Share

BAB 10: Teresia Morgan

Setengah jam mengemudi ke sana-kemari, pada akhirnya Axel membawa Naomi ke rumah pribadinya.

Axel tidak memiliki banyak pilihan selain membawa Naomi ke rumahnya, ini adalah tempat teraman untuk Axel terhindar dari banyak masalah. Lagi pula, Axel tidak akan menampungnya lama-lama, setelah Sharen kembali, sekretarisnya akan mengurus Naomi.

Di rumah ini, Axel memiliki keamana yang ketat, Naomi tidak bisa bertindak apapun, akan lebih bagus jika Naomi bertindak hal yang buruk dengan begitu Axel bisa balik melaporkan Naomi dan mengusir gadis itu langsung ke sel penjara.

Kedatangan Naomi dan Axel di sambut oleh David, kepala pelayan. Pria paruh baya itu menyapa Axel namun tatapannya tertuju kepada Naomi yang menyusul keluar, sorot mata David terlihat tajam di balik kacamata yang dia kenakan, dengan cepat David melihat Axel kembali dan tersenyum formal.

 “Nyonya Teresia datang dan ingin berbicara dengan Anda,” kata David.

“Antar gadis ini ke kamar tamu,” titah Axel menunjuk Naomi. Tanpa berkata apapun lagi Axel langsung pergi memasuki rumahnya lebih dulu.

Sekali lagi David meneliti Naomi yang kini berdiri di hadapannya memasang senyuman lebar dan mata berbinar bahagia.

David terdiam cukup lama, wajah Naomi sangat familiar di ingatannya namun David sama sekali tidak dapat mengingat sebenarnya gadis yang berada di hadapannya sekarang.

“Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Sepertinya saya mengenal Anda,” gumam David.

Naomi tersenyum semakin lebar memaksakan diri untuk terlihat tenang meski pada kenyataannya, perasaannya di landa kegugupan. Naomi tidak ingin siapapun tahu siapa dirinya dan berakhir dengan orang-orang yang mengejek kebangkrutan keluarganya, Naomi tidak ingin itu terjadi.

Naomi menggaruk pipinya yang tidak gatal, gadis itu tertawa canggung, “Wajahku memang pasaran, karena itu terlihat mirip dengan banyak orang.”

 “Koper dan ransel itu?” David menunjuk ransel dan koper Naomi.

“Oh, itu?” Naomi menunjuk koper dan ranselnya yang tertumpuk di sisinya. “Aku baru pindah ke kota ini, tadi Axel tidak sengaja menabrakku dan dia ingin bertanggung jawab memberikan perawatan penuh sampai lukaku sembuh,” jelas Naomi terbata-bata seraya menunjukan kakinya yang di gips dan tangannya terbalut perban.

David tersenyum mengangguk dengan perasaan yang masih mengganjal di hatinya. “Nama saya David, saya kepala pelayan di rumah ini. nama Anda siapa?”

“Naomi.”

Pupil mata David terbelalak kaget, kepalanya yang sempat pusing memikirkan siapa gadis di hadapannya kini tercerahkan.

David segera memanggil pengawal agar mereka membawakan barang-barang Naomi. Tatapan tajam yang semula David tunjukan kini menghilang dengan tatapan hangat dan ramah, pria paru baya itu membantu Naomi berjalan dan menuntunnya pergi masuk ke dalam rumah menuju kamar tamu.

Naomi berjalan terpincang-pincang, sesekali gadis itu meringis menahan sakit ketika kakinya harus menekuk hendak melewati satu persatu anak tangga.

Meski melelahkan dan menyakitkan, namun Naomi sangat senang dan bersyukur karena kini dia memiliki tempat berlindung. Untuk sekarang Naomi tidak akan memikirkan apapun, dia akan berusaha sembuh secepatnya dengan begitu bisa pergi mencari pekerjaan dan menata kehidupan barunya dalam kesederhaan.

***

“Nenek,” Axel tersenyum lembut, pria itu membungkuk memeluk Teresia sejenak sebelum menarik kursi dan duduk di hadapan Teresia.

Teresia, dia adalah wanita tua yang sudah berusia delapan puluh dua tahun. Meski sudah tua, namun wanita itu tetap dapat bersikap anggun. Di tangan Teresia terdapat tablet bersama pen, Teresia memberkan kedua benda itu kepada Axel.

Axel segera mengambilnya dan menulis sesuatu di tablet, lalu menunjukannya pada Teresia.

“Ada urusan apa Nenek ke sini?”

“Membicarakan perjodohanmu Axel, kau tidak memiliki waktu lagi  untuk berpikir dan memilih,” jawab Teresia memberitahu.

Teresia, wanita yang kini berusia delapan puluh dua tahun itu mengalami mengalami ketulian permanen sejak Sembilan tahun yang lalu karena sebuah kecelakaan. Teresia terjatuh dari kuda saat menaiki sebuah gunung untuk liburan, kepalanya mengalami gegar otak dan mendapatkan benturan keras,  karena hal itulah kini Teresia harus menggunakan sebuah alat komunikasi untuk bisa berbicara dengan orang lain.

Axel tertunduk kembali menulis sesuatu di layar, lalu menunjukannya lagi pada Teresia.

“Di bandingkan dengan memintaku untuk menerima pernikahan bisnis ini, sebaiknya nenek meluangkan waktu untuk melihat hasil pekerjaanku selama ini.”

Kepala Teresia memiring, wanita itu menilik keseriusan di mata Axel yang masih enggan untuk menerima usulan Teresia mengenai pernikahan bisnis yang di ajukan.

“Kenapa kau sangat menolak pernikahan bisnis ini Axel?” Teresia melembutkan suaranya.

Axel menulis lagi, lalu menunjukannya di hadapan Teresia.

“Tentu saja aku menolak, aku  tidak ingin main-main dengan pernikahan. Aku juga khawatir  jika  nanti wanita yang aku nikahi  menusukku dari belakang.”

Jawaban Axel membuat Teresia terdiam cukup lama karena harus memikirkan kata-kata yang tepat untuk membuat Axel mengubah keputusannya dan menyetujui usulannya.

“Kau salah Axel.” Teresia menegakan tubunya sejenak, lalu kembali melanjutkan ucapannya. “Justru perempuan yang aku pilih akan mencegahmu di susupi pengkhianat. Perempuan itu adalah anak dari sahabat ayahmu, aku mengenalinya dengan baik dan dia satu-satunya orang asing yang paling aku percaya. Aku lebih percaya mereka di bandingkan dengan adik kandungku sendiri. Mereka sangat jujur dan yang paling penting ini menguntungkan.”

Penjelasan panjang lebar Teresia, sedikitpun tidak dapat mengubah pikiran Axel, pria itu tetap menggeleng dan tidak setuju dengan rencana pernikahan bisnis yang akan di rencanakan Teresia.

“Aku akan memberimu waktu untuk berpikir selama satu minggu. Jika kau masih bimbang tidak jelas seperti ini, sebaiknya bersiap-siap bekerja lebih keras atau di depak dari kursimu. Meski kau cucuku, aku akan mendukung calon peminpin lain yang lebih kuat dan memiliki dedikasi tinggi pada pekerjaan. Ingat Axel, sampai saat ini aku adalah pemegang saham terbesar, keputusan masih bisa aku atur demi kemajuan perusahaan.”

“Baik Nenek.”

Teresia segera beranjak dari duduknya dan mengambil tongkatnya, dengan tertatih-tatih dia melangkah pergi, dengan penuh perhatian Axel segera menyusul dan mengantarnya sampai keluar.

To Be Continued..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status