Zivana bergetar. Dia semakin melebarkan kedua matanya saat bayangan itu mendekat. Detakan jantungnya sangat cepat. Ketakutan menyelimuti dirinya. Telapak tangannya bergetar, masih memegang pecahan vas kaca hingga membuat pinggirannya sedikit menggores kulitnya dan mengeluarkan darah segar.
"Kau?"
"Ratu." Mustafa mendekat. Menarik pecahan kaca dan membuangnya. Spontan dia mengisap darah yang mengalir dari kulit Zivana, hingga akhirnya berhenti.
Zivana terdiam kaku. Dia tidak mengerti dengan ini. Sosok pria yang dicintainya, kini tiba-tiba berada di hadapannya? Padahal seharusnya malam ini Mustafa bersama dengan Aigul. Kenapa Sri Sultan malah berada di dalam kamarnya? Apalagi Zivana baru mengetahui jika almari miliknya di sudut ruangan ternyata pintu menuju jalan rahasia.
Ratu masih saja bergeming. Linangan air mata terus mengalir deras. Wajah cantiknya yang masih saja terdapat bekas merah membiru akibat tamparan Selim, kini basah. Air mata itu ti
Kebahagiaan semakin lengkap. Zivana akan melahirkan ahli waris Sri Sultan. Semua cemas saat menunggunya. Para tabib berjaga di dalam. Di depan kamar Zivana, Mustafa hanya diam, menatap pintu kamar Zivana. Pembawaannya yang tenang, membuat semua orang yang berada di sana juga ikut tenang. Akasma berdiri di sebelah Mustafa. Dia mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat dirinya akan melahirkan Mustafa. Namun, dia berusaha mengalihkan pikirannya. Saat itu, kejadian mengerikan terjadi. Akasma tidak ingin hal itu terulang kembali. Burak bersama sisa prajurit menjaga dengan sangat ketat. Walaupun mereka berjumlah sangat sedikit, Burak berusaha melakukan yang terbaik. Dia juga tidak mau kejadian masa lalu terulang kembali. “Burak, Maria datang dengan Ozone,” kata Agha dengan cemas. “Baiklah. Buka gerbang dan biarkan dia masuk,” balasnya dengan tegang. Sarman mendekati Burak. Perasaannya ikut cemas. “Maria mengejar Aigul saat menyerang perut sang rat
Aslan membuka mulutnya lebar. Dia melahap Selim sekali telan. Kini Raja Spartan benar-benar binasa. Zivana dan Akasma menatap tajam. Beberapa putri spontan menutup kedua mata mereka. Burak menarik kemudi kudanya. Dia mengarahkan sang kuda medekati Mustafa yang masih terdiam menatap langit. Arwah Selim melayang ke atas. Dia kini bersama semua korbannya. Mustafa menarik napas sejenak sebelum menatap Burak. “Sri Sultan. Semua sudah berakhir. Kita akan kembali ke istana.” Mustafa menganggukkan kepala. Dia kembali menghentakkan kudanya. Mustafa beserta rombongan kembali menuju Zengini. Semua bersorak gembira menyambut kedatangan Mustafa. Para rakyat kini menikmati sinar matahari yang kembali terlihat. Mereka keluar rumah. Menikmati keindahan alam yang sudah mereka nanti. Semua hewan juga merasakan kemenangan. Tumbuhan mulai bermekaran. Semua penghuni istana bersorak. Mereka terus mengagungkan nama Sri Sultan.
Pedang legenda masih menjurus tepat ke wajah Selim. Dia masih tidak menyerah. Wajahnya masih dipenuhi amarah. Kedua matanya memerah. Tidak peduli postur tubuhnya kembali seperti semula, Selim tetap akan melawan Mustafa.“Aku sudah melakukan pengorbanan dengan nyawaku. Aku tetap tidak akan menyerah. Kau bukan yang terkuat. Aku yang paling hebat!” teriaknya. Dia berusaha bangkit, tetap akan melawan Mustafa. Sambil mendongakkan kepalanya, dia mengepalkan kedua tangannya. Tatapan tajam, semakin mengarah dengan intens.“Selim. Kau tidak akan pernah bisa melawanku. Dan aku, tidak akan pernah melawanmu. Kau bukan tandinganku. Aku tidak akan pernah melakukan itu.”Beberapa kuda datang mendekati Mustafa. Aslan yang berada di sebelah Mustafa, terus mengerang. Giginya yang tajam, ingin sekali mengunyah Selim. Mustafa terus mengelus tubuh sang singa agar mereda dengan keinginannya.“Sri Sultan!” teriak Burak diikuti beberapa prajur
Arman berlari cepat. Dia melawan beberapa prajurit Spartan yang menjaga. Sarman sangat hebat dalam memanah. Dia melumpuhkan para prajurit dengan anak panahnya.Namun, Sarman terkejut. Kabut hitam melilit di semua tubuh para prajurit, membuat mereka tidak bisa bergerak."Pasti Asmat meminta Deriya melakukan ini. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku."Sarman berlari kencang. Dia menelusuri semua istana yang megah itu. Dia masih saja belum menemukan tempat batu itu berada."Aku tidak akan menyerah. Aku akan menemui pelayan," gumamnya sembari terus berlari menuju dapur istana. Sarman tidak menyangka. Sangat sepi di mana pun berada. "Ke mana mereka semua?" lanjutnya.Sarman semakin mengedarkan pandangannya ke semua arah, hingga dia mendengar suara di dalam gudang persediaan makanan. Sarman mengeluarkan pedang, mendekati pintu itu."Keluarlah kalian, atau aku akan mendobrak pintu ini!" teriaknya keras.Sarman masih bersiap. H
Mustafa tidak menyangka. Jemarinya berdarah. Dia perlahan mengangkat wajahnya, tersenyum ke arah Selim.“Aku terluka. Aku akan mengalahkannya,” batin Mustafa mulai bangkit.Aslan mengaum dengan keras. Bahkan, tanah sedikit membelah. Semua mata mendongak ke atas. Para rakyat dan penghuni istana mulai merasakan sedikit kehangatan. Paling tidak ada sesuatu yang tidak membuat mereka menggigil hingga nyaris kehilangan nyawa.Dia menatap pedang legenda, menyambarnya. Kakinya berlari cepat menghampiri Aslan dan menaiki punggungnya. Auman semakin terdengar keras. Selim mengernyit, tidak mengerti dengan Mustafa. Dia masih mengamati dengan saksama musuh hebatnya itu.“Kenapa dia tersenyum memandangku? Bahkan … udara kenapa semakin hangat,” tanya Selim membatin. “Tidak … ini tidak mungkin!” teriaknya keras.“Selim!” balas Mustafa sembari mengarahkan ujung pedang yang mulai memberikan sinarnya. Baya
"Selim! Aku tidak akan pernah membiarkanmu!" Mustafa mengarahkan pedang legenda. Dia menghentakkannya ke tanah, membuat semua es batu yang sudah mengeras dan menusuk itu meretak hingga cair. Dia terus melakukannya ke semua arah. Mendadak sedikit memberikan kehangatan yang tiba-tiba muncul. Namun, itu sia-sia. Udara yang menusuk kembali menutupnya.Mustafa tidak percaya dengan penglihatannya. Sementara Salim tertawa dengan keras melihat Mustafa semakin kebingungan. Dia ingin sekali melindungi semua manusia yang ada, namun kali ini dia gagal!"Hahaha. Lihatlah, mereka semua akan mati secara perlahan. Kau tidak akan pernah bisa menyelamatkan mereka. Pada nantinya hanya akan ada kita berdua saja. Kau kehilangan semua orang yang kau sayangi. Tapi aku tidak peduli, karena aku hanya ingin menjadi orang yang terkuat. Tidak masalah jika aku hanya sendirian di sini. Aku memiliki kerajaan Spartan dan mereka terlindungi oleh kekuatan iblis yang sudah merasukiku."