Share

Teraniaya

Penulis: Nannys0903
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-24 10:08:24

Status Sindiran Istriku 

Bab 7

Pov Rima

"Ampun Mas, sakit!" Aku menutup kepala dengan tangan. Suamiku memukul kepalaku dengan sepatu pantofel hitam yang sering aku semir.

Kini, sepatu itu berpindah ke kepala. Rasa berdenyut di kepala semakin terasa. Sangat menyedihkan menjadi aku. Apa kurang diri ini.

Tak ada belas kasihan untukku. Ia juga menyiramkan air ke tubuh rampingku. Rasa dingin menjalar keseluruh tubuh. Perlakuannya sangat tercela. Untung saja bukan kopi atau teh panas. 

"Kamu! Jadi istri gak tahu suami cape kerja malah ngomel-ngomel!" bentaknya tak terima. Mata tajam yang selalu kusukai memerah. Rahang yang sering bersandar di bahu mengeras.

"Aku bukannya ngomel, hanya bertanya. Mengapa kamu tak pulang sejak dari Bandara." tanyaku dengan suara terisak. Aku menunggunya semalaman, tapi nyatanya ia tak ada. 

"Aku kerja buat kamu. Kamu diem aja! Aku cape mau istirahat." Ia mendorong tubuhku hingga membentur dinding. 

Kepala terasa sakit dan nyeri. Tubuh ini tak dapat bangkit hingga pandangan menjadi gelap dan melemah. 

Kubuka mataku perlahan, melihat suamiku--Mas Ajit berjongkok depan wajahku. Ia menepuk-nepuk pipi kencang. 

"Eh, kamu ngapain tidur di sini! Lihat sudah hampir malam," ucapnya dengan nada tinggi."Bangun!" perintahnya. Suaranya mengema di dalam rumah.

Kupaksa membuka mata. Kepalaku terasa berat, tekuk leher pegal seperti batu yang menempel. Pandangan kabur terasa berputar-putar.

"Mas, aku kenapa?" tanyaku heran. Mengapa bisa tidur di lantai. 

"Mana aku tahu! Aku bangun tidur kamu malah rebahan di sini. Bangun, aku lapar. Masakkan nasi goreng untukku dan jangan lupa omeletnya." Ia berdiri meninggalkanku dan duduk di depan televisi." Cepatan malah bengong!" 

"I-iya Mas," ucapku terbata-bata. Bergegas aku bangkit dan melangkahkan kaki ke dapur. Mas Ajit masih saja mengomel. Sepertinya, ia sangat kesal. Entah apa yang dilaluinya saat bekerja. 

"Kamu itu, sudah aku kasih enak duduk manis di rumah masih aja gak becus ngurus aku. Seharusnya ngerti dong. Suami lapar waktunya makan," omelnya dari jauh. Aku masih mendengar ucapannya.

"Seluruh uang aku berikan. Kamu juga harus maksimal melayaniku." Hasil pemotretan memang ia berikan. Tapi, tak cukup memenuhi semuanya. 

Perlakuan dia kepadaku berubah setelah namanya terselip di antara nama model terkenal. Menurutku, ketenarannya belum mencapai papan atas. 

Mengaduk-aduk nasi bersama bumbunya tak lupa baso sapi dan daun bawang. Acar selalu ada di kulkas. Ia menyukai acar tanpa gula. Hanya berbumbu garam dan cuka. 

Aroma nasi goreng tercium wangi menggoda. Kupaksakan memasak dengan kepala berdenyut. Berusaha meraih gelas untuk mengambil air hangat. Meneguk pelan hingga kepala terasa ringan. 

Menyajikan nasi goreng di piring spesial kesukaan mas Ajit. Lelaki itu menggunakan barang sesuai tren, dari penampilan hingga alat-alat makan. Begitu juga perabotan rumah yang sering gonta ganti. Alasan lelaki itu bosan dan jenuh. Uang siapa yang ia gunakan kalau bukan uangku. 

"Wah, bagus sekali penampilannya." Mas Ajit mengeluarkan ponsel mahalnya dan memotret hasil masakanku. Ia mengunggah di akun medsosnya. Aku melirik malas, semua yang ia lakukan akan terekspose di akunnya.

"Rima ... sini mendekat. Tampillan senyum termanismu," ucapnya memeluk dan mencium pipi." Ih, kurang bagus. Kurang bahagia." Ia memotret lagi dengan gaya sama.

Tangannya membesarkan hasil foto di galeri." Mengapa wajahmu buruk sekali. Berminyak dan lebam. Ayo foto lagi!" Ia menarik tubuhku dan memeluknya dari belakang. Wajahku mengahadap ke depan, tak terlihat.

"Nah, ini baru bagus." Mas Ajit duduk dan menyendokkan nasi goreng ke mulutnya. Matanya melotot dan memuntahkannya. 

"Rima! Masakannya tak enak, asin sekali!" Suaranya menggema di seluruh ruangan. 

"A-asin, maaf Mas. Kepalaku pusing jadi gak sempet aku cobain." Aku memberikan air putih dingin dan ia meneguk habis. 

"Kamu mau bikin aku darah tinggi! Senang aku mat*." Gelas yang ia pegang dilemparkannya secara asal. 

"Ma-maaf Mas." Aku takut sekali mendengar teriakkannya. Dunia bagaikan segera berakhir untukku. 

"Maaf! Maaf! Aku minta uang untuk makan di luar." Ia menadangkan tangannya ke arahku. Segera bergegas masuk ke kamar dan memberikan uang berwarna merah sebanyak tiga lembar. 

"Kok tiga ratus, mana cukup aku minta tiga juta," ungkapnya. Aku terkejut dengan permintaannya.

"Kita harus bayar uang cicilan. Uang pemotretanmu belum cukup." 

"Kan, masih ada uang di brankas. Kamu juga yang salah. Masak keasinan. Aku mau makan di luar saja." 

"Biar aku masakin lagi, Mas," bujukku. Uang tiga juta lumayan besar. 

"Kelamaan, kamu lagi sakit lebih baik aku makan di restoran," ucapnya berubah lembut.

Aku mengalah, daripada berdebat lagi lebih baik kuberikan saja uang yang ia minta. 

"Ini Mas." Ia menyambar uang merah bercampur biru dengan kasar. Bergegas menganti pakaiannya. Penampilannya seperti anak muda ala korea. 

"Mas, jangan malam-malam pulangnya." Mas Ajit tak menghiraukan ucapanku. Ia keluar tanpa berkata apa-apa. 

Deru mobil terdengar mengema di halaman. Tanpa menoleh dan menjawab pertanyaan yang aku lontarkan. Mas Ajit berlalu begitu saja. 

Menyentuh dadaku, nyeri sangat nyeri. Perlakuan lelaki itu berubah sejak ketenarannya semakin bersinar. 

Meja makan seperti kapal pecah. Nasi berhamburan, gelas jatuh ke atas lantai. Hanya helaan napas yang dapat aku lakukan. 

Mengambil sendok makan di tempat tersedia. Lebih baik aku makan daripada mubajir. 

Memasukkan sedikit nasi goreng ke dalam mulut. Rasa asin tak ada malah enak dan sedap. Mengapa mas Ajit berkata rasanya asin. Ada apa dengan lelaki itu? 

****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Begini mah ndak cukup karirnya hancur tp perlu dipenjarain jg. Np ndak dilaporin polisi coba
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Status Sindiran Istriku    Ending Cerita

    Status Sindiran IstrikuPonselku berbunyi berkali-kali.Menatap layar pipih dengan wallpaper bergambar pantai."Halo, ada apa Mbak?" bertanya kepada Mbak Shela yang menghubungiku saat aku berada di cafe"Ajit, pampers dan susu Fakhri habis.""Baik Mbak nanti aku akan belikan.""Terima kasih, Aj

  • Status Sindiran Istriku    Akhir

    Status Sindiran Istriku"Rima, ini bukan tanda tanganku. Aku bersumpah, tak pernah melakukan hal ini. Percaya padaku kali ini." Memperlihatkan semua bukti tentang papa dan Sofie. Tak menutupi semua yang telah terjadi. Masalahku harus segera terselesaikan.Rima menatapku, mungkin mencari kejujuran di sana. Ia menganggukkan kepala dan berkata," Buktikan kalau kamu tak menanda tangani ini. Karena aku merasa ragu.""Aku akan menghampiri dia. Kamu jaga diri kamu. Aku akan kembali. Aku mencintaimu." Mengecup jari jamarinya. Ia tak menolak sedikitpun. Wajahnya pucat dan suara bergetar. Aku yakin cinta itu masih ada.Aku memeluk Rima dan ia membalas pelukanku. Segera pergi mencari orang tersebut. Ibu mertua memberikan bekal dan minuman di botol untukku. Wanita itu selalu baik dan sayang kepada mantunya.Tubuhku memang lelah, tapi aku harus terus berjalan mencari kebenaran. Masalah pa

  • Status Sindiran Istriku    Kembali

    Status Sindiran IstrikuKembali Jam menunjukkan pukul sepuluh malam lewat dua puluh menit. Besok pagi aku sudah sampai di Lampung. Aku hanya membawa kopi dalam termos kecil dan makanan kecil yang berada di meja. Setidaknya, bekal ini cukup untuk di jalan. Membuka dompet berisi uang tiga ratus ribu rupiah. Lebih baik membawa motor saja. Ongkos lebih murah dan hemat. Akhirnya, memutuskan mengunakan motor matic milik Rima yang berada di garasi. Surat-surat motor itu sudah ada di dalam jok motor. Tak lupa memakai jaket yang tebal menelusuri jalan ke arah pelabuhan Merak. Kapal datang agak telat. Pelabuhan terlihat ramai oleh mobil truk pengangkut barang. Mereka mengantar barang dari pulau ke pulau lain. Pekerjaan mereka berat, meninggalkan anak istri berhari-hari untuk menyambung hidup. Perjalanan yang cukup melelahkan. Akhirnya, aku sampai di Sidomulyo tempat mertuaku berada. Aku sangat yakin Rima ada di s

  • Status Sindiran Istriku    Terbunuh

    Status Sindiran Istriku Kubuka mata perlahan, tangan dan kakiku diikat di ranjang. Papa dan Sofie sedang berbicara. Mereka tak tahu aku sudah sadar. "Apa yang harus kita lakukan kepadanya?" tanya Sofie. Sepertinya, ia ketakutan. "Kita harus mendapatkan semuanya atau kita akhiri hidupnya." Ucapannya membuatku bergidik ngeri tentu tidak, aku ingin menertawakannya."Siram tubuhnya dengan air es. Di tak punya siapa-siapa lagi di sini." "Bagaimana dengan kakaknya?" "Itu urusan gampang. Kita selesaikan lelaki ini. Dia penghalang bagi kita. Shela juga sedang mengandung anakku. Ia tak akan berani bertindak." Mba Shela sedang hamil, aku tak percaya. Jangan-jangan ia pura-pura ingin membalas dendam. Ah, mengapa aku tak tahu. "Pa, kalau Shela hamil dan melahirkan anakmu. Kamu akan melupakanku," ucap Sofie. Nadanya terdengar sedih. "Tentu tidak Sayang. Cuma kamu dan h

  • Status Sindiran Istriku    Pengecut

    Status Sindiran Istriku Panggilan masuk dari salah satu petugas keamanan di ponselku. Menyentuh ikon berwarna hijau. "Ada apa?" tanyaku setelah menjawab salamnya. "Ada pergerakkan darinya. Ia berada dalam ruangan." "Malam-malam begini! Baiklah, terima kasih untuk infonya." Bergegas mengambil laptop di dalam ruang kerja. Membuka CCTV dari restauran.Papa sedang berusaha membuka brankas. Ia terlihat kesal dan memukul lemari besi. Terlihat wajahnya frustasi. Sengaja aku menganti kode brankas itu. Ia memukul dan menendang. Aku hanya bisa menertawakan dari layar. Ia berusaha mencongkel brankas. Sudah seminggu aku tak memberinya uang. Mungkin, uangnya telah habis. Tak lupa memblokir kartu kreditnya. Papa menghubungi seseorang. Mendengar suara papa dengan tajam. Ternyata, ia memanggil tukang las besi. Aku terkekeh. Kita lihat apa yang akan ia lakukan lagi. Dua orang petuga

  • Status Sindiran Istriku    Korban

    Status Sindiran Istriku Papa terlihat gusar. Ia melirik brankas di dalam ruangan. Meneguk kopi dengan kasar untuk menyembunyikan perasaannya. "Papa pergi dulu ada urusan sebentar," pamitnya. Wajahnya terlihat pucat. Entah dengan siapa ia akan bertemu. Kuhubungi seseorang yang bisa aku handalkan untuk mengikuti papa."Dia sudah pergi kamu ikuti dia. Lakukan pekerjaanmu dengan baik." Memandang kotak brankas dan menekan kode dengan tanggal lahir mama. Ternyata salah. Apa si tua keladi itu menganti kodenya. Mencoba menekan angka yang sama dengan kode ponsel papa. Nihil, tak bisa. Yang membeli brankas ini adalah mama. Kucoba menekan tanggal kelahiranku. Klik.Menarik kuas brankas secara perlahan. Uang menumpuk dengan tinggi. Ternyata benar dugaanku. Isi brankas sekitar satu miliyar. Kotak brankas hampir penuh. Memasukkan semua uang ke dalam tas yang tergeletak di d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status