David berlari tergesa keluar dari rumah begitu tidak menemukan keberadaan Teresia di dalam. Usai berkenalakan dengan Naomi dan memastikan wajahnya adalah orang yang sama dengan apa yang David pikirkan, kini David harus sesegera mungkin memberitahukan hal ini kepada Teresia.
Kaki David melangkah lebar, dengan terkopoh-kopoh dia menuruni tangga, bibirnya yang terangkat hendak berteriak memanggil Teresia yang kini langsung terkatup rapat karena Teresia di antara oleh Axel.
Axel tidak boleh mengetahui apa yang ingin David katakan kepadanya.
Perlahan langkah David terhenti, pria paruh baya itu mengurungkan niatnya untuk memberitahukan apa yang terjadi. “Sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Aku harus menemui nyonya nanti malam,” pikir David dengan serius.
Di kejauhan Axel melambaikan tangannya melihat kepergian mobil Teresia, pria itu segera membalikan badan dan melihat David yang masih berdiri di tempatnya, sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Kenapa diam saja di situ? Kau sudah melakukan tugas yang aku perintahkan?”
Suara tajam Axel membuyarkan lamunan kecil David. “Tentu, Tuan. Saya sudah mengantar nona Naomi ke kamar tamu,” jawab David terbata.
“Perhatikan dia, lebih bagus jika kau menangkap basah dia ketika mencuri,” titah Axel terdengar jahat.
David menelan salivanya dan menatap ngeri, titah tuannya selalu saja aneh-aneh, entah akan seperti apa reaksi Axel jika nanti dia tahu bahwa Naomi yang dia bawa ke rumah sekarang ini adalah calon pengantin bisnis yang Teresia pilihkan.
“Tuan.”
“Ada apa?”
“Anda mengalami kecelakaan dengan nona Naomi?”
Axel membalikan badannya dan menatap tajam David. “Benar, aku membawa dia ke sini agar terhindar dari scandal, untuk saat ini tunawisma itu aku tampung di rumah. Karena itu, jaga dan perhatikan dia, jika perlu keluakan banyak barang-barang berharga agar dia bisa mencuri.”
David terdiam dan merenungkan banyak hal, pria paruh baya itu merasa jika kecelakaan yang terjadi pada Naomi dan melibatkan Axel, ini adalah sebuah keajaiban.
“David,” panggil Axel.
David mengenyahkan lamunan kecilnya dan menatap Axel dengan serius. “Ya, Tuan?”
“Periksa mobilku yang di pakai kecelakaan hari ini. Ada sesuatu yang tidak beres.”
David mengerjap kaget “Baik.”
Axel segera pergi berlalu, kecelakaan hari ini memang bukan karena kelalaian semata, bukan pula karena kesalahan Naomi saja. Sejak berkendara dari kantor, Axel sudah tersadar jika rem kendraannya tidak berfungsi dengan baik.
Ada sesuatu yang tidak beres dari kecelakaan itu.
***
Axel berkutat di meja kerjanya, beberapa kali dia melakukan panggilan kepada Sharen untuk mengetahui kabar terbaru dari sekretarisnya itu.
Sharen memberi kabar jika kini, paman Axel yang bernama Hutton itu tengah membuat keributan dengan mengungkit-ngungkit masa lalu ayah Axel yang buruk dan bodoh dalam mengelola maskapai penerbangan.
Hutton berusaha menunjukan citra yang buruk tentang Axel dari ujung kaki hingga ujung kepala agar orang-orang bisa melihat dirinya sebagai sosok peminpin yang ideal.
Ada bnyak hal-hal buruk yang bisa Hutton ungkit tentang Axel, tidak hanya masa lalu ayahnya yang sudah membuat perusahaan bangkrut. Axel juga memiliki sifat yang buruk, selalu angkuh, berbicara kasar.
Axel yang mendengarkan kabar itu terlihat tenang dan menganggapnya angin berlalu.
Tidak terlihat sedikitpun kekhawatiran di mata pria itu saat membicarakan masalah yang terjadi, Axel sudah sangat terbiasa di hadapkan dengan banyak masalah, beruntungnya dia handal dan cepat tanggap dengan hal-hal yang ada di sekitarnya. Karena hal itulah Axel tidak bisa di gertak dan di tekan dengan mudah, apalagi di tekan untuk melakukan pernikahan bisnis.
Sebuah bayangan pergerakan di sisi jendela mengalihkan kesibukan Axel dari komputer, Axel menegakan tubuhnya dan menggerakan kursi untuk lebih dekat ke jendela.
Sejenak Axel terdiam, melihat Naomi yang kini berada di depan jendela terlihat habis berjalan-jalan.
Jendela ruangan kerja Axel memakai cermin dua arah sehingga Naomi tidak dapat melihat apa yang Axel lakukan di dalam ruangan. Sementara Axel, pria itu bisa melihat apa yang terjadi di luar dengan leluasa.
Axel bersedekap melihat Naomi menyeret kakinya yang memakai gips dan berdiri di sisi kolam ikan, kini gadis itu mengenakan gaun putih selutut dengan wajah yang terlihat lebih segar usai mandi.
Naomi mengusap dagunya terlihat seperti sedang berpikir keras memikirkan sesuatu.
Dalam satu gerakan Naomi berbalik dan menghadap jendela, gadis itu berdiri memperhatikan dirinya sendiri. Bibir mungil Naomi menyunggingkan senyuman lebarnya sambil menepuk-nepuk pipinya agar merona.
Hari ini terasa sangat begitu melelahkan untuk Naomi, ada banyak kejadian yang terjadi, Naomi merasa sangat sedih dan frustasi dengan keadaannya yang kacau. Akan tetapi Naomi tidak boleh mengeluh, dia harus mengembalikan suasana hatinya lagi agar bisa tenang dan melanjutkan harinya esok.
Axel yang duduk memperhatikan dari dalam dibuat tertegun melihat senyuman cantik gadis itu yang terlihat indah dan cerah layaknya bunga matahari di bawah langit yang biru, pipinya yang di tepuk-tepuk itu kini terlihat memerah seperti buah persik di antara dua buah daun.
Senyuman indah Naomi menghilang, suasana hatinya kembali yang gelisah begitu teringat jika dia tidak boleh bersantai-santai. Naomi harus mencari pekejaan usai tangan dan kakinya sembuh.
Dokter sempat mengatakan jika Naomi harus istirahat total dalam waktu lama.
Selama menunggu penyembuhan, Naomi tidak boleh diam bermalas-malasan, dia harus memikirkan pekerjaan apa yang harus dia lakukan mengingat selama ini Naomi tidak pernah melakukan pekerjaan apapun. Bahkan untuk bekerja paruh waktu seperti teman-temannya saja, Naomi belum pernah mencobanya.
“Pekerjaan apa yang harus aku lakukan?” tanya Naomi pada kaca di depannya, gadis itu sama sekali tidak menyadari jika kini Axel sudah berdiri berhadapan dengannya memperhatikannya dengan seksama.
Tangan Naomi merongoh sekantung cokies cokelat dari saku dressnya, gadis itu memakannya sambil memperhatikan dirinya sendiri di kaca. Meski mulutnya kini mengunyah, pikirannya sedang berusaha keras memikirkan pekerjaan yang harus dia lakukan.
Akan lebih mudah untuk Naomi jika dia melamar pekerjaan dalam waktu dekat, perusahaan lebih suka pekerja yang masih fresh dengan begitu mereka bisa di atur dengan ketentuan baru.
“Menjadi karyawan kantor juga tidak buruk, itu salah satu cita-citaku waktu kecil. Menjadi guru juga bagus, sepertinya aku bisa melamar di sekolah internasional,” pikir Naomi dalam kesunyian, “menjual barang-barang dan melakukan bisnis juga bukan pilihan yang buruk,” pikir Naomi lagi sampai tanpa sadar kantong cokies yang di pegang tangannya yang cedera itu jatuh ke lantai dan berhamburan.
“Astaga!” Naomi terpekik kaget, terburu-buru gadis duduk di lantai dan memungut semua makanan di lantai dan memasukannya kembali ke kantong, kepala kecil Naomi bergerak ke sana-kemari takut orang lain melihatnya, Naomi tidak akan menyia-nyiakan sepotong kecilpun cokies cokelat yang sudah di curinya di dapur karena terlalu lapar. Akan sangat memalukan jika ada orang yang tahu Naomi telah mencuri kue.
Axel mendengus geli nyaris tertawa melihat sikap konyol Naomi yang terlihat memalukan sekaligus menggemaskan.
To Be Continued..
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara