahkan baru saja bertengkar, Sekarang Samuel justru mengatakan menunjukkan keluarga yang harmonis? "Bagian mana yang kau sebut harmonis? Menggunakan pakaian yang sama tidak cukup untuk menutupi apa yang akan terjadi pada kita," cibir Maya. "Maya Lin, apa kau tidak bisa tenang dan tidak banyak berkomentar?""Aku hanya mengatakan yang sebenarnya." Tuan kecil Stelio melihat mamanya yang lagi-lagi tidak bahagia. "Mama, apa mama tidak suka memakai pakaian mirip? Aku akan mengganti pakaianku." Pria kecil itu mengucapkan dengan ekspresi
Maya menggunakan celah untuk melepaskan diri dari cengkeraman Samuel lalu memeluk pria yang baru saja memanggilnya itu. "Aku senang melihatmu lagi. Kau semakin tampan ya. " Samuel dan Stelio menatap pria asing itu dengan tajam. Samuel tidak bisa mengendalikan diri dan Memisahkan kedua orang itu dengan paksa. "Istri, ada banyak orang di sini. Kenapa kau justru memeluk pria yang tidak di kenal ini. Kau berani selingkuh tepat di depan mataku?" "Kalak ipar, jangan salah paham. Aku dan kak Maya sudah seperti saudara." "Saudara? Ada banyak perselingkuhan yang terjadi dari hubungan yang mengaku sebagai saudara," ucap Samuel dengan cibiran sarkasnya. "Samuel, apa kau pikir semua pria sama sepertimu yang memiliki pikiran tidak murni?" ucap Maya menyindir. "Paman, apa kau adalah saudara mama?" Stelio mendekat. Pria itu memandang anak kecil yang menatapnya. "Kak Maya, apa dia anak yang muncul di pencarian teratas? Ternyata anak ini memang mirip denganmu ya. Aku tidak tahu kalau kau punya a
"Stelio tidak mudah dekat dengan siapapun, tapi kenapa--" "Kau lihat sendiri kan, anak itu akan melupakanmu setelah bersama dengan Allen. Dia pintar untuk mengambil hati seseorang." Maya mengejek Samuel yang harus menyaksikan keakraban Stelio dan Allen. "Kau pasti menyesal telah meniggalkan anak itu dan memilih untuk mengikuti aku. " "Tidak. aku tidak menyesalinya. Aju masih berjaga saja, kau menggunakan pintu lain untuk keluar dan melarikan diri. Jika aku melepaskanmu maka aku sudah kehilanganmu dan Stelio juga tidak akan menunjukkan senyuman cerah itu lagi jika kau pergi." "Dia tersenyum cerah pasti karena membicarakan sesuatu yang menyenangkan dengan Allen, tidak ada hubungannya denganku. Aku hanyalah orang asing yang terpaksa untuk bertindak sebagai ibunya." "Maya, itu mungkin dalam pikiranmu. Stelio menganggapmu sebagai ibunya." "Mama!" Stelio tiba-tiba saja berlari ke arah Maya Lin. Dia merentangkan tangan "Mama, kau kembali. Gendong aku" Stelio menunjukkan ekspresi menggem