“Jangan menatapku seperti itu, aku baik-baik saja” Lavina kembali mengurungkan niat untuk memasukkan roti ke dalam mulutnya. Raveen tak henti-hentinya menatapnya. Katanya laki-laki itu khawatir. Tentu saja karena adegan ranjang mereka yang ternyata itu adalah hal pertamanya Lavina. Sedikit cemas karena setahu Raveen, pertama kali melakukannya membuat pihak perempuan terasa ngilu.
“Tidak terasa sakit?” kembali, Raveen menanyakan hal yang serupa. Benar-benar tidak percaya meskipun Lavina menjawab tidak. Bagaimana dia bisa percaya ketika melihat cara berjalan Lavina yang sepertinya tidak merasa nyaman.
“Sakit, tapi tidak seberlebihan itu” sahut Lavina setelah menghela nafas. “Kenapa?” imbuhnya.
“Tentu saja karena aku khawatir” jawaban Raveen ini terlalu—baiklah, Lavina ingin tersenyum selebar mungkin sekarang. Raveen terlihat lucu jika khawatir. Matanya yang sudah belo semakin membesar menatap Lavina
Raveen menghela nafas. Lima menit lalu, sebelum Lyra meninggalkan rumahnya, laki-laki itu hanya bisa terdiam menyaksikan gadis yang sudah dianggap sebagai adiknya sendiri meraung-raung dan mengajukan pertanyaan padanya. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh Louis dan Dante sehingga gadis itu mengetahui sesuatu yang seharusnya mereka tutupi?Dia sendiri tak bisa berbuat banyak ketika Lyra telah meyakini apa yang diketahui tentang apa yang dilakukan dua laki-laki yang menjadi keluarganya. Gadis itu datang ke sini hanya untuk mencari bukti yang lain. Raveen memang tidak mengiyakan tapi juga tidak menolak apa yang menjadi pernyataan dan pertanyaan Lyra. Gadis itu lebih cerdas dibandingkan dengan yang terlihat. Jika sudah waktunya terbongkar, pasti akan terbongkar juga bukan?Diam-diam Raveen merekam percakapan mereka dan baru saja ia mengirimkannya pada Dante. Entah rencana apa lagi yang ingin Dante lakukan, tapi sepertinya ini kegagalannya yang mengerikan. Meskipun begitu, s
Lavina tengah melamun di depan UGD sembari meremas jemarinya sendiri yang masih kotor dengan darah yang sudah sedikit mengering. Sorot matanya kosong meskipun masih ada genangan air di sana. Entah apa yang dia lamunkan, semua orang yang melihatnya akan tahu jika wanita ini mengalami shock yang luar biasa.Tubuhnya masih menggigil pelan. Air matanya tumpah saat dia mengedipkan mata. Tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang. Tidak ada pula yang menenangkannya. Tidak seperti seorang wanita di ujung sana yang tengah menangis di pelukan laki-laki yang mencintainya. Dia tergugu karena putranya tiba-tiba terluka.“Hik... aku tidak ingin kehilangan putraku” tuturnya cemas. Laki-laki yang memeluknya mengusap lembut punggungnya. Salah satu lengannya digulung ke atas setelah mendonorkan darah untuk seseorang yang menjadi putranya.“Hanya luka ringan, tidak akan terjadi apapun pada dia” sahutnya tenang.Hati Lavina makin kalu
Semua persiapan untuk pernikahan Raveen dan Lavina sedang dilakukan. Terlihat beberapa orang mulai sibuk ke sana ke mari di dalam mansion megah itu. Sementara itu, sang Putri Mahkota tengah termenung di balkon kamarnya.Rasanya aneh, tidak masuk akal atau... ajaib? Entahlah, ada rasa senang, gugup, tidak percaya, sedih, bimbang di hati. Lavina memang bersepakat untuk memulai semuanya dari awal. Akan tetapi, tetap saja hal ini membuatnya ragu. Apakah bisa semudah dan secepat ini? Bukannya Lavina meragukan perasaannya sendiri. Jelas dia terlalu mencintai Raveen. Sangat cinta. Namun pernikahan ini terlalu berjalan dengan mulus.“Apa yang sedang kau pikirkan, Sayang?” Lavina tidak menyadari kapan Raveen datang. Ia sedikit terperanjat ketika tangan lelaki itu melingkar di perutnya, memeluknya dari belakang.“Kau mengagetkanku, Raveen” protes Lavina. Yang diprotes terkekeh kemudian mengecup pundak wanitanya yang terekspos.“Masih a
Meskipun malam ini bukanlah ‘pertamanya’, Lavina tetap mempersiapkan diri dengan baik untuk melayani sang suami. Tadi dia sudah berendam. Tubuhnya sudah wangi dengan tambahan lotion dan parfum yang ia beli khusus. Beberapa lingeri juga sudah berjajar di atas ranjangnya. Beberapa kali ia mengetukkan jari telunjuknya di dagu, menimbang mana yang harus dia kenakan. Semuanya terlihat indah dan ... tentu saja sangat menggoda. Sudah pasti, apa pun yang Lavina kenakan, Raveen pasti menyukainya. Hanya saja, apa perlu Lavina mengenakan pakaian semacam ini? Maksudnya, jika ingin menantang, jangan setengah-setengah hanya dengan lingerie bukan? Masih berbalut handuk, Lavina berjalan menuju meja riasnya. Di sana sudah ia siapkan 3 buah kotak perhiasan pemberian Raveen. Hadiah untuknya katanya. Tak perlu ditanya berapa harga perhiasan yang sekarang telah menjadi miliknya. Perlukah malam ini Lavina mengenakan pemberian dari laki-laki itu? Ia kemba
Ternyata pernikahan Lavina tidak selesai begitu saja. Masih ada pesta yang diadakan. Kali ini pesta diadakan di dalam mansion Keluarga Landergee.Baru saja melangsungkan hari bahagianya, Lavina kembali dihadapkan dengan sesuatu yang menjengkelkan.“Perempuan itu sama sekal tidak pantas bersanding dengan Raveen Landergee. Memangnya dia pikir dia siapa?”Lavina menghela napas dan kembali menatap dirinya sendiri di depan cermin. Belum ada satu hari, dirinya sudah digosipkan oleh orang-orang yang tidak tahu diri, bahkan di pesta pernikahannya sendiri! Kini dirinya berada di dalam kamar. Bukan karena merasa minder, tapi dia tengah membangun kekuatannya sendiri.Raveen dan dia telah resmi menjadi sepasang suami istri. Apa yang mereka katakan tidaklah benar. Jika Lavina memang tidak pantas, Raveen tidak akan mungkin menikahinya.Sudah seperti ini, Lavina harus kembali menunjukkan pridenya. Siapa mereka berani merendahkan Lavi
Akhirnya Lavina mendapatkan kebahagiaannya. Dia memiliki Raveen dan semua harta kekayaannya. Jika dulu dia terkurung, menjadi gadis yang menyedihkan, tidak bisa melakukan apa pun bahkan membela dirinya sendiri, kini dia menjadi Wanita yang yang sangat Tangguh, independent dan tentunya tidak akan ada lagi yang bisa menyakitinya. Dia telah membangun kekuatannya sendiri. Apalagi sekarang dia menyandang status sebagai istri Raveen, bagian dari Keluarga Landergee, Lavina pasti lebih dilindungi. Meskipun sudah secara sah menjadi istri Raveen, Lavina menolak permintaan Raveen untuk mengganti marganya menjadi Landergee. Alasannya adalah karena dia ingin membersihkan nama Dawson. Meskipun Lavina membenci semua perlakua buruk dari keluarga besarnya, tetapi nama Dawson sudah menjadi identitas pertamanya. Nama itulah yang menjadi saksi bagaimana menyedihkan hidup Lavina sampai dia menjadi perempuan yang kuat. Perjalanan hidupya ada di dalam nama itu. Oleh karena itu, kenangan ba
Lavina tidak menyangka bahwa apa yang dia ungkapkan di meja makan tadi menjadi urusan yang berkepanjangan. Sejak tadi pagi, dia terlibat cekcok dengan Raveen karena keputusannya yang tidak menginginkan memiliki anak. Untuk pertama kalinya, Lavina melihat Raveen marah tanpa mau mendengarkan dari sisi Lavina. Raveen terlihat begitu terluka karena Lavina enggan mengandung anak dari Raveen. Merasa terhina.Semua alasan yang logis sudah Lavina utarakan dengan baik di dalam argumennya. Bukannya Lavina tidak mencintai Raveen. Lavina mencintai Raveen sampai gila. Tapi, keputusannya untuk tidak menumbuhkan benih Raveen di dalam rahimnya bukan berarti Lavina sudah tidak mencintai Raveen lagi. Justru dia melakukan ini demi kebaikan siapapun yang akan terlahir menjadi manusia dari hasil fertilisasi sel kelamin mereka.Dunia terlalu kejam. Lavina adalah wanita yang buruk begitu juga Raveen, dia adalah laki-laki yang buruk. Bukankah akan terlihat sangat menyedihkan jika mereka memil
Tidak ada jawaban dari Lavina. Raveen tahu itu menyakiti wanita itu. Tapi kalimat itu sudah terlanjur terucap. Raveen tidak bisa menariknya lagi. Sebenarnya bisa, entah itu dengan alasan dia sedang bercanda atau yang lain. Akan tetapi, Raveen tidak melakukannya. Merasa kalimat itu sebagai bentuk pelampiasan atas kemarahannya.“Kau serius dengan perkataanmu?” tanya Lavina.“Menurutmu?” Raveen balas bertanya. Jahat memang—well dia memang jahat. Pria yang jahat dan buruk seperti yang Lavina bilang. Pria yang katanya tidak pantas memiliki keturunan.“Kau seperti itu hanya karena aku tidak mau memiliki anak?” Lavina kembali bertanya.Raveen mengacak-acak rambutnya. Perdebatan mereka tidak akan menemukan titik temu. “Aku sudah bilang padamu, aku butuh keturunan. Kau tidak sudi menyimpan benihku. Lalu kau berharap apa? Aku tetap bersamamu tanpa anak?” Raveen tidak peduli lagi apakah yang dia katakan benar ata