"Rafsya saya pulang,"
Kalimat itu sontak membuatku menarik senyum lebar. Bagaimana pergi ke rumah sakit disebut pulang? Sepertinya dia terlalu banyak tertular diriku. "Baru dari kampus Mas?,"tanya Arkan yang sedari tadi menemani ku bersama Amayra. "Nggak juga. Pulang mandi dulu Kan. Masa mau ketemu sama cewek cantik bau asem,"ucap Fatih membuatku terkekeh pelan.
"Cewek cantik yang mana Le?,"tanya Mahardika membuat Fatih menoleh melihat Mahardika sudah berdiri dengan penuh pertanyaan. "Yang itu Pak. Saya hanya punya cewek cantik. Eh empat Pak. Ibu, Bunda, Amayra dan yang paling cantik Rafsya,"ucap Fatih. "Ehm manisnya kelewatan gombalnya Mas,"ucap Arkan membuatku terkekeh pelan.
"Kamu sudah makan belum Le?,"tanya Mahardika. "Saya makan bareng sama Dek Rafsya aja,"ucap Fatih membuatku menggeleng heran. "Kan, Nduk Ay ayo pindah kamar. Orang kasmaran susah kalau dipisahkan,"ucap Mahardika berlalu pergi menyisakan ku dengan Fatih. "Sudah check up belum sama dok
Rafsya POVSuasana saat pemeriksaan pagi hari yang biasanya diisi dengan ketenangan menjadi penuh tawa. "Wah lagi pemeriksaan ya. Mbak Aini, ini kah orangnya?,"tanya Asmita membuatku ingin tenggelam ke Palung Mariana saja. Sementara sosok yang dimaksud hanya tersenyum lebar. "Dokter dulu temannya Amayra?,"tanya Aini memulai interogasi."Saya dulu hanya kenal Amayra adek tingkat saya,"ucap Kenan. "Adek tingkat atau apa tuh? Masa kakak tingkat sama adek tingkat bahas organisasi atau kuliah di bioskop,"ucap Fatih kian membuat wajah Kenan memerah. "Hanya teman saja Pak,"ucap Kenan mengganti status membuatku terkekeh pelan."Teman tapi mesra kah Dok?,"tanya Asmita sungguh membuat pria di depan ku kehabisan kata-kata. "Saya dulu rekannya Amayra saja Pak Bu. Tapi setelah itu kami lost contact karena saya harus menyelesaikan studi di luar negeri dan baru bertemu lagi karena tidak sengaja menangani kakak iparnya,"ucap Kenan akhirnya mengaku.
"Rafsya sudah sembuh yee,"ucapku bersorak bangga sembari berlalu mendekati jendela karena keringat mulai mengucur deras. Aku akan mengejutkan Fatih saat dia pulang dari menemani Amayra nanti. Menunggu dirinya tiba, kembali berpaku di depan meja rias sembari melepas penutup kepala. Bekas operasi yang tercetak jelas membuatku terlihat mirip Voldemort.Sisir yang biasanya ku gunakan untuk membuat berbagai jenis bentuk rambutku kini tidak lagi berguna. Tidak lagi merasa sedih, ku sampingkan rasa pilu yang menggerogoti benak sembari mengusapkan potongan lidah buaya ke seluruh bagian kepala ku. "Rafsya Dek saya pulang,"ucap Fatih terdengar memasuki rumah membuatku segera menutup kembali kepala.Dengan langkah pasti, bisa ku lihat wajah Fatih menarik senyum lebar tak ingin mendekat lebih jauh. Sengaja ingin melihat ku berjalan dengan lancar ke arahnya. "Kak ngap ya ya kembali ngontrak di bumi,"ucap Amayra menepi membiarkan ku melangkah lebih cepat hingga terhent
Fatih POV Mataku memandang manis gadis yang bersandar tenang. Kalau saja Asmita tidak memintanya diam mungkin sekarang entah kemana dia akan beranjak. Hijab pasmina yang melingkari kepalanya tidak lagi meluncur seperti saat memakai jilbab segitiga. Namun tetap saja, seharian duduk manis di kediaman Mahardika yang memang tengah ada acara kumpul keluarga.Seharian ini jiwa indie nya kadang membuat ku terhanyut. Entah berapa lagu yang terlantun sementara melihat semua orang berlalu lalang kesana kemari. H2SO4 dan kenangan itu bagaimana bisa lupa. Awal jumpa dengan gadis ini. Karena selama ini aku hanya tau dari dosen lain tentang nya. Entah bagaimana bisa diriku yang masuk mimpi gadis belia itu.Hingga membuat dirinya jatuh hati lebih dulu padaku. Padahal dia saja tidak tau wajahku yang mana. Menurutku mimpi itu datang dari Allah sebagai jawaban. Karena saat ini memang diriku yang berdiri di sebelah
Rafsya POV Nafasku masih naik turun setelah beberapa menit lalu bertaruh nyawa. Lihatlah lelaki di sampingku tak hentinya mencium kening ku penuh sayang. 2 jam sebelumnya dia tak henti memberi semangat dan terus setia menggenggam erat tangan ku. Lantunan rasa syukur dua buah hati terlahir normal ke dunia. Nyaris seperti operasi tumor otak beberapa bukan yang lalu. Diriku nyaris melahirkan seorang diri karena perutku tiba-tiba mulas sementara Fatih tengah pergi karena sebuah kegiatan. Bukan Fatih yang salah, memang seharusnya lahirnya itu 10 hari lagi. Tapi beginilah warna warni takdir. "Mas kamu bahagia?,"tanyaku di angguki nya membuat setetes air mata jatuh di ujung mata. "Dek pasti sakit sekali kan?,"tanya Fatih ku gelengkan. "Saya dari semalam mikir. Usia kita beda jauh otomatis kamu akan lebih dulu merasakan tua. Membayangkan melewati masa tua sendiri. Hanya ditemani dengan anak-anak. Rasa sakitnya itu terbayar sud
Ku meminta rindu menyesali waktuMengapa dahulu tak ku ucapkan aku mencintaimu seribu kali sehariAlunan musik yang tak sengaja lewat di telinga membuat air mata menitik dari matanya. Terngiang bau tanah pemakaman semakin menambah duka kesedihan yang telah bermuara. Gerimis yang turun turut mewarnai rasa kehilangan yang teramat dalam."Mengapa waktu punya banyak misteri? Kenapa tidak membiarkannya diam daripada menghancurkan detik demi detik yang berlalu,"ucapku begitu pundak ku digenggam pelan. Pilihan ku kali ini ngga salah hanya saja takdir justru jauh lebih menyiksa daripada takdir yang lalu."Rafsya. Kita pulang ya,"ucap laki-laki itu dengan sabar memeluk tubuhnya yang sudah basah kuyup karena hujan. Akan jauh lebih baik tidak mengenal siapapun daripada tersiksa dalam kenangan saat orang yang bersangkutan telah pergi.
Pranggg "ALLAHUAKBAR,"ucap seorang gadis yang tengah berurai air mata menahan pedih dan sakitnya di saat setengah tubuh bagian atasnya terguyur larutan pekat asam sulfat."Rafsya. Ehh ayo bawa turun cepat weh,"ucap Hilda panik sendiri. "Panas Hil,"ucap Rafsya menutup erat matanya berusaha mencari pegangan. "Panggil Pak Lewis ehh,"ucap yang lain terdengar bersahutan makin menambah panik ku.Terasa tubuhku melayang di udara sesaat hingga guyuran dingin membasahi kulit ku mencoba meredakan rasa panas dan pedih yang menjalar. Ku erat genggaman pada lengan yang tadi mengangkat ku ke bawah guyuran dingin air."Siapkan mobil segera,"ucap Pak Lewis terdengar begitu keras. "Pak jas lab nya lepas aja daripada semakin memperparah,"ucap Lewis mulai mengambang di udara. "Permisi ya Dek,"ucap suara asing tapi terasa familiar.Jas lab yang setengah ku pak
"Kau nih kayaknya di suruh buang cairan kimia sisa Sya. Siapa suruh besok aja mikir nya,"ucap Airin mencibir ku. "Hust diam aja bisa ngga. Aku malah mikirnya di suruh bersihkan lab. Karena kalian berdua kan baik hati dan tidak sombong, jadi ngga pikir dua kali,"ucapku tersenyum lebar. "Ckckck. Dah lah ayo pulang Rin,"ucap Hilda. "Asem mau kemana lagi kalian ini he,"ucapku kesal. "Canda wak. Kita mau cari makan dulu, lapar kali habis praktikum. Nanti ku bungkuskan buat mu,"ucap Airin melambaikan tangan nya di udara. Menyisakan ku yang kayak orang gembel di depan lab. "Remember love you. I love you,"ucapku mengetuk kotak lab sembari memikirkan betapa gabutnya diri ku. "Rafsya Anitya,"panggil Fatih membuat ku segera bangkit. "Iya Pak,"ucapku berdiri tegap. "Ayo ikut saya,"ucap Fatih ku angguki. "Sudah shareloc Pak?,"tanya Lewis yang bertemu di pintu masuk. "Sudah saya kirim ke grup Pak,"ucap Fatih. "Oalah
Fatih POVKecelakaan kecil di lab membawa ku di dudukkan bersama gadis kecil mahasiswi ku. Liatlah dia tampak memang masih muda dari tingkahnya. Meskipun terlihat tertata mataku tak bisa beralih dari wajahnya yang imut."Ehem dimakan Le jangan liatin Rafsya terus,"tegur Asmita, mertuaku. Astaga dia juga bisa tersipu makin membuatku enggan mengalihkan pandangan. Ehh apaan sih Fat. Itu mahasiswi mu catat kalo lupa. "Mbak Rafsya liat nah Molly,"ucap sepupu nya menunjukkan kucing jenis Persia yang bergerak lucu membuat matanya berbinar."Molly. Eum tambah gemuk kamu,"ucap Rafsya menggendong Molly sembari mengusap lembut kepalanya. Kalo kucing aja digendong penuh sayang bagaimana dengan putra mu Fat. Ehh kenapa malah jadi ngelantur.Baru sejam yang lalu akad, otakku mulai ngga sehat. Efek nikah di usia yang seharusnya sudah berkeluarga. "Rafsya makan dulu Nak. Nanti aja Molly nya,"ucap Asmita. "Bent