Davee masih tampak rapi dengan Jas dan dasi yang dikenakannya pagi itu, Ia sudah mendengar kabar tentang kepulangan Jack dari rumah sakit dan tukang marah itu tak kunjung menelponnya.
Ia sengaja menghampiri Jack ke rumahnya sebelum kembali ke mansionnya setiba di Meksiko meskipun dia belum sempat beristirahat. Membawa kabar gembira dan angin segar mengenai perusahaan bahwa semuanya berjalan mulus sesuai harapan.
Sepagi ini Ammy telah berada di kediaman Jack, tampak menikmati hidangan saat Emely membuka pintu. Jack terlihat sehat. Jauh lebih baik dari pada saat dia pergi hampir seminggu lalu. Ia mengendurkan simpul dasi, melepas jas dan meletakkannya di lengan seraya menggulung lengan kemeja linennya.
Davee berdeham. Kesal karena sejoli itu tak lekas menyadari keberadaanya.
"Apa aku mengganggu?"
"Hai, Davee kau sudah kembali rupanya. Tentu saja tidak, kemarilah, Amigo (Kawan)!" jawab
Jack tampak gagah dengan setelan yang ia kenakan pagi itu, dasi motif garis-garis warna hijau tosca kian menambah aksen lembut pada tampilannya.Bekas luka di dahinya masih tampak begitu jelas meskipun sudah tidak menimbulkan rasa sakit. Rambut blonde terang itu telah berganti warna, Ammy yang mengubah warnanya beberapa hari lalu. Para karyawan National Company menyapanya dan menganggukkan kepala hormat kepada pimpinannya. Dibalas dengan lambaian tangan dengan ramah. Sebagian dari mereka menatap keheranan, sejak kapan sang CEO itu bersikap seramah itu?Ia menelusuri koridor kantornya. Menekan tombol saat memasuki elevator menuju ruangannya yang berada di lantai dua puluh. Jack menyunggingkan senyum saat mendapati Davee sudah berdiri di dalam elevator. Tidak ada siapa-siapa di sana, hanya mereka berdua. Mungkin karena masih terlalu pagi, oleh karena itu baru beberapa saja karyaw
Beberapa hari belakangan, Jack mulai disibukkan kembali dengan urusan kantor. Ammy yang tak lagi bekerja di bawah naungan National Company, kadang membuat Jack dihantui rasa rindu. Jack berbicara pada sambungan telepon siang itu, berharap akan bisa mengajak Ammy makan siang bersama."Amm, Aku akan menjemputmu. Kita makan siang bersama.""Jangan ke rumah, Querido (Sayang). Ayah sedang di rumah. Nanti aku kena marah. Lagi pula aku sedang tidak di rumah.""Oh ya? Memangnya kau sedang di mana?"Perasaan Jack tidak enak. Dua hari yang lalu adalah terakhir kali ia bertemu dengan Ammy. Rindu? Apa perlu ditanya? Bukan hanya rindu. Tapi hati Jack terus dihantui pikiran gilanya, sedang di mana Ammy berada? Sedangapa di sana? Bersama siapa? Rasanya sedikit kesal karena kesibukan membuatnya tak bisa bersua dengan Ammy."Di restoran ayahku. Aku bosan di rumah. Kau tahu, 'kan.
Pertengakaran antara Ammy dan Jack dua hari lalu itu cukup mengganggu ketenangan di hati Jack. Ia berusaha memperbaiki semuanya, meskipun sebenarnya ia enggan mengakui bahwa semua adalah salahnya. Apa yang salah? Ia masih tak mengerti mengapa Ammy marah. Seharusnya dia yang marah. Ia sengaja pulang cepat dari kantor agar bisa segera menyelesaikan masalahnya dengan wanita pujaannya itu. Ia tak ingin membiarkan masalah ini menjadi berlarut-larut.Ia segera berganti pakaian, dengan langkah gegas kakinya berayun setelah ia menggunakan kaos lengan pendek warna hitam dan celana casual. Tidak ada rasa lelah jika itu tentang Ammy. Ya, sama sekali tak lelah meski belum sempat mengistirahatkan diri selepas jam kantor.Jack menekan tombol bel di pojok pagar rumah Ammy saat ia tiba. Langit seolah sedang menatapnya dingin dengan warna hitam melingkupinya. Mendung yang tak pernah hujan.Sadar tidak ada yang membuka pintu pagar, Jack kem
Cortez melayangkan tangannya, ingin menampar pipi Jack. Tapi sebelum telapak tangan itu menyentuh pipi Jack, tangan pria jangkung itu sudah lebih dulu menangkap tangannya."Minumannya, dokter." Seketika Ammy membuyarkan ketegangan di antara Jack dan Cortez. Pria itu menatap Ammy singkat kemudian melepaskan cekalannya pada tangan wanita itu."Kalian sedang apa?"Degh ...Darah Jack berdesir. Apa Ammy akan marah lagi padanya?"Tidak, seharusnya Jack membiarkan aku memeriksa kelopak matanya untuk melihat mungkin saja ia lemas atau kehilangan banyak darah, tapi kurasa sepertinya dia tidak nyaman. Jadi ... ya begitulah." Dokter muda itu mengedikkan bahu, berlanjut dengan mengemasi peralatan medisnya ke dalam tas. Ia tidak peduli apakah Ammy akan percaya pada alibi bodohnya atau tidak."Ini obatnya, dosisnya tiga kali sehari untuk antibiotik, dan pereda n
Bob mengernyitkan dahi di ujung ruang penginapannya, memandangi sekeliling yang sedang diguyur hujan lewat jendela kaca. Rintik basah hujan mengembun di antara kaca jendela, mengaburkan penglihatannya pada objek yang bisa dilihat di luar sana. Aroma petrikor terhirup bersamaan udara yang memenuhi paru-parunya.Tiga hari tidak pulangmembuatnya sedikit merasa gelisah, apalagi ia harus berbohong pada Ammy dan beralasan sedang keluar kota untuk mencari pemasok bahan baku menu restoran. Padahal yang terjadi sesungguhnya adalah ia hanya wara-wiri menyusuri jalanan dan mencari di tempat-tempat yang mungkin saja disinggahi wanita itu. Wanita yang sempat memberitahukan mengenai putranya yang hilang.Kalau saja bisa, ia ingin sekali mengetahui di mana kediaman wanita itu kini. Sebab dialah satu-satunya saksi kunci perihal hilangnya putra
Jack terbaring di sofa panjang kamarnya. Kakinya masih terasa nyeri. Ia memutar sebuah lagu, berharap ia bisa menenangkan sedikit gejolak yang menguasai hatinya. Namun setiap bait lirik yang di dengarnya seolah semakin menjatuhkannya ke dasar lembah paling gelap. Ia mematikan musiknya, berbaring dengan lengan menutup kedua matanya.Ia mengembuskan napasnya, dadanya terasa sesak. Cortez telah benar-benar mengacaukan pikirannya. Ia berpindah posisi, duduk kemudian sengaja meletakkan rahangnya di atas meja.Terdengar ketukan pintu membuat Jack menyahut dengan malas."Masuk, tidak dikunci.""Makan malam Anda, Tuan muda."Emely mengganggu lamunannya. Menaruh makan malam tuannya itu di atas nakas. Jack masih bergeming, seperti tidak berminat pada makanan yang disuguhkan Emely.Belum lama Emely keluar, Pintu kembali diketuk. Jack berdecak kesal, baru saja ia mengubah posisinya untuk kemb
Sejenak Davee membuka tirai kamarnya. Matanya melayangkan pandangan ke sekitar, sementara tangan kirinya menempelkan benda pipih di telinganya."Aku sudah tahu mengenai itu, jadi kau hanya harus mencari tahu tentang putrinya saja. Aku sangat yakin putri dokter keparat itu belum mati. Ada temuan unggahan fotonya di laman instagram sebuah akun. Kau selidiki juga akun Gabriela Olathe Rosamaria. Jika benar yang ada di foto itu Lenka, artinya Miguel Keiv D'lyncoln memalsukan kematian putrinya untuk menyembunyikan keberadaanya. Laki-laki itu sangat licik. Sayangnya mudah saja aku menebak jalan pikirannya.""Kurasa kau lebih pintar darinya, Davee.""Tentu saja, aku putra dari bajingan Hans. Jadi harusnya kau tidak heran jika aku memiliki insting yang mirip dengannya. Kabari aku jika kau menemukan sesuatu."Davee menggenggam erat telepon pintarnya setelah sambungan telepon itu berakhir. Miguel adala
"Te amo Ammy (aku mencintaimu, Ammy). Ayolah, kumohon! Eres perfecta para mí, si tu vida sin dramas (kamu sempurna bagiku, jika hidupmu tanpa drama)."Plak.......Satu tamparan mendarat di pipi Jack. Kenapa lagi ini? Apa dia salah bicara?"Apa katamu? Drama?" Ammy menatap tajam manik cokelat Jack diikuti amarah yang membuncah dalam dada. Jack mengatainya drama? Yang benar saja! Ia mengarahkan telunjuknya ke wajah Jack,"Te amo, Jack. ¡Pero te odio! ¿Sabes cómo me siento? (Aku mencintaimu Jack. Tapi aku membencimu! Apakah kau tahu bagaimana perasaanku?)” ucapnya tampak sedih."Aku tahu, Amm. Tapi cobalah mengerti."“KAU YANG SEHARUSNYA MENGERTI.”Ammy tetap melangkah pergi setelah kalimat itu meluncur bebas dari lidahnya dengan lantang. Tak peduli Jack yang terus mengejar. Hingga sebuah taksi lebih dulu