Home / Rumah Tangga / Skandal dengan Mertua / Bab 5 Penagihan Hutang

Share

Bab 5 Penagihan Hutang

Author: RaySya
last update Last Updated: 2024-06-21 08:23:41

"Ikaaaa?"

Yuni tergopoh-gopoh untuk masuk ke dalam rumah Ika. Ika yang sedang merapikan perabotan sisa membuat kue-kue dagangan sangat kaget. Tadi Ika meninggalkan Yuni di lapak dagangan. Ia pulang sebentar untuk menjemput anak-anaknya dari sekolah dan merapikan dapurnya yang kayak kapal pecah. Akhir-akhir ini dagangan Ika selalu habis, jadi ia percayakan saja kepada temannya itu sisa dagangannya .

"Yun, ada apa kamu teriak-teriak?" tanya Ika.

"Ikaaa, kamu dicariin Bu Kesih."

Yuni masih berteriak kencang.

"Hah? Aduuuhhhhh. Lusa Bu Lidya ke sini, sekarang tinggal Bu Kesih? Gawat ini, Bu Lidya pasti sudah cerita sama Bu Kesih nih. Dasar nenek lampir mulut ember. Katanya sudah janji nggak mau bilang yang lain. Mampus lah aku, Yun.

Ika menoyor kepalanya sendiri.

"Ini pasti uang arisan, kan?" tanya Yuni. "Kamu sih Ka. Udah dibilangin duit arisan tuh bahaya. Kamu main ambil aja. Mereka pasti nyariin tuh duit. Sekarang Bu Lidya pasti sudah menyebarkan beritanya kalau uang arisan ada sama kamu, Ka. Buktinya Bu Kesih datang mencak-mencak. Katanya dagangan kamu mau digulingin kalau kamu nggak ngasih dia uang. Aduuh, aku jadi ikut pusing, Kaa."

Tanpa disadari Yuni pun memegang kepalanya. Ini bukan masalahnya, tapi ia jadi ikut dikejar-kejar ibu-ibu arisan.

"Ka, belum lagi ibu-ibu yang lain. Sudah dua yang datang, masih ada 7 lagi. Kalau semua ibu-ibu itu geruduk dagangan kita bisa habis, Ka. Untung aja aku nggak ikut nagih. Uang 100rb kan memang berharga untuk ibu-ibu, Ka. Bisa buat beli beras 2 mingguan."

Yuni nyerocos mengomentari masalah Ika.

"Bisa diem nggak, Yun? aku juga lagi pusing. Belum lagi cicilan bank harianku. Duuuuh aku kepingin nyemplung aja di laut."

"Jangan, Ka. Kamu terlalu berharga. Nanti kamu jadi gak bayar hutangku, Ka."

"Ya Allah, Yun. Udah kere begini masih aja dikasih cobaan temen yang kaya kamu."

Ika mendorong tubuh temannya dengan kencang.

Yuni terjerembab ke tanah. "Heh, kurang ajar kamu, Ka. Sakit tau! Tangan Yuni terjulur, "Angkat aku cepetan"

Ika membalik badan, "Ogah" . Yuni bangkit sendiri.

"Eh, enak aja ya kamu, Ka. Gini-gini juga aku yang selalu belain kamu kalau ada yang nagihin utang. Coba deh orang lain, udah ogah pasti temenan sama kamu."

Terdiam, Ika tidak bisa menjawab. Perkataan temannya itu memang benar, selama ini cuma Yuni yang mau jadi temannya. Bahkan suaminya sudah meninggalkannya. Kalaupun suaminya di sini, ia tidak akan bisa membantu.

Kini ia sudah tidak punya pegangan apapun. Satu-satunya orang yang akan menolongnya adalah bapak mertuanya. Tapi konsekwensinya adalah ia harus menyerahkan tubuhnya.

Ika menarik nafas panjang. Tangannya gamang untuk menelpon bapak mertuanya. Berbagai pikiran berkecamuk dalam dirinya.

'Apalah bedanya aku dengan pelacur, aku menjual tubuhku untuk mendapatkan uang.'

Tapi dia sudah tidak punya pilihan lain.

"Ka, bengong mulu sih!" ternyata Yuni memperhatikan Ika sejak tadi. "Bu Lydya kemaren kamu sumpel mulutnya pakai apa?"

"Hush, sembarangan kamu, Yun." Ika jadi gelagapan ditanyain sahabatnya. "Hmm, aku pinjem ke temen, Yun."

"Bohong kamu! aku kan kenal temenmu siapa saja. Jujur aja lah. Kamu mana bisa sih bohong sama aku." Yuni membusungkan dadanya.

"Sok tahu kamu, Yun." Ika membalas. Ia ragu kalau harus bercerita tentang hal ini.

"Aku itu nggak ember, Ka."

"Iya, aku tahu, Yun" Ika lirih menjawab. "Bapak mertuaku yang membantu, Yun."

"Bapak mertua? Yuni kaget. "Tumbenan amat bapak kamu baik, Yun. Ibu mertua kamu aja pelit bukan main. Anaknya Nur aja ceritain ke orang-orang, sedangkan kamu, digoreng sampai gosong sama tuh orang."

"Iya nih, Yun." Ika menunduk. Ia tak mungkin menceritakan lebih jauh hubungan mereka.

"Yasudah minta tolong lagi aja sama mertuamu itu, Ka. Dia kan mandor proyek, duitnya masih banyak lah. Itung-itung dia gantiin anaknya untuk nafkahin kamu." Ceplosan Yuni malah bikin Ika kaget. Tetapi ia memilih untuk tidak meneruskan obrolan dengan Yuni. Ia hanya berjanji akan membayar hutang Bu Kesih segera.

****

Akhirnya, nama Pak Tio terpampang di layar teleponnya. Tidak berjarak lama, suara yang ia kenal menyapanya. Mendengar suara bapak mertuanya, bulu kuduk Ika meremang. Ia tahu kemungkinan apa yang akan ia hadapi.

"Halo, Ika? Kamu butuh uang?"

Tanpa basa-basi pertanyaan itu terhujam dalam dirinya.

"Halo, Pak. I..iya pak Ika butuh uang." Ika berkata ragu.

"Berapa, Ka?"

"Satu juta, Pak."

Semakin lirih suara Ika terdengar.

"Nanti malam bapak ke rumah kamu "

Telepon di tutup.

Nanti malam? Ika sudah menebak apa jalan pikiran mertuanya itu.

***

Anak-anak Ika biasanya tertidur jam 9 malam setelah menonton televisi. Setelah menemani anak-anaknya, Ika ingin merebahkan badannya di kasur. Namun ia teringat kalau mertuanya akan ke sini. Ia beranjak dari kasur dan berdiri di depan cermin. Ia memperhatikan penampilannya. Benarkan ia masih menarik seperti kata bapak mertuanya? Tapi kenapa suaminya tidak pernah mau menyentuhnya? Ataukah suaminya hanya beralasan sakit selama ini. Ia juga tahu kalau di bedeng tempat pemancingan ikan banyak cewek-cewek yang bisa dipesan. Tapi kan suaminya tidak punya uang. Atau sebenarnya punya?

Ketika pikirannya melayang jauh tiba-tiba tubuhnya terlonjak, ia kaget pintu diketuk oleh seseorang. Dadanya berdebar sangat kencang. Ia mematut penampilannya di cermin sekali lagi. Ia memakai baju pendek dengan kancing yang agak terbuka bagian atasnya. Rambutnya terikat ke atas. Rok pendek di bawah lutut membuat penampilannya terlihat feminim. Sekian detik ia menatap dirinya di cermin, ia baru sadar kenapa ia malah menyambut lelaki itu? Ia jadi seperti remaja yang akan pergi berkencan. Detak jantungnya semakin kencang.

Ika keluar dari kamar dan membukakan pintu depan.

"Masuk, Pak."

Pak Tio masuk ke dalam rumah Ika. Ia memandang Ika dari atas ke bawah. Sesekali ia hentikan pandangannya ke arah belahan dada Ika.

Ika yang sadar kalau sedang diperhatikan, tubuhnya jadi merasa panas Ada rasa malu yang menelusup. Ia sudah tak tahu seperti apa lagi jantungnya bertalu-talu.

"Anak-anak sudah tidur, Ka?" tanya Pak Tio sambil meletakkan tubuhnya di kursi.

"Sudah, Pak." Ika duduk di kursi di depan Pak Tio.

"Ini yang kamu butuhkan. Bapak tambah jadi 1 juta 500." Pak Tio meletakkan setumpuk uang di depan Ika.

Dengan gamang dan menunduk Ika mengambilnya. Ia merasa malu dan heran kepada dirinya sendiri. Kenapa ia malah merasa seperti sedang diapelin pacarnya, seperti mas Karyo dulu. Ia jadi merasa berhianat kepada suaminya.

"Kamu sudah siap, Ka?"

Ika masih menunduk. Pak Tio menggeser tubuhnya ke dekat menantunya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Skandal dengan Mertua   Kabur- End

    "Bener apa yang dikatakan Ibu, Pak. Bapak dan Ika yang harus segera dihukum. Kenapa malah bawa-bawa aku sama ibu? Aneh banget! Sudahlah, lebih Pak Lurah segera lakukan saja hukuman buat kalian berdua!" Karyo menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sejujurnya tangannya mengepal sejak tadi, ingin memberi bogem mentah pada bapaknya yang kurang ajar. Tak peduli menjadi anak durhaka, kali ini bapaknya memang pantas diberi pelajaran. Mendengar itu emosi Pak Tio terbakar. Apa? Dihukum? "Tunggu dulu, Pak Lurah. Tolong bapak-bapak tenang dulu, kamu juga tenang dulu, Yo. Kami memang berdosa, tapi tolong jangan sampai ada arak-arakan. Biar kami selesaikan dengan kekeluargaan saja." "Nggak bisa lah, Pak Tio. Masalah ini bukan cuma soal keluarga. Tindakan kalian sangat meresahkan dan menjadi contoh buruh untuk masyarakat. Kalau Pak Tio dan Mbak Ika nggak diarak, nanti bisa saja diulangi lagi," bapak-bapak mulai tidak sabar karena waktu sudah beranjak larut.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 45 Mau diarak?

    Saat itu Ika duduk menunduk di sebuah kursi di kamar itu. Tidak ada yang menemani, tidak ada yang mengajaknya bicara. Bagaimana mau bicara, sebagai pesakitan yang sudah pasti akan dihukum, bahkan menatap wajah ibu mertuanya saja dia tidak berani. Tak hanya ibu mertuanya, tatapan mata orang lain seperti menelanjanginya. Ibu Ika berjalan gontai mendekati anaknya. Ia terkejut tadi Karyo berteriak padanya, tapi ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut anaknya. Perasaanya bercampur baur, tidak percaya, benci, berharap semua tuduhan itu hanya salah sangka, marah, dan kasihan melihat anaknya hendak dihakimi masa. "Jadi bener kamu sama bapakku!?" bentak Karyo di depan wajah Ika yang masih menunduk. Namun bukannya menjawab, Ika kembali tersedu-sedu melihat suami dan ibunya ada di depan matanya. Kepalanya tetap menunduk seakan ada beban berat di lehernya. Tapi beban yang sesungguhnya adalah ketakutannya. Ia takut menghadapi suami dan ibunya sendiri. "Jawab, Ka!!"

  • Skandal dengan Mertua   Bab 44 Proses menuju sidang

    Nur memandang bapaknya dengan kebencian. Matanya mulai berkaca-kaca. Tak terlukiskan bagaimana kekecewaannya begitu besar pada bapak yang selama ini jadi panutan. Ia merasa jijik dan muak. Apalagi saat melihat Ika, rasanya isi perutnya mau keluar. "Apa bener semua ini, Pak?" tanya Nur hampir meledak amarahnya. Namun, suaminya dengan lembut mengusap punggungnya. Pak Tio benar-benar bungkam, tak tahu harus menjawab apa. Ia menyugar rambutnya ke belakang, terlihat sangat frustasi. "Kamu panggil Karyo ke sini, Nur. Biar Karyo tahu kelakukan istrinya seperti apa!" seru Bu Hasna dengan geram. "Iya, Bu." Nur dan suaminya bergegas ke luar rumah. Sialnya di luar ternyata sudah ramai bapak-bapak ronda yang berkumpul karena teriakan-teriakan ibu. Mereka pikir ada seseorang yang sakit atau meninggal. Jadi ketika Nur dan suaminya keluar, mereka langsung beringsut mendekat. "Ada apa, Nur?" tanya Pak Dafa, ketua RT di lingkungannya. Yang lain juga langsung ikut bertanya. "Iya, ada a

  • Skandal dengan Mertua   Bab 43 Terkuak

    Malam itu, seperti biasa, Pak Tio memastikan seluruh keluarganya sudah tertidur. Gerimis rintik-rintik dengan udara yang lumayan dingin pasti membuat tidur lebih pulas. Kesempatan bagi Pak Tio untuk menikmati tubuh menantunya tanpa was-was. Semua orang sedang bergelung di bawah selimut. Malam ini dan malam besok harus dimanfaatkan dengan baik karena lusa ia harus pergi ke area proyek lagi. Maunya sih tetap di rumah, berleha-leha dan tetap bisa bermesraan dengan menantunya. Tapi, beberapa hari ini Bu Hasna sudah bertanya tentang pekerjaan dan uang yang mulai menipis. Jadi, mau tak mau Pak Tio harus segera kembali ke proyek.Sekarang sudah jam 10 malam, Pak Tio berjalan mengendap seperti biasanya ke kamar Ika. Ternyata, Ika belum tertidur. Wanita itu sedang duduk di tubir kasur dengan memakai pakaian yang seksi, sengaja betul menunggu Pak Tio datang. "Wah! Ini yang bikin aku ketagihan sama kamu, Ka! Kamu selalu siap membuat bapak tegang. Beda sama istriku,

  • Skandal dengan Mertua   Bab 42 Hubungan yang Panas

    Jam 3 pagi alaram di hp Ika berbunyi. Ia membuka matanya yang terasa berat. Baru 3 jam lalu ia memejamkan mata, sekarang ia mau tak mau harus segera membuka matanya dan bangun.Akhirnya ia bangkit dari kasurnya dan berjalan keluar. Suasana sangat sepi. Ia berjalan ke kamar sebelah, kamarnya Miranda dan Diana kemudian mengetuk pintunya. Beberapa saat kemudian terdengar sahutan dari dalam kamar dan nyala lampu mulai terlihat dari sela-sela pintu. Setelah itu, baru ia pergi ke dapur dan mulai menyalakan kompor. "Bikin apa dulu, Mbak?" tanya Diana saat masuk ke dapur. "Bikin adonan roti dulu, Na. Itu terigu sama telurnya." Ika menunjuk ke wadah dan terigu yang terletak di atas meja. Tak lama kemudian, datang Miranda sambil mengucek matanya. Mereka bertiga akhirnya membuat kue-kue yang akan dijual pagi itu. Bu Hasna terbangun ketika suara adzan subuh dari masjid terdengar. Sementara Pak Tio keluar dari kamarnya ketika Ika sudah mulai berdagang.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 41 Hubungan Berlanjut

    "Ya Allah, Pak!" Ika terlonjak sampai hampir terlempar ke belakang. Untung Pak Tio yang tepat di depannya bergerak dengan cepat. Tangannya terayun dengan cepat menangkap tubuh Ika. "Sssst!" satu tangan Pak Tio membungkam mulut Ika, namun satu tangan yang lain memegang tubuh Ika. "Jangan berisik, nanti pada bangun!" Jantung Ika berdebar sangat kencang. Tubuh mereka menempel dengan mata saling beradu. Beberapa saat waktu seakan terhenti. Namun, Pak Tio segera menyadari kalau mereka sedang berada di rumahnya. Bu Hasan bisa saja tiba-tiba muncul. Karena itu, ia segera melepas tubuh Ika. Keduanya berdiri berdekatan dengan canggung. Ika membenarkan bajunya yang berantakan. Tiba-tiba seseorang muncul dan berdiri di ambang pintu dapur. "Bapak! Bapak sama Mbak Ika lagi ngapain?" tanya Miranda memberikan tatapan menyelidik. Pak Tio lantas reflek menjauhkan tubuhnya dari tubuh Ika. Ia berbalik dan gelagapan menjawab, "Bapak lagi ngopi, ngg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status