Share

Bab 7

Penulis: Siti_Rohmah21
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-14 17:14:30

"Meninggal? Kamu ikut dalam proses pemakamannya?" tanya papa. Aku pun menggelengkan kepala, waktu itu hanya tahu dari Mas Haris. 

Papa mengelus punggung ini, seraya tengah menenangkan putrinya. Meskipun hanya ayah angkat, ia tetap sedih ketika melihat putrinya sedih. 

"Haris nggak boleh tahu kamu sudah Papa wariskan hotel ini," pesan papa. 

"Kamu jangan nangis ya, Mama yakin kamu anak kuat seperti almarhumah mamamu," susul mama. 

Kuat atau rapuh kondisiku saat ini yang ada di pikiran hanya Sisil, dia seorang anak wanita, dan akan tumbuh dengan semestinya, tapi ternyata memiliki seorang ayah yang tidak memiliki perasaan. Mas Haris kelewat cerdik menutupi ini semua. 

"Tapi, Pah, yang kutahu Tiara ini sudah meninggal dunia tiga tahun lalu, adiknya juga membenarkan hal itu," pungkasku. Tiba-tiba melintas chat Gea melalui inbox yang kubaca beberapa bulan lalu. 

Papa terdiam menoleh ke arah istrinya. "Tiga tahun lalu? Apa kamu diajak pulang kampung tiga tahun belakangan?" tanya papa menyelidik. 

Aku menggelengkan kepala ini. Sebab, pertanyaan papa membuatku tersentak lirih. Apa ini alasannya tidak mudik tiga tahun lamanya? Supaya bisa bersandiwara seolah-olah Tiara meninggal dunia? 

"Sepicik itu, Pah? Pura-pura meninggal hanya untuk menutupi sesuatu?" tanyaku padanya. 

"Justru ini yang menarik, tiga tahun tertutup rapat, Papa akan bantu kamu, Elena, kita selidiki, kalau terbukti dia mempermainkan pernikahan, kita bisa jebloskan Haris ke penjara," terang papaku. 

Air mataku mengembun, rasanya sulit menahannya, tapi aku malu menangis di hadapan orang tua yang telah membesarkanku. 

"Kita bisa selidiki mulai dari sosial media, Pah, belum lama ini, tepatnya dua bulan lalu, ada yang menulis status memakai akun F******k Mas Haris, aku rancu dan merasa memang bukan dia yang tulis, sempat menuduh Gea, tapi aku rasa bukan dia orangnya," tuturku pada orang tua angkatku.

"Itu soal mudah, yang terpenting sekarang, kamu santai, jangan gegabah, Haris licik, kamu harus cerdik. Papa kok gemes ya dengarnya, meskipun kamu bukan anak kandung, tapi terasa Fitri juga mengalami hal ini," ungkap papa sambil mengepal tangannya. 

"Aku di rumah harus cerdik, tapi geram, Pah, ingin rasanya membuat Mas Haris tidak betah di rumah," usulku. "Apa aku kuras hartanya, Pah?" tanyaku. 

"Nggak perlu, hartaku lebih banyak darinya, untuk apa mendapatkan harta dari orang yang licik? Tidak sudi papa, Nak," kata papa sambil mengelus rambut ini. "Minggu depan mereka pasti ke sini lagi, papa pastikan mereka akan malu seumur hidup," ancamnya.

Kemudian, aku berpamitan keluar untuk mengambil Sisil yang kutitipkan pada pegawai yang bekerja di sini, tapi sebelumnya papa pastikan lebih dulu Mas Haris sudah keluar dari hotel ini. 

"Dia baru saja keluar, sudah kamu pulang sekarang sana, oh ya papa mau pulang ke Indramayu sore ini, minggu depan insyaallah akan papa ceritakan semua ini pada Fitri. Dia pasti akan membantumu," ungkap papa. 

Aku hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyuman. Beruntung sekali memiliki orang tua angkat yang baik, tapi karena mereka terlalu baik inilah yang membuatku kadang sungkan meminta pada mereka. 

***

Setibanya di rumah, mobil Mas Haris belum terparkir di garasi. Kemungkinan ia tengah mengantarkan Tiara, ya aku yakin itu Tiara, tidak mungkin dia punya kembaran, sedangkan dengan Gea saja ia hanya terpaut angka dua atau tiga tahun kalau tidak salah. 

Langkahku terhenti ketika mendengar panggilan dari seorang wanita. 

"Len, kamu dari mana sama Sisil?" tanya Gea yang tiba-tiba muncul dari gang. 

"Bukan urusanmu," celetukku sambil membuka pintu gerbang. 

"Mas Haris pergi? Terus kamu susulin, kan?" tanya Gea menyelidik. 

"Nggak kok," sahutku singkat. 

"Alah, jangan bohong, tadi aku ngikutin kamu loh di belakang, kamu ke hotel FitLen, kan?" tukas Gea lagi. Ternyata ia membuntutiku. Kenapa dia seperti itu sih? Apa jangan-jangan Mas Haris cepat pergi karena tahu informasi ini dari Gea? 

Tangan ini menggenggam pagar, ada jari kecil yang menarik bajuku untuk cepat masuk. Sisil mendongak menatapku dengan lirih. Dari raut wajahnya membuatku nyeri. 'Nak, kamu punya seorang ayah pembohong besar, penipu ulung yang telah mengelabui kita atas dalih tutup usia,' batinku merintih sambil menatap wajah Sisil. 

"Aku mau ke hotel, ke Indramayu tempat papa angkat, atau ke Cilacap sekalipun, tempat kampung suamiku, itu terserah aku, ngapain kamu urusin orang lain? Kurang kerjaan?" Aku bertanya dengan alis terangkat. 

Posisi berdiri Gea berubah tegak, padahal tadinya ia terlihat santai. Matanya membulat seraya ingin meluapkan emosinya. Ia melangkah ke arahku yang sudah membuka pintu gerbang. Namun, tiba-tiba Mas Haris pulang, ia memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Lalu ikut nimbrung dengan kami. 

"Elena, kamu dari mana?" tanya Mas Haris, dia melangkah menghampiri dan berada di tengah-tengah antara aku dan Gea. 

Sedangkan Gea terlihat tertawa kecil menyaksikan Mas Haris datang menghampiriku dengan bertanya seperti orang tengah menginterogasi. 

"Pura-pura diam dia, Mas," celetuk Gea. 

Aku terdiam mengamati tingkahnya Gea. 

"Kamu ikutin aku, Sayang? Tadi itu mendadak ada meeting antara manager, kalau nggak percaya, ini aku ada fotonya," sanggah Mas Haris sambil menyodorkan ponselnya. 

Kulihat ia tengah duduk bertiga sambil berpose menunjukkan jempol masing-masing. Mas Haris foto dengan ketiga teman sesama manager. 

Aku menyerahkan kembali fotonya, hebatnya suamiku, sandiwaranya sungguh patut diacungkan dua jempol. Sangat sempurna, tapi sayangnya aku sudah tahu semuanya, meskipun belum tahu kebenarannya, namun semakin Mas Haris menutupi kebohongannya, aku justru semakin sangat yakin bahwa Tiara benar masih hidup. 

"Ya, aku percaya kok, sekarang kita masuk, Mas, masa berdiri di depan gini," ucapku sambil menarik lengannya, ada tatapan sinis terpancar dari wajah Gea. Kemudian ia balik badan dan melangkah pulang dengan hentakan kaki penuh amarah. 

Aku sengaja berjalan berdampingan dengannya, ia sontak menggendong Sisil yang menurutku bobot tubuhnya sudah berat. Namun, tiba-tiba Mas Haris menginterogasi anaknya. 

"Sisil dari mana sama Mama?" tanya Mas Haris. 

"Dari hotel, Pah, kirain mau nginep, eh nggak," ungkap Sisil. Ia masih polos pasti bicara jujur. 

"Apa Sisil ke hotel bertemu dengan laki-laki? Pacarnya Mama gitu, kan Mama Sisil punya pacar baru," tukas Mas Haris menuduhku yang macam-macam. Sial, jangan-jangan ini sengaja ia lakukan agar Sisil jadi benci aku. 

"Mas, jangan bicara sembarangan," elakku marah. 

"Kalau tidak punya pacar jangan marah," timpal Mas Haris. 

"Marah, Mas, karena kamu memfitnah," jawabku kesal. 

"Lalu apa bedanya kamu yang buntuti suami lagi kerja?" tanya Mas Haris balik. Ia terus menerus memutar balikkan fakta. 

"Ya jelas beda, kamu bohong, Mas," ungkapku akhirnya tidak tahan. 

"Bohong apa? Sebutkan? Aku sudah tunjukkan foto bertiga loh," tantang Mas Haris. Ia benar-benar niat berbohong. 

"Aku lihat kamu bersama ...." 

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Lolo Lala
belum selese mengikuti ceritanya tapi sudah ke kunci
goodnovel comment avatar
Deltha FY SPd
bgus tp sayang keburu kecunci lagi.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 26

    "Maaf Bu Elena, kami permisi dulu, kami harus menginterogasi tersangka," ucap polisi sambil menarik lengan Tiara dan Mas Haris.Keduanya tidak berontak, hanya saja tepat di hadapanku, Mas Haris berhenti."Aku titip Sisil, Elena, sudah puas kan kamu memporak-porandakan hidupku?" Mas Haris berkata dengan nada pelan. Kemudian disusul oleh Tiara di belakangnya. Ia pun sengaja berhenti di hadapanku."Aku belum kalah, Elena, lihat saja nanti," ancam Tiara dengan mata menyipit. Aku tak menjawab apalagi meladeninya, justru membiarkan keduanya pergi dengan iringan polisi.Tangan ini masih berada dalam gandengan Mbak Fitri. Ia menatapku sambil memberikan senyuman. Kedipan mata Mbak Fitri membuatku merasa tenang, tiba-tiba ada orang yang muncul dari balik vas bunga. Dia Pak Danu, kemudian beranjak ke arahku berdiri."Sudah tenang ya sekarang, berati bisa fokus nulis novel lagi, dan segera jadi penulis terkenal yang naskahnya dipinang dan difilmkan," tutur Pak Danu ternyata masih ada di hotel in

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 25

    "Dia bohong, ini semua fitnah. Saya bisa laporkan kalian atas tuduhan pencemaran nama baik!" Mas Haris mulai membalikkan fakta lagi. Ia tidak sadar bahwa kesalahannya lebih banyak daripada istrinya. Begitulah manusia, kesalahan orang terus dikoreksi, sedangkan kesalahan sendiri tidak ia pedulikan.Mbak Fitri terkekeh, ia seakan puas mewakili perasaanku, menghancurkan Mas Haris dengan cara sadis sekalian, bukan dengan kekerasan, tapi mempermalukan.Seketika ruangan jadi ramai, beberapa orang berdebat dan berdiskusi mencari yang salah. Ada sebagian yang datang mendadak bubar, mungkin mereka tidak ingin ikut campur urusan beginian.Sekarang di ruangan tidak sebanyak tadi, hanya tersisa beberapa kepala saja, orang yang memiliki banyak waktu tetap di sini, tapi orang yang tidak mau membuang waktunya memilih pergi ketimbang hanya untuk pengumuman masalah rumah tangga.Tiba-tiba saja Mas Haris menarik lengan jas hitam yang ia kenakan, lalu menunjuk ke arah Pak Danu. Kini pandangan semua oran

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 24

    "Ya, dia adikku, Pak, bisa jadi referensi untuk jadi calon istri nanti, aku pastikan dia akan bercerai dari suaminya," ucap Mbak Fitri sambil terkekeh. "Mbak ih," celetukku malu. Kemudian, Pak Danu menoleh dan menatapku tajam."Kok nggak mirip ya?" tanya Pak Danu."Kami hanya saudara angkat, Pak. Tapi Mbak Fitri dan orang tuanya sangat baik padaku," timpalku membuat Pak Danu mengangguk. Kemudian mata Mbak Fitri terlihat mencari sesuatu. Ternyata ia langsung menghampiri Sisil dan memeluknya."Ponakan Tante, cantik banget sih! Oh ya, nanti Sisil sama Tante cantik itu ya, di play ground main di sana!" seru Mbak Fitri. Ia langsung melambaikan tangan seraya memanggil wanita yang berseragam coklat, seragam yang dikenakan semua pegawai hotel.Pegawai itu menghampiri dan membawa Sisil. Aku tahu pasti ia tidak mau anakku tahu tentang ayahnya."Mereka sudah di dalam, aku ingin kamu buat laporan dulu, terserah kamu mau lapor masalah pernikahan mereka atau pura-pura matinya Tiara, atau kalau per

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 23

    "Ya udah, aku berangkat bareng Mbok Wati, asisten rumah tangga di sini," ucapku pertanda mengakhiri telepon.Setelah sambungan telepon sudah terputus, akhirnya aku panggil Mbok Wati untuk bersiap ke hotel, sambil lihat jam yang melingkar di tangan, aku memerintahkannya dengan cepat. Mbok Wati paham, ia langsung ke kamar Sisil merapikan anakku.Di depan kaca rias, aku memoles wajah ini dengan bedak. Jadi teringat saat perias pengantin berkata padaku untuk selalu jaga penampilan di hadapan suami. Itu semua sudah kulakukan, tapi tetap saja Mas Haris tergoda rayuan Tiara. Namun, karena hal itu aku pun mengulang kembali kata-kata yang dilontarkan Tiara semalam."Dia bilang menanti belasan tahun, dan baru tiga tahun ini berhasil mendapatkan apa yang diinginkan olehnya." Aku bicara sendirian. "Ah nggak usah diingat kata-kata itu, merusak moodku aja," tambahku sambil menutup tempat make up yang kupakai. Lipstik sudah kuoles dengan warna peach, aku suka warna yang tidak mencolok, natural dan

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 22

    "Len, Mbak telepon polisi ya!" teriak Mbak Fitri kemudian telepon sengaja aku putus.Plak!Tamparan keras melayang di pipiku. Ini kesempatan emasku untuk menjebak Mas Haris, agar ia tak lagi main-main denganku.Aku ambil tangannya sekali lagi dan memukul wajahku. Namun, tiba-tiba ada yang datang berkunjung.'Sial, siapa yang datang? Aku belum bonyok dan cukup bukti untuk menjebloskan Mas Haris, mukaku harus bonyok dan memar supaya ia bisa dituntut," batinku."Buka sana pintunya!" suruh Mas Haris."Kamu aja, paling istri siri kamu," ucapku agak ketus.Mas Haris terdiam, lalu melangkahkan kakinya ke depan. Ia membuka pintu kemudian aku menunggu di depan televisi. "Kok lama ya, kenapa Mas Haris tidak muncul lagi?" tanyaku bicara sendirian. Akhirnya aku menyusul untuk melihat siapa yang datang. Sebab, sudah hampir dua menit Mas Haris tidak bersuara dan balik ke ruangan keluarga.Aku lihat ke depan, mobilnya masih terparkir, tapi Mas Haris tidak ada di rumah."Ke mana dia?" Aku bertanya-t

  • Status Suamiku di Grup Facebook   Bab 21

    "Sudahlah, Mas. Memang kedokmu sudah seharusnya terbongkar. Aku hanya mempermudah saja," kata Gea sambil menghindar pergi. Ia pun sengaja mengejarnya, dan tidak peduli denganku. Akhirnya aku ke arah parkiran tempat Pak Danu menunggu, mobilnya masih tampak di depan. Namun, tiba-tiba Mas Haris memanggilku dengan nada tinggi. "Heh! Perempuan nggak diuntung! Anak yatim piatu yang sudah kuurus 12 tahun, kenapa kamu malah tega menghancurkan karirku?" Pertanyaan Mas Haris terdengar melengking dari belakangku dan membuat badanku terpaksa menoleh ke arahnya. Ternyata ia tidak mengejar Gea, justru kembali mengejarku. "Masih ada lagi yang ingin kamu katakan, Mas? Silakan umpat sepuasnya, setelah itu kamu pergi dari sini!" sentakku. "Ini tempat aku kerja, seharusnya dari tadi kamu tidak injak kakimu itu ke sini!" Mas Haris balik mencaci. "Aku nggak ada niat buruk, Mas, hanya ingin mempermudah perusahaan mengeluarkan benalu seperti kamu. Sekarang perusahaan tahu bahwa anak buahnya tidaklah p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status