Share

Bab 2

Status WA Mantan Istri Suamiku 2

 Amarahku langsung naik ketika membacanya. "Baca ini WA dari Mbak Rima!" Aku kembali memberikan ponselku padanya.

 "Apa salahnya?" Mas Hans malah kembali bertanya.

 Daripada beradu argumen di sini, aku langsung berjalan cepat keluar rumah, dan pergi ke jalan raya sambil memesan ojek online. Aku harus mendatangi mantan istri suamiku yang tidak tahu diri itu.

 Jika aku terus diam, dia malah akan semakin membuatku terlihat semakin bod*h. Lihat saja, aku aku buat dia babak belur.

 Mas Hans memanggil namaku berulang kali ketika aku pergi begitu saja, tetapi aku sama sekali tidak menggubrisnya. Untunglah, dia tidak ikut mengejar. Bisa bahaya.

 Setelah ojek sampai, kita langsung jalan menuju rumah Mbak Rima yang posisinya di pinggiran kota. Ketika masih menjadi istri Mas Hans, Mbak Rima hidup serba berkecukupan. Namun, ia malah berselingkuh dengan laki-laki kaya yang berstatus sebagai suami orang. Kini, dia malah terjebak di antara isi sah. Aku dan istri laki-laki itu.

 Ketika rumah Mbak Rima mulai kelihatan, aku langsung meminta abang ojek untuk mempercepat jalannya. 

 "Ini ongkosnya, ya, Pak." Aku menyerahkan satu lembar uang biru dan langsung pergi.

 "Mbak, kembaliannya!" Anak ojek berteriak memanggil.

 "Ambil saja, Pak."

  Objek pertama yang menarik perhatianku adalah Susi, anak kedua dari Mbak Rima dan Mas Hans yang berusia tiga tahun lebih itu sedang bermain tanah di rumahnya.

 "Hai, Sayang. Kenal Mama?" Aku menciuminya bertubi-tubi. Ibu yang melahirkannya memang kurang ajar, tetapi anak ini tidak tahu apapun.

 Jam segini, Desi masih berada di sekolahnya, sementara Mbak Rima mungkin sedang bersantai di depan televisi. Aku sudah tahu kebiasaan buruknya itu.

 "Mama." Dengan tangan kotor, Susi memelukku erat.

 "Susi mau jajan, gak?"

 Dia mengangguk.

 Anak ini memang pintar bicara, persis ibunya. Semoga saja sifat buruknya tidak ikut menurun.

 Aku mengantar Susi ke warung jajanan yang ada di sebrang. "Bu, saya titip Susi, ya. Mau ada perlu sama ibunya." 

 Ibu warung menatapku sekilas. "Iya, Bu. Gapapa, anak saya juga sering main kok sama Susi." ucapnya ramah.

 "Ini uangnya ya, Bu. Tolong perhatikan juga agar dia tidak main ke jalanan." Aku menyerahkan selembar uang biru lagi.

 

 "Enggak usah, Bu. Susi jajannya gak banyak, kok. Paling juga dua ribu." jelasnya membuatku membulatkan mata.

 "Ada ada anak zaman sekarang jajan dua ribu?"

 "Ada, dan itu Susi." Si Ibu menjawab dengan lirih.

 Dasar, Mbak Rima memang ibu yang tidak punya perasaan.

 Setelah menitipkan Susi, aku langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa permisi sambil mencarinya ke meja televisi.

 Benar saja, dia sedang berbaring ke samping sambil memegangi toples yang berisi anggur. Tanpa aba-aba, aku langsung menjambak rambutnya dengan keras.

 "Ahhh ... " Dia memekik kesakitan, tapi aku tidak peduli. Salah sendiri sudah membuatku marah, jadi jangan salahkan aku kalau sekarang melampiaskan amarahku.

 "Kamu gil*, ya!" Mbak Rima berusaha untuk melepaskan tanganku yang terus menarik rambutnya, tetapi tidak berhasil. Jadi, dia berusaha untuk menjambak rambutku kembali. 

 Belum sempat dia menggapai rambutku, aku terlebih dahulu menendang kakinya. Mbak Rima bukan tipe orang yang suka olahraga. Jadi, tubuhnya sangat lemah.

 Ketimbang seksi, tubuhnya malah terlihat kurus. Baru ditendang biasa saja sudah langsung jatuh, bagaimana kalau aku menendangnya dengan sekuat tenaga?

 "Lepas!" Mbak Rima terus saja berteriak, tetapi tidak ada yang mendengar. Rumah di sini tidak berdekatan. Namanya juga pinggiran. Sekarang lebih banyak yang dibangun pabrik atau tempat usaha lainnya.

 "Hei gil*, sudah aku bilang lepaskan!"

 "Aku memang gil*, Mbak. Tapi kau sendiri yang memancingku. Rasakan ini!" Aku kembali menarik rambutnya dengan sekuat tenaga dan menampar pipinya beberapa kali.

 "Rasain!" Aku tertawa puas.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status