Jack melangkah menuju toilet, menyeka air matanya, ia cuci wajahnya sejenak di wastafel. Matanya masih meninggalkan warna merah. Menuju ruang rawat Ammy kaki jenjang itu nampak skeptis mengeja langkah.
Derap sepatu kets nya terdengar samar - samar. Ia menatap dalam - dalam wajah istrinya saat tangannya membuka daun pintu. Merebahkan tubuhnya pada sisi Ammy. Bed pasien yang sempit itu membuat jarak nyaris tak ada di antara keduanya. Ia peluk tubuh istrinya, ia nikmati aroma tubuh yang terhidu jelas menyentuh inderanya. Setitik air mata kembali lolos menjatuhkan diri.
Tetaplah seperti ini, Ammy. Kumohon! Hiduplah lebih lama di sisiku.
"Jack." Suara lirih Ammy terdengar lemah, ia meraba - raba wajah suaminya.
"Aku takut, Jack. Ini gelap sekali. Aku tidak bisa melihatmu, bagaimana kalau aku lupa wajahmu? Bagaimana aku bisa mati dengan tenang saat aku tidak bisa melihatmu lebih lama untuk bekalku pergi
Kebersamaan dengan suaminya membuat wanita itu begitu bahagia, begitu bersemangat untuk melanjutkan hidup meskipun matanya sering kali tak lagi mampu mengabur. Dokter bilang itu hanya karena Setidaknya tanpa mata ia masih bisa melihat orang yang ia cintai tersenyum dalam khayal.Menikmati sore hari di Dandelion park, meniup bulir seringan kapas bunga dandelion yang mekar dalam pangkuan Jack, membuatnya seperti tak lagi berpijak pada bumi. Dunianya terasa lebih indah dari yang ia bayangkan. Membuatnya semakin ingin tinggal lebih lama di samping belahan hatinya.Sesekali Jack mencium pundak wanitanya, memejamkan mata untuk menyimpannya dalam memory agar terus ia miliki sampai kapanpun."Ceritakan bagaimana indahnya sunset, Jack. Aku tidak bisa melihatnya, maka jadilah mataku."Jack menghela napas panjang. Mencoba menetralkan perasaan yang berkecamuk di hatinya."Indah sekali, sep
Perasaan Jack campur aduk, ruang ICU? Ammy kritis? Semua ini terjadi pada hari ulang tahun Ammy? Demi apa?!Ia turut melangkahkan kaki saat brankar dorong itu membawa tubuh Ammy menuju ruangan lain. Ia tidak diperbolehkan masuk hingga beberapa saat, masuk pun dibatasi. Ia hanya boleh melihat Ammy di ruang tunggu yang tersekat kaca tebal di sana. Memandangi istrinya yang sedang tergeletak tidak berdaya. Hatinya terasa sangat sakit.Ammy, kenapa bukan aku saja yang di sana? Bolehkah aku mengantikanmu?Masih sibuk dengan kecamuk dalam hatinya, dering telepon membuyarkan pikirannya yang begitu jauh berkelana."Apa? Jatuh dari tangga? Kritis? Fuck! Apalagi ini!""Kemarilah, selamatkan Peter ... persediaan darah di sini sedang kosong sementara dia kehabisan banyak darah. Golongan darah Peter sama denganmu. Kumohon, Jack. Sekali ini saja, selamatkan putramu dan setelah ini aku j
****Gadis itu menatap lurus ke depan dengan wajah datar tak berekspresi. Memilih untuk tidak membuka suara untuk bercakap-cakap dengan pria asing di sampingnya, sampai tibalah pada sebuah apotek di tepi jalan."Sebenarnya kau mau ke mana, Nona?" Pertanyaan itu yang mengiringi Lenka keluar dari taxi disusul pria itu dengan membawa koper si gadis."Berikan koperku, kau bukan sopirku!" Kata Lenka dingin."Bahkan kakimu sedang sakit. Aku hanya membantunya." Pria itu meletakkan koper itu di pinggir tempat duduk yang berjajar di tepi jalan."Tunggulah sebentar, aku akan membeli obat." Lenka mengangguk, sesaat kemudian pria itu menjauh menuju apotek.Kecamuk di hati Lenka tak juga surut. Ammy kritis, bukankah seharusnya sebagai seorang teman dia juga memiliki rasa peduli? jika hari ini hal buruk terjadi, tidakkah ia menyesal telah mem
Lelaki berusia sekitar empat puluh tahun itu berbicara dingin dengan telepon genggam menempel di telinga, sementara tangannya masih asyik mengarahkan rokok ke mulutnya, menyesapnya kuat lalu membumbungkan asap putih tipis. "Bagaimana, Miguel?" "Mereka mendapatkan anggota keluarga baru seperti yang Anda perkirakan, Tuan. Sepasang kembar, putra dan putri," jawab lelaki muda berjas sneli itu di ujung saluran telepon. "Lalu apa yang harus saya lakukan, Tuan? Apa rencana Anda selanjutnya?" imbuhnya. "Menarik sekali, sangat menarik! Kupikir Dewi Fortuna sedang menaungiku." Lelaki itu tersenyum miring. "Aku menginginkan anak laki- laki itu, bawa dia padaku. Ingat Miguel, lakukan dengan bersih! Jangan ada jejak! atau kepalamu akan kulubangi dengan tanganku sendiri," lanjutnya. Ia mengusap senjata api
Jam Kantor hari ini telah usai, Jack memasuki ruangan Ammy tanpa permisi. Menarik lengan wanita muda itu kasar. Peduli setan! Gadis itu membuatnya dihantui rasa penasaran semenjak dia berani mengatai mulutnya recehan. Dan perlakuan ini cukup masuk akal sebagai wujud sebuah hukuman. Ia tak mau kalah cepat dari Davee. Gadis itu harus menjadi miliknya dengan cara apa pun."Lepaskan, Mr. Graham! Bukankah Jam kerja sudah habis dan ini sudah waktunya pulang?" kata Ammy berusaha melepaskan tangannya dari si bos yang menyebalkan itu. Jack tidak memedulikan ucapan Ammy, bersikap seolah-olah tidak mendengar apa pun. Membawanya menuju ke mobilnya.“Bos selalu tahu kapan harus memulangkan karyawannya. Mengerti! Jadi jangan mengajariku!”Ada yang tak beres, Jack tak pernah merasakan getaran seperti sengatan listrik seakan mengalir di dadanya. Namun gadis kurang ajar ini rasanya setiap detik semakin menarik s
Felicio tersenyum curang, meletakkan kotak musik kaca itu di ujung meja. Sempurna. Setelah meletakkan kotak musik itu di pinggir meja, ia akan memancing Jack agar memasuki ruang kerja Ammy. Kemudian pria ceroboh itu akan menjatuhkannya. Mereka akan bertengkar, dan setelah drama itu berlangsung, maka gadis itu akan menjauh dan membuat Jack yang labil itu semakin kelabakan. Skenario yang menarik. Mudah sekali menebak apa isi kepala si Hans junior itu. Ia berjingkat, membuka pintu dan keluar ruangan. Membiarkan pintu sedikit terbuka. Meneliti arloji yang bertengger di tangannya sekilas, biasanya sebentar lagi anak ingusan itu berangkat. Dan ia hanya perlu memantau dari sisi yang tak terlihat. Semua CCTV telah dimatikan. Menjadi orang dalam memudahkan segala ruang geraknya. Benar saja, beberapa menit kemudian pria itu melintas. Mengernyit ketika tahu pintu tak tertutup sempurna. Itu menarik perhatiannya. Ia berhenti sejenak di
Jack duduk di kursi ruangannya, menekan sebuah nomor di ponselnya lalu menghubungi nomor tersebut. "Hallo, Chloe. Ini aku, Jack! Aku butuh bantuanmu." "Ya, Jack. Ada yang bisa kubantu?" "Kau perancang sekaligus pembuat perhiasan. Bisakah kau membuatkan kotak musik kristal untukku?" "Kotak musik? Akan kuusahakan." "Kau tahu, kotak musik buatan Prancis The wings?" "Tentu saja, benda itu sangat esklusif, Jack." "Ya, aku tahu itu. Masalahnya benda itu sudah sangat lama diproduksi dan tidak lagi tersedia di pasaran, aku juga tahu benda itu limited edition. Kau Amazing Di bidang perhiasan, kristal atau sejenisnya. Bisakah kau membuatkan aku duplikasinya? Aku akan membayar berapa pun." "Itu terlalu riskan untuk
Jack berlalu dari ruang rawat Ammy membawa kemarahan dalam hati. Menimang ponselnya, skeptis menelpon atau tidak. Namun akhirnya dia putuskan untuk menelpon."Hallo, Lyncoln. Pasien di ruang Merigold Tagetes 1125, beri aku laporan mengenai perkembangan kesehatannya, sedetail mungkin. Beri penanganan terbaik untuknya. Apa kau mengerti?""Baik, Tuan muda. Sesuai yang Anda inginkan.""Bagus! Kupikir ayahku tidak salah mempercayakan Rumah sakit ini padamu." Jack menutup sambungan teleponnya. Seperti biasa tanpa basa-basi. Bukankah basa-basi itu tak penting?Dr. Lyncoln mengerutkan dahi sambil membatin."Bagaimana cara Tuan Hans mendidik anak ini, Bahkan dia tidak pernah mengucapkan terima kasih selepas minta bantuan."Dr. Miguel Keiv D'lyncoln adalah kepala RS. Meghan Medica Hospital. Rumah sakit yang dulunya hanya memiliki sepuluh lantai itu kini berkembang men