Share

Status WA Mantan Istri Suamiku
Status WA Mantan Istri Suamiku
Penulis: Ucu Nurhami Putri

Bab 1

Status WA Mantan Istri Suamiku Satu

[Alhamdulillah, akhirnya punya mobil baru. Meskipun sama suami sudah berpisah, dia masih tetap perhatikan denganku, dan juga anak-anak. Memang suami idaman, andai saja dulu aku tidak egois, mungkin di antara kita tidak akan ada orang ketiga.]

 Sederet kata dari status Mbak Rima, mantan istri suamiku membuat suasana hati berubah menjadi dingin. Bahkan beku.

 Kapan Mas Hans membelikan dia mobil? Sementara aku saja yang pulang-pergi kerja masih menggunakan angkot. Ketika aku minta untuk dibelikan motor saja, Mas Hans suka mencari-cari alasan kalau dia sedang tidak pegang uang. Namun, sekarang semuanya terbongkar, Mas Hans malah sudah membelikan Mbak Rima mobil.

  Mbak Rima memang tipe orang yang suka membuat status terhadap semua hal, termasuk ketika Mas Hans mengajaknya berserta anak mereka makan, atau sekedar jalan-jalan bersama.

 Tentunya tanpa aku dan mereka terlihat sangat mesra. Seperti pasangan kekasih sesungguhnya yang tidak pernah bercerai.

 "Kamu lagi apa sih, kok dari tadi Mas panggil gak nyaut?" Mas Hans yang baru saja keluar dari kamar mandi menatapku heran.

 Tanpa banyak bicara, aku memberikan ponselku padanya. "Bacalah status dari Mbak Rima dan jelaskan maksud dari semuanya." 

 Aku berbicara dengan enggan dan rasanya malas untuk melihat laki-laki yang menjadi suamiku kini. Dari awal menikah, aku sudah memberikan peringatan kalau hal yang paling kubenci di dunia ini adalah pengkhianatan.

 Kami sudah menikah tiga tahun. Tepat tiga tahun yang lalu, Mas Hans melamarku ke rumah Abah tanpa kita punya hubungan khusus. Katanya, dia sudah tidak betah dengan status dudanya, dan ingin segera melangsungkan pernikahan.

  Atas izinku, Abah menerima pinangannya, dan dalam jangka waktu dekat, kami melangsungkan acara pernikahan. Terlalu cepat memang, tetapi itu karena Mas Hans yang ingin.

 Banyak alasan yang dibuatnya hingga Abah langsung setuju dengan tanggal yang hanya beda dua mingguan dari acara lamaran.

 "Nih!" Mas Hans kembali mengarahkan ponselku yang sedang membuat status WA, lalu duduk di sampingku.

 "Sekarang, jelaskan semuanya." pintaku dingin.

 Mas Hans menatapku sekilas, ia bersikap seolah tidak melakukan kesalahan apapun.

 "Apa yang perlu Mas jelaskan?" Dia malah balik bertanya. Heh, aku seharusnya tidak banyak berharap. Namun, katanya Mas Hans akan memperbaiki diri dan berusaha untuk melakukan apapun atas izinku.

 "Kapan Mas membelikan dia mobil?" Aku mulai bertanya dari awal.

 "Dua minggu yang lalu." jawabnya cepat.

 Aku memegangi dada yang terasa sesak ini, enak sekali dia bicara. "Kenapa Mas gak izin sama aku?"

 "Untuk apa? Kata Rima, yang perlu izin itu istri kepada suami, bukan suami kepada istri." ucapnya sambil mengeringkan rambut dengan handuk. 

 Lagi-lagi Mbak Rima, kenapa dia ikut campur ke dalam rumah tanggaku?

 "Kalau Mas lebih mendengarkan kata Mbak Rima, untuk apa Mas malah bercerai dengannya dan melamarku?" Aku menatapnya lekat, berharap kalau Mas Hans akan menjawab pertanyaanku dengan jujur.

 "Ya ampun, Klara. Mas cuman ambil sebagian kata-kata bijaknya, saja. Jangan diambil hati seperti itu." ucapnya. Ia mencoba menarik kedua pipiku yang tembem, tapi aku menepis tangannya.

 "Berhenti bersikap kekanakan, Klara. Mas membelikan mobil untuk sekolah Desi. Dua tahun lagi dia akan masuk SMP, jadi Mas harus siap siaga." jelasnya tanpa rasa bersalah sedikit pun.

 "Dua tahun lagi? Ya ampun, Mas, aku minta motor untuk kerja sama kamu malah memberikan seribu alasan, padahal harganya murah. Sementara kamu langsung memberikan Mbak Rima mobil karena Desi akan segera masuk SMP, padahal masih dua tahun lagi." ucapku panjang.

 Kali ini batas kesabaranku sudah habis, aku tidak ingin rumah tanggaku dikendalikan oleh orang luar, apalagi seorang mantan.

 "Sudahlah, sampai kapanpun kamu tidak akan mengerti tugas sebagai orang tua. Kecuali kalau kamu punya anak," desisnya membuatku marah.

 "Mas, aku belum punya anak bukan karena tidak ingin, tetapi Allah belum mempercayakan anak kepada kita." Aku mulai berapi-api.

 Mas Hans menatapku lekat dengan nanar. "Maaf, ya, barusan Mas agak emosi. Nanti Mas belikan kamu motor," ucapnya sambil membalas status Mbak Rima di ponselnya.

 Sebenarnya aku juga ingin membalas, tapi takut malah menjadi emosi. Sebaiknya aku tahan dulu.

 Kembali aku membaca status itu, tunggu, aku lupa menggaris bawahi statusnya yang terakhir, 'Memang suami idaman, andai saja dulu aku tidak egois, mungkin di antara kita tidak akan ada orang ketiga'.

 "Mas, jelaskan ini apa?" Aku kembali menunjukkan status Mbak Rima.

 "Entahlah, Kla. Aku gak tahu, kamu tanya sendiri saja sama Rima. Aku tidak mau berdebat denganmu." ucapnya memberikan lampu hijau.

 "Bagaimana kalau nanti aku emosi terus memarahi dia?" Aku bergumam pelan.

 "Jangan begitu, Kla. Sebisa mungkin tahan emosi kamu, kalaupun dia membuatmu marah, jangan sampai terbawa emosi." pesannya yang malah membuatku ingin marah-marah.

 Sebelum aku membalas, Mbak Rima ternyata sudah mengirimkan pesan padaku.

 [Kamu iri, ya, karena Mas Hans lebih mementingkan aku dan anak-anak daripada kamu yang istrinya sendiri? Makanya, jadi istri yang pintar, dong. Jangan bod*h.] tulisnya disertai stiker tertawa.

Bersambung....

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri sah kayaknya terlalu lemot dan bodoh. nikah sama duda koq cuman dapat sengsaranya. makanya yg tegas dikit dan jgn terlalu menye2lah
goodnovel comment avatar
Isabella
ah belum baca kq udah greget mantan sama istri kq lebih ke mantan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status