"Kau bisa menangis juga Lea. Ku harap ini tulus, bukan sekedar tangisan palsu."Alea mengelap cairan bening yang jatuh di wajahnya. Lalu menoleh ke arah tiga orang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan tempatnya di rawat."Tutup mulutmu, Harry. Dalam kondisi seperti ini pun kamu masih saja berbicara kasar terhadapku. Dimana rasa empatimu?"Mata Alea kembali berkaca-kaca. Dia masih terpukul karena kehilangan janinnya, tapi Harry kembali berucap kasar terhadapnya."Kau calon ibu, harusnya kau tidak bertindak gila seperti ini. Untung tidak terjadi apa-apa dengan istriku kalau sampai dia dan anakku terluka, akan ku kejar kamu sampai keujung dunia manapun." lanjut Harry. Wajah marah Alea berubah pucat, dia tak habis pikir, bagaimana bisa Harry tahu perbuatannya padahal seingatnya dia sudah sangat hati-hati menjalankan aksi jahatnya."Aku tidak tahu apa maksudmu. Kalau kedatanganmu hanya untuk menuduhku yang bukan-bukan mending kalian semua angkat kaki dari sini!" telunjuk Alea menunjuk ke
Ting tong...!Seseorang menekan bel di rumah Bunga. Bergegas Bunga melangkah untuk membuka pintu rumahnya."Mawar yang sangat cantik, ini pasti dari Alex!" Bunga tersenyum sambil mengedarkan pandangan ke sekitar rumahnya. Dia mendapati bunga mawar tergeletak begitu saja di depan pintu rumah, namun tak menemukan siapa pengirimnya. Karena dia yakin Bunga tersebut dari Alex, dia kemudian mengutipnya lalu mencium harumnya aroma mawar tersebut."Apa Alex sedang main petak umpet?" kekehnya. Karena penasaran dia keluar pagar untuk mencari keberadaan kekasih hatinya.Senyum Bunga memudar ketika melihat beberapa lelaki berbadan kekar ada di depan pintu gerbang rumahnya."Kalian cari siapa?" tanya gemetar Bunga.Salah satu lelaki itu menjawab, "Bos kami ingin bertemu dengan anda. Ikutlah dengan kami secara baik-baik.""Siapa bos kalian? ada kepentingan apa dia denganku?" Bunga masih terlihat gemetar."Kami tidak bisa memberitahu anda sekarang. Tolong ikut kami tanpa perlawanan, kami janji tidak
Plak...!Plak...!"Dasar lakn*t beraninya sama perempuan!" teriak geram Harry.Plak...!Plak...!"Sekali lagi kau sentuh tangan istriku, ku bunuh kau beserta keluargamu!"Plak...!Plak...!Harry mendekatkan pelan tangannya ke wajah istrinya, "Mampus kau, makanya dengerin dikit ancamanku. Dasar nyamuk si*lan!"Harry tersenyum puas ketika melihat nyamuk yang sedang menggigit hidung istrinya mati ditangannya.Alena menggeliat lalu membuka matanya, setelah ia merasakan sedikit sakit dibagian hidungnya."Kamu memukulku?"Alena memegang area hidungnya, terdapat bercak darah disana."Aku cuma--""Aku tahu aku sudah banyak merepotkanmu Har, aku--""Ngomong apaan sih kamu, Len! itu darah nyamuk. Aku mukul nyamuk yang sedang gigit hidung kamu, bukan mukul kamu!" ucap Harry dengan nada sedikit tinggi."Jadi kamu enggak tidur cuma gara-gara jagain aku dari nyamuk?" tanya Alena merasa terharu.Harry mengangguk, "Maaf, aku cuma bisa membawamu ke tempat buruk seperti ini. Banyak nyamuk, kecoa, tikus
"Pak, ini lelaki yang menghamili Alea. Dia sudah mau di ajak kerjasama." ucap anak buah Alex. Alex tersenyum kearah pemuda tampan yang ada di depannya."Aku kasih imbalan yang cukup besar padamu, aku harap kamu tidak mengecewakan." ucap Alex."Baik, Tuan. Saya akan membantu anda semampu saya. Saya akan membawa anda ke rumah kerabat Alea. Belum lama ini saya melihat orangtuanya ada di sana." balas pemuda yang bernama Irwan itu."Bagus!" ucap Alex kemudian.Irwan masuk ke dalam mobil Satria, sedangkan Alex membawa Dewi dan Bunga bersamanya."Aneh, sepertinya aku pernah melihat lelaki itu." ucap Dewi yang merasa tak asing melihat lelaki yang menghamili Alea."Kebiasaan kamu Mbak, semua orang baru yang Mbak lihat pasti kamu bilang mirip seseorang." ceplos Bunga."Tapi beneran, aku kaya enggak asing sama lelaki itu. Tapi aku lupa dimana aku pernah melihatnya."Sudahlah, Mbak. Lupain saja. Lagian enggak penting juga kalau Mbak pernah liat dia dimana.""Iya juga, sih!" kekeh Dewi.Dua mobil
"Alena?" Harry melihat istrinya ada disampingnya ketika ia baru membuka matanya, ia tersenyum dan ingin mendekap istrinya. Namun saat tangannya mendarat pada sosok yang ia lihat seperti istrinya tiba-tiba sosok itu berubah jadi bantal guling."Aku benar-benar sudah gila!" Harry membanting bantal guling itu.Harry kembali berbaring, menatap langit-langit kamarnya."Aku bisa masuk rumah sakit jiwa suatu saat. Tiap hari aku selalu berhalusinasi melihat istriku berada didekatku, aku tak tahan dengan keadaanku yang seperti ini."Harry kembali memejamkan matanya, lalu membuka lagi kedua matanya dengan kondisi marah."Kenapa sih enggak pas merem, enggak pas melek aku cuma lihat bayangan Alena." teriaknya frustasi sambil kembali bangkit dari berbaring."Seandainya aku tak melepaskan Alena malam itu, mungkin kami masih bisa hidup bersama. Aku nggak perlu menjadi orang gila seperti sekarang!" ucap Harry seorang diri.Dreettt...dreeetttt...Sebuah panggilan masuk dari Sinta mengagetkannya. Ia ma
"Kau pasti akan merasa sangat kesepian tinggal beberapa hari di rumahku, biasanya kan kau selalu nempel diketiak suamimu." ucap Sinta sambil mengantarkan Alena di kamar yang akan Alena tempati. Harry tengah sibuk mengurus butiknya di luar kota, karena seperti biasanya di setiap akhir tahun penjualan di butiknya akan sangat meningkat drastis. Untuk itulah untuk sementara waktu Alena akan tinggal di rumah Sinta. "Ya, kita jarang berjauhan selama ini. Kalau bukan soal urusan pekerjaan dia tak pernah keluar sendirian. Tapi ngomong-ngomong, kenapa kamu membawaku ke kamar Bram?" tanya Alena merasa kurang nyaman tinggal dikamar yang pernah mengukir kenangan buruk baginya."Ini kamar paling besar dan mewah di rumah ini. Aku mau kamu merasa nyaman tinggal di sini. Apa kamu keberatan?" tanya Sinta."Bukan keberatan, hanya saja aku akan kesulitan berjalan naik turun tangga. Kamar ini kan berada di lantai tiga." ujar Alena."Jadi, kamu mau pindah ke kamar bawah saja?""Iya, aku takut tinggal di
Harry berhenti di depan pintu ruang rawat inap orang yang selalu dianggapnya musuh. Ia menguping sedikit pembicaraan orang tersebut dengan sepupunya. Sebenarnya ia ragu untuk menjenguk lelaki yang ada di dalam kamar tersebut, namun ia menepis semua kegundahannya karena beberapa hari yang lalu orang tersebut telah menyelamatkan nyawa istri beserta anaknya."Jangan gila Yud, kamu belum sembuh total!" bebel Satria ketika melihat Alex secara paksa mencabut jarum infus yang ada dipunggung tangannya."Aku mau lihat Alena dan anaknya, aku ingin tahu keadaan mereka berdua" balas Alex kemudian mengganti bajunya."Mereka baik-baik saja. Kamu enggak usah khawatirin keadaan mereka lagi." sela Harry diperbincangan itu. Alex berhenti mengancingkan baju, ia melirik kearah Harry yang terlihat berjalan kearahnya."Terimakasih, aku banyak berhutang budi padamu!" Harry mengulurkan tangan, namun Alex belum juga membalas jabatan tangannya."Kamu sudah memberiku darahmu, kita sudah sudah impas sekarang, ja
Waktu terus berlalu, rumah tangga Harry dan Alena masih saja harmonis seperti awal-awal mereka menikah. Meski usia mereka sudah tak muda lagi, mereka tak segan menunjukan kemesraan mereka di depan orang lain. Satu hal yang membuat mereka selalu sakit kepala dan sedikit bertengkar, yakni kenakalan anak mereka yang masih duduk di bangku SMA.Dua tahun ini, Alex muda sudah di keluarkan dari tiga sekolah. Alena dan Harry cukup frustasi karena itu."Pah, hari ini ultah Alex ke-17. Papah jangan lupa pulang awal. Mamah akan siapkan segala sesuatunya untuk merayakan hari jadi anak kita." ucap Alena di ruang makan sembari menunggu anak semata wayangnya turun dari kamar."Enggak ada pesta apapun. Kamu jangan manjain anak kita terus. Hari ini hari pertamanya masuk ke sekolah baru, jadi Papah punya rencana sendiri untuk membuat anak nakal kita itu berubah lebih baik."Alena menghela nafas melihat suaminya masih saja tersulut emosi. Dia tak tega membiarkan anak semata wayangnya terus saja di hukum