Wesley dan dua anggota timnya berjalan memasuki rerimbunan semak belukar. Di kejauhan sana berdiri sebuah gedung megah dengan warna putih mencolok. Desain interiornya terlihat kuno seperti rumah peninggalan zaman penjajahan dulu. Halaman depannya pun tidak terurus.
Memang malang nian bagi Wesley yang harus berpisah dengan Valen dan Kyler. Mereka sangat beruntung karena ditempatkan di kelompok yang memiliki seorang siswi Beda dengan tim Wesley yang semuanya berbatang.
"Yakin di sini ada penghuninya?"
Bagas celingukan melihat sekitar rumah angker nan horor yang memicu bulu kuduk merinding.
"Pastilah. Lampunya saja hidup," jawab Aldo mengamati hiasan dekorasi Halloween yang didominasi kepala labu.
Bagas bergidik. "Cari rumah lain saja, yuk!"
"Lah, memang rumah ini kenapa?" Aldo beralih menatap siswa berkostum pocong yang memasang ekspresi ketakutan.
"... Seram."
"Alah, Pengecut. Hantu itu cuman mitos tahu."
Aldo yang kini tampil dengan stelan kostum Drakula terkekeh. Penampilan ini sangat cocok untuknya yang memiliki tubuh atletis. Berbeda dengan Wesley yang gemuk dan Aldo yang kurus.
"Sudah diam! Ada orang datang, tuh," lerai Wesley menunjuk pria paruh baya yang baru saja membuka pintu masuk.
"Selamat malam, Tuan. Selamat hari Halloween. Track Or Treat?" tanya Wesley menyapa ramah.
Seperti dalam peraturan yang dijelaskan Kyler, jika penghuni rumah memilih 'Track' berarti ia tidak memiliki kotak misteri. Namun, jika menjawab 'Treat' berarti kebalikannya.
"Treat," jawab Pria paruh baya itu terus menundukkan kepalanya.
"A--pa yang anda inginkan sebagai penukaran, Tuan?"
Bagas mencicit, nada suaranya terbata-bata. Sungguh, ia ingin segera pergi dari rumah yang mengeluarkan hawa tak mengenakan ini, terlebih penampilan si tuan rumah yang serba hitam terlihat menyeramkan.
"...."
"Tuan?" panggil Aldo ketika si pria paruh baya hanya diam.
"Tuan ... Maaf, apa yang anda inginkan? Kami harus segera memeriksa tempat lain."
Wesley pun mulai tak sabar. Ia ingin segera pulang ke rumah dan pergi makan. Murid dengan riasan ala setan genderuwo itu sangat kelaparan, ia sudah melewatkan jam makan malam.
"... Aku ingin kalian ikut tinggal bersamaku!"
Jawaban si pria paruh baya membuat ketiga murid SMA itu terbelalak, terlebih saat melihat robekan luka menganga di sekitar mulut si tuan rumah, mereka dibuat semakin merinding. Dan ....
"ARRRRGGGGGGGHHH ...."
... teriakan itu menjadi awal pembantaian dimulai.
***
Beberapa saat kemudian ....
Kyler menendang-nendang batu kerikil dengan wajah merenggut bosan. Niat hati ingin mengenal lebih jauh gadis pujaan hatinya, malah ia yang ditinggal sendirian. Aletta dan Erna sibuk bergosip ria.
"Oyy... Hantu kurang update! Buruan jalannya atau kita tinggal, nih?"
Mendengar teriakan tak sopan dari suara cempreng Erna membuat perasaan Kyler semakin dongkol. Namun, ia tetap menyahut. Tidak ingin menambah kesal seorang gadis yang sepertinya tengah datang bulan.
"Apa?" tanya Kyler pada Erna, tetapi tatapan mata tertuju pada siswi lain di samping kanannya.
"Dari tadi kita muter-muter mencari rumah yang ada kotak misterinya, tapi tidak ketemu juga. Sebenarnya di mana tempatnya?" keluh Erna panjang kali lebar.
Kyler mengedikan bahu tak acuh. "Mana kutahu. Yang menaruhnya bukan aku."
"Apa kamu bilang?" raung Erna melotot tajam.
"Budek!"
"Hoy!"
Erna yang bersiap menerjang, tetapi dihentikan oleh Aletta yang segera menarik pergelangan tangannya menjauh.
"Sudah, jangan bertengkar!"
Aletta menengahi, kemudian menunjuk sebuah bangunan berlantai dua tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Mungkin salah satu kotak misterinya ada di rumah itu. Ayo, kita ke sana!"
Kedua manusia berbeda gender yang sebelumnya saling melempar deathglare menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Aletta. Mereka bertiga pun sepakat untuk pergi mengecek ke bangunan kuno itu.
Sesampainya di sana, alis mata Kyler menukik tajam, menatap gedung berlantai dua yang terlihat kumuh dan dan tak terurus. Bahkan Kyler ragu, apa ada manusia yang menempati bangunan terbelangkai yang mirip rumah hantu ini?
Kyler menompang dagu, berpikir serius. Mungkinkah anak buahnya meletakan kotak misteri sampai sini?
Ketua OSIS yang sibuk dengan pikirannya sendiri, tidak menyadari sejak tadi ditatap oleh dua anggota timnya..
"Jadi ...." Erna memecah keheningan yang terjadi. "Kotak hadiahnya ada di sini?"
"Mungkin ... pastikan saja sendiri," jawab Kyler ketus. Meski demikian matanya tak lepas dari pantung kayu seukuran manusia yang menyerupai hantu genderuwo. Entah kenapa, Kyler merasa familiar melihatnya.
"Hoi, Jack O'Lantern KW yang serius jawabnya," sentak Erna menyentuh bahu Kyler. "Anak buahmu meletakan kotaknya di rumah ini atau tidak?"
Kyler menepis tangan Glasya. Manik terangnya menyorot tajam kelakukan tak senonoh gadis bergaun Les Dames Balances.
"... Aku tidak tahu, oke? Tidak perlu pakai acara sentuh-sentuh segala," kernyit Kyler jijik, mengusap-usap bekas pegangan tangan Erna.
"Cih, dasar sensian," ejek Erna lalu memaling wajah menatap Aletta yang sedari tadi hanya diam memperhatikan sekitar bangunan rumah kuno.
"Aletta ada apa?!"
Yang dipanggil terperanjat akan tepukan di bahunya, bergegas ia menoleh ke arah si pelaku. "Tidak apa-apa, Erna. Hanya merasa aneh saja dengan pemilik rumah ini."
"Memangnya kenapa?" Bukan Erna yang bertanya, melainkan Kyler yang asal menyerobot masuk pembicaraan.
"Tidak. Dia sangat totalitas dalam merayakan Halloween tahun ini," jawab Aletta tersenyum kecil, tak menyadari jika tindakan kecilnya membuat orang lain tersipu.
Aletta kembali mengungkapkan kekagumannya sambil mengusap wajah salah satu boneka. "Bahkan ini terlihat hidup?!"
"Dih, menakutkan sekali kalau benar terbuat dari makhluk hidup," ringis Erna merinding disko, mengusap tangannya yang terasa dingin. Tentu saja, ia kan memakai gaun mini yang hanya menutup separuh tubuhnya.
"Hahaha, becanda, ya?" tawa Kyler tersenyum meledek. "Mana mungkin beda mati menjadi benda hidup."
Erna berdecak, melotot angker. Memang ya dirinya tidak bisa cocck dengan manusia modelan Ketua OSIS yang sok hebat sakti mandraguna ini. Akan tetapi, saat hendak membalas ejekan itu tiba-tiba ....
"Sedang apa kalian di sini?"
Deg!... suara berat pria mengagetkan mereka.
***
Ketiganya sontak menoleh ke asal suara hanya untuk mendapti tiga teman mereka yang tergabung dalam kelompok lain berjalan mendekat.
"Cih, Ben untuk apa kamu datang kemari?"
Kyler menatap tak suka Wakil Ketua OSIS-nya. Jika ada makhluk satu ini, emosinya akan mudah terpancing. Dan itu bukan sesuatu yang bagus, terlebih di depan Aletta. Kyler tidak mau citranya semakin jelek di benak pujaan hatinya.
"Memangnya kenapa? Apa hakmu melarangku?"
Ben membalas tak kalah sengit. Di sampingnya terlihat Valen yang tengah gelisah. Sesekali Si Pirang itu celingukan melihat sekitar.
"Apa yang kamu cari, Val?" Kyler berjalan mendekati sahabat pirangnya, memilih untuk mengabaikan pelototan Ben yang merasa tidak dihargai.
"Shuuut, Lucian ... Jangan berisik!" desis Valen menempatkan jari telunjuknya di bibir Ketua OSIS yang hanya bisa mengernyit kebingungan.
Percayalah jika bukan Valen maka tidak akan ada yang berani melakukan tindakan tak sopan itu pada calon pewaris MAGA GROUP. Namun, terkhusus untuk Valen itu dimaklumi. Toh, memang sudah karakteristik sifat Valen yang periang, jujur tanpa neko-neko
"Memang kenapa?" tanya Kyler mengabaikan anggota kelompok lain yang hanya bisa menjadi penonton.
"... Di depan rumah hantu yang asli, kita harus sopan," bisik Valen lalu menjaga jarak, kembali melihat pajangan boneka-boneka di sepanjang halaman teras.
"...."
Kyler menatap datar. Rugi sudah ia merasa sedikit penasaran tadi. Memang Valen dan sikap anehnya yang tak berubah sama sekali. Sungguh, penuh kejutan.
"Apa?" tanya Valen tanpa nada. "Aku hanya mengikuti instruksi yang ada Novel."
Kyler menghela napas. "Itu fiksi, Val. Kenapa kamu menyangkutkannya dengan dunia nyata? Tidak akan sinkronlah."
"Oh iyakah?" Valen memiringkan kepala innocent. Memang benar-benar bocah bebal.
"Sudah ... sudah." Ben menengahi, lalu menarik tubuh Valen agar kembali berdiri di sebelahnya dan Karin.
"Apa kalian sudah mendapatkan kotak misterinya?" tanya Ben entah pada siapa. Namun, tatapan mata hanya terpaku pada Aletta.
Menyadari hal itu, Kyler berdecih dan membuang muka. Kedua tangannya disilangkan di depan dada. Benar-benar menyebalkan ....
Lebih menyebalkan lagi saat Kyler mengetahui bahwa Aletta diam-diam terus melirik ke arah Valen. Jika dalam sinetron, entah drama cinta segi berapa yang mereka alami. Kyler tidak ingin memikirkannya.
"Tidak. Kami belum mendapatkan satupun," jawab Erna sambil melayangkan tatapan penghujaman pada Kyler.
"Oh ya? tanya Ben tertarik. "Aku kira jika ada Kyler di kelompok kalian, kalian akan mudah menemukan kotak misterinya."
Merasa tersindir Kyler mencengkram kostum Vampire yang dikenakan Wakil OSISnya.
"Maksudmu apa bicara seperti itu?" desis Kyler murka.
"Tidak ada maksud," balas Ben berusaha menarik tangan Kyler dari kerahnya.
"Tarik ucapanmu kembali!" perintah Kyler mulai keluar sifat bossy-nya.
"Tidak!"
"Tarik kubilang!"
"Uhuk ... ti--dak."
"Lucian! Astaga ... kamu mencekik Ben," tegur Valen mendorong tubuh keduanya menjauh sampai cengkeraman maut itu terlepas.
Ben terbatuk-batuk hebat, sedangkan Kyler berdecih membuang muka membuat Valen hanya bisa mengembuskan napas kasar. Sementara ketiga siswi lain bingung harus bereaksi seperti apa. Kejadian tadi seperti terjadi secepat kilat.
Valen pun melanjutkan omelannya. "Kalian ini kenapa, sih? Apa karena ini malam Jumat Kliwon makanya kumat jadi setannya?!"
"...."
"Ayolah, jangan terus bermusuhan seperti ini," pinta Valen sendu. "Kita saling mengenal bukan setahun dua tahun lagi, tapi sudah dari kecil."
"Btw, saat SMP kita berpisah," celetuk Kyler yang langsung mendapat semburan dari Valen dan pandangan kematian dari Ben.
"Oy, jangan diingatkan lagi, dong," rengek Valen cemberut. "Kokoro-kan tidak sanggup."
"Lebay ...." Kyler dan Ben berkata hampir bersamaan. Ketiga sahabat kecil itu saling pandang kemudian tertawa bahagia. Memang pada dasarnya mereka sangat dekat.
Keakraban itu lalu terpecah oleh pertanyaan dari Aletta. "Kelompok kalian sendiri? Apa sudah dapat?".
Ben terdiam. Namun, ekor matanya melirik kotak hadiah di tangan Valen. Seolah memberi isyarat agar pemuda berkostum Angel itulah yang menjawab pertanyaan Aletta.
Meskipun yang menemukan kotak Misteri itu adalah Ben, sebab Valen tak bisa diandalkan. Ia terus berteriak gaje saat menelusuri rumah penduduk yang dihias dengan aksesoris berbau horor.
Bahkan video untuk channel Mytube-nya saja terpaksa Ben yang menjadi Vlogger dadakan, sebab Valen tidak sanggup memegang kamera dengan benar.
"Kelompok kami baru dapat satu, nih,"
Valen mengangkat kotak Misteri yang ada di tangannya ke hadapan Erna dan Aletta yang menatapnya dengan sorot mata berbinar-binar.
"Ini isinya kira-kira apa, ya?" gumam Erna menjulurkan tangan untuk membukanya. Namun, ditepis kasar oleh Kyler.
"Patuhi peraturan. Jangan dibuka dulu."
"Apa, sih? Pelit banget," rajuk Erna mengusap belas tamparan maha dahsyat Ketua OSIS. Benar-benar perih dan panas.
"Lagi pula kenapa harus ada aturan itu segala? Memang isinya apa?".
"Rahasia."
Kyler bersenandung, tatapan matanyatertuju pada Valen yang kini tertawa-tawa senang. Keceriaan dan sikap optimisnya itu menular hingga Ketua OSIS pun tersenyum tulus.
Untuk konten kreator seperti Valen tentu sokongan benda-benda elektronik yang canggih sangat dibutuhkan. Sayangnya, Valen tipe manusia yang keras kepala. Ia selalu menolak bantuan dari Kyler maupun Ben jika menyangkut uang. Setidaknya dengan acara ini, Valen tidak akan bisa menolak hadiahnya.
Berbicara tentang itu ....
"Oh ya, Val ...."
"Ya?" sahut Valen menoleh menatap Kyler yang memanggil namanya."Di mana kameramu?" tanya Kyler melirik sana-sini. "Apa pembuatan videonya sudah selesai?"
"...."
"Kenapa diam? Aku bertanya padamu," desak Kyler, sedangkan Valen hanya bisa cengengesan mengusap tengkuknya canggung.
"Aku tidak sengaja melemparnya saat ketakutan tadi. Jadi kameranya mati, deh," jawab Valen terkekeh.
"...."
Semua orang menatap datar, terlebih untuk Ben yang merasa kerja kerasnya sia-sia.
"Hehehe ...." Valen terkekeh semakin canggung. "Tenang saja masih ada handphoneku, kok. Aku bisa merekam siaran live nanti. Toh, lensanya juga jernih."
Kyler menggeleng. "Dasar ada-ada saja. Lain kali hati-hati, Val."
"Iya ... Iya, maaf. Jangan nasehati terus, dong. Aku-kan seusia kalian," rajuk Valen cemberut.
"Iya, tapi kelakuanmu mirip bocah," sahut Ben menyela.
"Hoy!"
"Hahaha ...." Mereka semua tertawa. Dan ....
"Khem! Sudah puas tertawanya, Nak?"
Hah? Mereka tersentak.
***
Seorang pria paruh baya dengan stelan pakaian serba hitam berdiri di ambang pintu. Ekspresi wajahnya tak terbaca karena terhalang oleh poni rambut. Namun, keberadaannya saja sudah mengantarkan hawa yang tidak enak.
"Maaf, Tuan. Kami hanya ingin bertanya di sini ada kotak Misteri tidak, ya?"
Erna menunduk meminta maaf karena telah menganggu kedamaian penghuni rumah. Ternyata bangunan yang diduga sebagai sarang Iblis ternyata memiliki penghuni.
"...."
Pria paruh baya itu tidak menjawab, bahkan tidak mengangkat wajah sedikitpun.
"Tuan?" panggil Erna lagi, tetapi tetap diabaikan.
Menyadari sesuatu, Valen menegur halus. "Sapaan Erna salah, seharusnya itu ... Track or Treat? Iyakan, Lucian?"
"Hm ...."
Dengan pelan Erna menyikut pemuda di samping Wakil Ketua OSIS dan berbisik lirih. "Tidak sopankan kalau bertanya seperti pada orang yang lebih tua?"
Valen termenung. "Benar juga, sih apa yang Erna bilang, tapi kan ... kita sedang dalam permainan. Melanggar aturan juga tidak baikkan?"
"...." Erna tidak bisa membalas. Valen benar-benar cerewet.
"Jadi kalian ingin mengambil kotak misterinya?" tanya pria paruh baya memecahkan keheningan.
Ben mengangguk, mewakili dua anggota kelompok yang lain. "Benar, Tuan! Apa anda akan memberikannya pada kami?"
Pria paruh baya itu tersenyum lebar. "Tentu saja, masuklah! Aku akan menyiapkan hadiah yang lebih spesial dari kotak misteri itu."
Dan begitu saja mereka terperdaya bujuk rayuan Iblis.
Sekarang ....
Jalan keluar telah tertutup. Selamat datang di Neraka.
Bersambung.
"Kyler ... Kyler!" Kyler mengerjapkan kedua bola matanya. Cahaya terang yang tiba-tiba masuk rentinanya, membuat Kyler hanya mampu membuka tutup matanya, membiasakan diri dari sinar terang entah dari mana.Suara-suara bising orang-orang memanggil namanya, samar-samar mulai tertangkap indera pendengaran Kyler. Sebelah pipinya tampak memanas, perih seolah sudah ditampar beberapa kali."Kyler ... bangun, ooy. Mau tidur sampai kapan? Bukankah kamu ada rapat Osis. Ayolah bangun."Itu Suara Valen, pikir Kyler yang belum bisa membuka matanya. Syukurlah jika pemuda urakan itu sudah ditemukan. Akan tetapi, itu tidak lebih baik ketika Valen mengetahui kebenaran tentang Erna. Sungguh, dapat Kyler duga jika Valen akan sangat terpukul jika mengetahu Erna yang merupakan gadis gebetannya itu telah mati tertusuk Ben, sahabat mereka sendiri. Tidak mau larut dalam pikitan tak berujung, Kyler pun mengerahkan seluruh tenaganya untuk membuka kedua mata dengan sempurna agar dapat melihat dengan jelas.
Seorang pria paruh baya dengan hodie hitam yang menutup hampir sebagian besar wajahnya, berdiri dengan santai menatap tiga remaja yang bepenampilan berantakan dengan darah mengotori baju mereka. Jack tertawa pelan melihat raut terkejut di wajah ketiga manusia unyu di depannya, terutama ketika melihat wajah Kyler yang biasanya angkuh dan sombong, kini wajah itu kusut, tak ubahnya kaset rusak. "Kamu ... Pak tua, Sialan. Ke mana saja kamu selama ini? Jangan-jangan kamulah dalang dibalik pembunuh berantai ini?" tanya Kyler membuka suara, memecah keheningan di antara mereka dengan suaranya yang tak sopan, masih terkesan angkuh dan sombong. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kamu cari? " tanya Kyler lagi tidak puas dengan keterdiaman si Tuan Rumah. Nada suaranya kini merendah, tidak sekeras tadi."Kenapa anda mengurung kami di sini?" tanya Ben ikut bertanya. Meski perkataannya sopan. Namun, nada pemuda berjubah hitam itu sama menakutkannya dengan Kyler, Sang Ketua Osis yang memiliki
Napas berderu saling bersahutan dengan degup jantung yang kian berdetak kencang. Keringat mulai membasahi, meluncur turun hingga dagunya. Rambut hitam panjang tergerai Indira kini mulai basah oleh keringat. Indira sesekali tampak mengangkat gaun putih panjangnya tinggi-tinggi.Gadis berkostum Kuntilanak itu tidak berani menengok belakang. Deru langkah kaki yang bersahutan sudah cukup sebagai tanda bahwa sosok bitam itu masih mengejarnya. Aletta mulai melambatkan laju larinya. Kaki jenjang putih Aletta mulai terasa pegal. Napasnya pun mulai tidak stabil. Namun, Aletta takut untuk berhenti bahkan hanya untuk menarik napas sejenak saja. Hal itu dikarenakan nyawanya kini bisa melayang kapan saja jika ia berhenti berlari. "Jangan lari, Aletta!"Kembali suara itu bergaung nyaring, semakin membuat nyali Aletta menciut. Suara serak khas pria dewasa yang menyuruhnya untuk berhenti berlari. Bahkan sesekali terdengar tawa mengerikan dari mulut sosok yang mengejarnya.Di kejauhan sana Aletta pu
Gaun putih panjangnya terseok-seok di lantai. Sesekali kain menjuntai itu menghambat langkah kakinya, sesekali ia tersandung meja dan kursi. Meski begitu, tak menyurutkan niat Aletta untuk terus berlari mencari seorang pemuda yang tadi meninggalkannya sendiri. Seorang pemuda yang kabur karena melihat mayat Karin di dalam kamar dengan bukti tulisan nama Kyler di cermin yang retak. Seolah-olah menegaskan, bahwa Kylerlah yang telah membunuh sosok Karin dan meninggalkan mayatnya di kamar seorang diri. Namun, Aletta yang telah selesai membaca buku di kamar itu, telah mengetahui apa yang menimpa mereka semua. Sejak awal mereka memang sudah terjebak dalam permainan Iblis yang mencoba mengambil jiwa mereka. Sendari awal memasuki rumah ini tidak jauh sebelum itu, sejak kegadungan di ruang Osis mengenai perbedaan pendapat antara Kyler dan Ben, semuanya sejak tersusun dengan rapi saat mereka menyetujui rencana Ketua Osis untuk mengadakan acara Halloween.Permainan Track Or Treat dengan hadiah
Jack meronta, berusaha melepaskan rantai besi yang ada di lehernya, tubuh kurus keringnya pun terseok-seok, terseret oleh dua bawahan Lucifer yang menyeretnya kasar menuju tempat Leviathan berada. Jangan lupakan keringat yang membasahi wajahnya. Lucifer berjalan di depan. Sungguh, sebenarnya ia sangat malas mengunjungi kerajaan dingin Envy. Namun, mau bagaimana lagi, jiwa manusia yang dikirimkan Gabriel padanya membuat Lucifer mau tidak mau harus membereskan semuanya dengan kedua tangannya sendiri. Sambil berdecak kesal, Lucifer kembali meneruskan perjalanan menuju kerajaan Leviathan sambil memikirkan kejadian sebelumnya. Jujur saja, melihat sosok bercahaya Gabriel tadi membuat Lucifer mengingat saat ia berada di kelompok para Angelus ribuan tahun lalu. Namun, sifat sombongnya yang membangkang keputusan Sang Pemilik Alam Semesta, membuat ia diusir ke Neraka. Bukan Lucifer menyesali kejadian itu, sungguh tidak ada sedikitipun rasa penyesalan didirinya. Toh, ia sekarang juga sudah
Flashback beberapa puluh tahun sebelumnya ..."Hahaha, aku untung banyak!" Jack berlari sambil memainkan kantong kain berisi kepingan emas di tangannya. Hari ini, pemuda berpakaian hitam lusuh itu berhasil menipu para bangsawan dalam permainannya di Kasino. Dia tertawa sumringah dengan keberuntungannya yang memiliki otak cerdas, hingga berhasil mengelabui banyak orang. "Jack ... apa yang kau lakukan di sini?"Pemuda yang dipanggil namanya itu, menoleh untuk mendapati seorang gadis bergaun coklat lusuh tampak tergopoh berlari mendekat. Jack memasukkan kantong berisi kepingan koin ke dalam bajunya ketika sang kakak telah berdiri di depannya, sibuk mengatur napas yang tersengal-sengal. "Kak Violeta, ada apa?" tanya Jack pada satu-satunya saudara yang ia miliki. Gadis berambut panjang sepunggung yang terikat rapi. Kulit putih bersih bak porselen dengan mata jernih kecoklatan. Wajahnya manis khas perempuan jaman kerajaan."Kemana saja kau?" hardik Violeta bertanya berang. "Kau tau, Tu