Share

Bab 6

Aku mengelus dada ketika tahu bahwa Mas Haris tengah berduaan menuju hotel yang baru diresmikan orang tua angkatku. Darah ini mendidih menyaksikan suami menggandeng wanita itu mesra. 

Aku coba balas lagi pesannya, siapa tahu ada video yang lebih jelas, sebab aku tidak bisa menebak-nebak siapa wanita itu sebenarnya, tubuhnya tertutup jaket Mas Haris.

[Bu Dara, boleh minta video lebih jelasnya?" tanyaku padanya. 

[Hanya itu aja yang kebetulan kurekam lewat video. sekarang orangnya sudah masuk kamar.]

Akhirnya aku tidur dengan rasa penasaran yang sudah di puncak. 

"Sialan kamu, Mas, berkhianat, padahal aku sudah berusaha setia." Aku bicara sendirian di kamar sambil selonjoran dan merebahkan tubuh ini. 

Ketika aku miring ke kanan, tiba-tiba terlintas untuk ke rumah Gea. Selama ini dialah wanita yang selalu tahu urusan suamiku, Jangan-jangan dia orang yang tadi di hotel. Kalau Gea tidak ada di rumah, artinya memang dia orangnya. 

Segera aku ambil kunci motor, tapi sebelum beranjak pergi, aku coba meyakinkan Sisil sudah tidur lelap. Kuraba depan wajahnya ternyata tidak sadar dengan adanya mamanya di hadapan Sisil. Itu artinya anakku sudah pulas, bisa ditinggal sebentar. 

Aku tarik gas lalu meluncur ke rumah depan yang baru selesai renovasi itu. Di kepala ini banyak khayalan, bahkan kalau ternyata Gea terbukti tidak berada di rumah, aku siap langsung menuju hotel untuk menggeledah. Tidak ada yang bisa melarangku, karena papa dan mama sudah mempercayakan semuanya padaku. 

Setelah tiba di rumah yang masih bau cat, aku mengetuk pintu yang masih terlihat mengkilap. 

Jantungku berdetak kencang, seolah-olah sangat yakin bahwa orang yang berada di dalam rumah ini tidak ada. 

"Argh, sial! Pasti Gea yang berada di hotel!" ujarku sendirian sambil membanting tangan. 

Aku menghela napas, sebab tidak ada yang membuka pintunya. Sesekali pandangan ini menoleh ke belakang berharap Gea membuka pintu. Namun harapan itu sirna. Sudah tiga kali aku menggedor pintunya tapi tidak ada jawaban. 

Namun, setelah putus asa dan hendak menunggangi motor, tiba-tiba suara jeritan pintu terbuka. Lampu ruang tamu yang tadinya gelap pun tiba-tiba menyala. 

Aku menoleh kasar, karena sangat penasaran. Ternyata Gea, dia ada di rumahnya. "Gea," celetukku menyapa. 

Gea mengusap matanya lalu mengikat rambutnya yang tergerai. "Ada apa sih? Ganggu orang tidur aja!" ketua Gea dengan mata menyipit, ia agak sinis memandangku. 

Aku terdiam, sambil memikirkan jawaban apa yang akan kulontarkan. 'Ingat, Elena, jangan bodoh, jangan mengatakan tentang video itu pada siapa pun, bisa saja musuhmu itu adalah teman dekat,' batinku mencegah mulut ini bicara jujur pada Gea. 

"Nggak, aku cuma mau ... mau itu, apa sih, emm, minta cabe, punya nggak?" tanyaku sekenanya. Tidak ada alasan yang hinggap di kepala, hanya cabai yang muncul karena memang ibu rumah tangga. 

"Kamu tuh aneh, aku sales mobil, adanya brosur," jawab Gea ketus. "Dah ya, aku ngantuk banget, nggak punya pacar jadi tidur aja lah," cetus Gea membuatku tersenyum miring. 

Lalu aku pamit sebelum Gea menutup pintu. 

Setibanya di rumah, aku jadi semakin penasaran. "Kalau bukan Gea, siapa wanita yang Mas Haris rangkul ke hotel? Astaga, semoga laki-laki itu bukan Mas Haris, tapi cara jalan dan baju yang digunakan sama persis dengan yang di video tadi," rutukku bicara sendirian. 

***

Pagi telah mengeluarkan sinarnya. Mas Haris belum juga pulang ke rumah. Aku benar-benar kalut sekarang. Pagi ini aku akan meluncur ke hotel dengan alibi menemui orang tuaku dan sebelum menyaksikan wanita yang ada di pelukan Mas Haris, aku akan minta orang tua angkatku membuka rekaman CCTV saat tamu berkunjung. 

Aku memesan taksi online dan mengajak Sisil ke hotel. Sebab, tidak ada yang bisa aku titip, khawatir juga malah merepotkan. 

Sebelum tiba di hotel, sepanjang jalan aku menghubungi orang tua angkat yang masih bermalam di hotel milik kami. Hari ini kemungkinan mereka akan kembali ke kampung halaman. 

"Pah, bisa nggak saat aku datang ke sana lihat rekaman CCTV?" tanyaku padanya. 

"Bisa, memang untuk apa?" tanya papa. 

"Semalam lihat Mas Haris di sana, Pah," ucapku supaya sampai di sana langsung disodorkan CCTV olehnya. 

"Sudah papa duga, tadi mamamu lihat sepintas, tapi papa pikir hanya mirip karena kok pakai mobil," cetus papa. 

"Baru beli, Pah. Mas Haris baru diangkat jadi manager," jawabku sambil melihat jalan. "Aku dah mau sampe, kita ketemu di lobi ya," tambahku. Kemudian, telepon pun terputus. 

***

Setibanya di hotel aku langsung dipertontonkan rekaman video CCTV oleh papa yang sudah melihatnya lebih dulu. 

"Benar itu Haris, lihat saja, papa sudah yakin itu dia," kata papaku. 

Aku membuka mata lebar-lebar karena tujuan melihat CCTV memang bukan hanya memastikan itu Mas Haris, tapi ingin melihat sosok perempuan yang bersamanya di hotel ini. 

Kuputar dari arah depan. Betapa terkejutnya aku ketika melihat sosok wanita yang bersama Mas Haris. 

"Nggak mungkin, Pah, nggak mungkin Tiara, dia sudah meninggal," cetusku Sambil menggelengkan kepala ini. 

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status