Seperti biasa, pagi hari memang begitu indah. Cahaya sang baskara yang mulai menghidupkan asa belum sepenuhnya nampak di ufuk timur, sehingga langit masih terlihat kelabu. Udara sekitar terasa dingin menyentuh kulit. Burung-burung terdengar riang bernyanyi, kicauannya menemani aktifitas manusia di pagi itu.
Lalu lalang para manusia yang saban hari menjalani takdir sebagai peniup terompe-terompet kehidupan, mulai terlihat mengeliat. Beberapa pemilik lapak mulai membersihkan wilayahnya. Tapi, pintu toko-toko masih tertutup rapat. Penjaja makanan kaki lima mulai menata hidangannya. Beberapa penduduk lokal asik berolahraga joging, lari-lari kecil sesekali berjalan sepanjang pendestrian.Hmmm, begitulah kiranya gambaran pagi yang menyenangkan di Malioboro, ruas jalan dipusat Yogyakarta, yang bukan sembarang jalan biasa orang menganggapnya. Tapi, sebuah jalan paling fenomenal di tengah Kota Istimewa Yogyakarta.Ya, itulah Malioboro, yang pagi ini masih sepi peSatu jam berlalu, Dhilla mulai membuka pelan kelopak netranya yang indah. Pandangan mulai berpancar, meneliti setiap jengkal ruangan asing yang ada di sekelilingnya. Setiap sudut dan inci dari ruangan tersebut tidak ada satupun yang luput dari pengamatannya.Sebuah kamar dengan nuansa biru laut dan lampu yang terang. Dhilla tidak tahu ini kamar siapa? Terakhir, ia ingat saat berada di mobil ibu-ibu yang menolongnya tadi, dan juga semalam saat ia kabur dari Arseno.Saat Dhilla hendak bangun, pintu kamar tiba-tiba dibuka. Dan, menampakan seorang wanita cantik dengan daster panjang dan tidak lupa jilbab yang menutupi kepalanya. Wanita itu tersenyum melihat Dhilla yang sudah sadar, “Kamu udah sadar, nak?” Tanya wanita itu yang tidak lain adalah Salwa.Dhilla balas tersenyum, “Iya, terimakasih ibu sudah menolong saya.” Ucap Dhilla.Salwa mengambil kursi yang ada di pojok kamar, lalu meletakkan di sebelah ranjang dimana Dhilla berada. Ia t
Satu bulan sudah, Dhilla meninggalkan Kota Surabaya dan keluarganya. Saat ini Dhilla benar-benar pasrah, dan menerima segala cobaan yang menyapa hidupnya dengan lapang dada.Kehamilannya, saat ini memasuki bulan ke empat. Perutnya sudah terlihat jika memakai pakaian yang pas ditubuhnya. Tapi, jika memakai jaket atau baju longgar, masih bisa disamarkan.Dhilla, benar-benar dibuat kelimpungan menghadapi siklus kehamilan di trimester pertamanya yang mengganggu indra penciuman dan perasaannya. Namun, sebisa mungkin Dhilla meredam itu semua. Bagaimanapun, Dhilla hanya tinggal seorang diri, sehingga ia kadang harus mengesampingkan perasaannya.Soal ngidam, Dhilla tidak begitu memusingkan. Beruntungnya, Salwa dan Novia selalu perhatian. Jika pulang dari rumah sakit, mereka tidak jarang membelikan Dhilla makanan ataupun cemilan. Meskipun saat itu, Dhilla tidak menginginkan makanan itu, tapi Dhilla selalu suka dengan makanan atau cemilan yang dibelikan mereka.
Merapikan selimut, dan mengusap ringan punggung gadis yang tidur meringkuk di ranjangnya. Dhilla, harus segera pergi saat gadis yang tidak lain dan tidak bukan adalah Sabrina, yang belum terbangun dari tidurnya.Pukul setengah tiga dini hari, Sabrina tiba di indekosnya. Gadis itu, benar-benar nekat menyusulnya ke Jogja, malam itu juga.Menggunakan taksi online, Sabrina langsung menuju indekosnya, setelah tiba di bandara. Dan, Dhilla yang memang susah tidur, malam itu, karena menunggu Sabrina, langsung menyambut gadis itu di depan pintu, saat mendengar suara mobil berhenti di depan kaosnya.Dhilla bersyukur, saat dirinya merasa hina dan kotor karena perbuatan bodohnya, dan hamil di luar nikah, sahabatnya itu tidak meninggalkannya, atau pun menyuruhnya berbuat aneh-aneh, untuk menghilangkan janin nya. Justru Sabarinalah, yang merangkulnya, membantunya, dan mengajaknya, memeriksakan kandungan. Dan saat ini, sahabatnya itu, sampai menyusulnya ke Jogja hanya untuk me
Caramel memijit pelipisnya, dengan tangan yang bertumpu pada meja. Kedua matanya memincing erat, mengabaikan keberadaan Dhilla yang sejak lima belas menit lalu, sudah duduk di hadapannya.“Maafkan saya, Bu. Saya memang salah, karena menyembunyikan hal ini pada Ibu Caramel. Tapi, saya benar-benar membutuhkan pekerjaan ini, Bu. Tolong, jangan pecat saya, Bu.” Pinta Dhilla dengan mata berkaca-kaca. Dengan cekat, ia meraih tangan Caramel yang ada di atas meja, dan menggenggamnya erat, “Tolong, Bu! Saya, tidak tahu harus mencari kerja dimana dengan keadaan saya yang seperti ini, ditambah saya baru saja lulus SMA.” Perlahan, cairan bening meniti dari netra indah itu. Pertahanannya yang ia bangun sejak tadi, telah runtuh. Saat berbincang dan menceritakan kepada Bagus dan Fitri saja, ia bisa menahannya. Namun kini, ia sudah tidak bisa menahan sesak di dadanya.Caramel, tidak langsung merespon, membuat Dhilla semakin gugup, “Beri sa
Tiga bulan, waktu berlalu begitu saja. Artinya, saat ini kandungan Dhilla sudah menginjak usia tujuh bulan. Dhilla masih bekerja di toko bunga Semerbak, bersyukur lama-lama, teman-teman kerjanya mulai memaklumi Dhilla yang halim di luar nikah, meskipun ada satu atau dua karyawan yang masih sering ketus dan sinis, namun Dhilla tidak masalah.Perut buncit perempuan belia itu, sudah tidak bisa disembunyikan lagi. terlebih hamil bayi kembar, perutnya akan lebih besar, daripada saat hamil biasa. Untuk keseharian bekerja, Dhilla lebih sering memakai long dress dibalut cardigan rajut, sehingga tidak terlalu menonjolkan perut buncitnya.Dhilla juga sudah mendaftarkan diri, di sebuah universitas swasta di Jogja, dengan jurusan hukum. Sementara Sabrina, gadis itu mengambil jurusan kedokteran di universitas yang sama dengan Dhilla. Selain itu, Sabrina juga bekerja part time di klinik teman kakaknya sebagai admin.Saat ini, jam istirahat Dhilla tiba, bumil yang satu itu, Tenga du
Saat kamu terpuruk, sering kali kamu berpikir andai saja bisa memutar ulang waktu, maka kamu akan kembali ke saat-saat dimana kebahagiaan menanti. Namun, kamu sadar, semua tidak mungkin bisa terasa sama, karena apa yang telah berlalu, tidak bisa diulang. Apa yang telah hilang, tidak mungkin bisa dikembalikan kembali.Seperti saat ini, Abimanyu yang sedang duduk di kursi kebesarannya, merasa berkali-kali dadanya tercubit keras, setelah mendengar sebuah fakta yang membuat hatinya di selubungi awan panas, dan bisa kapan saja material yang ada didalamnya menyembur keluar.Rasa kecewa, adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari, karena saat menghindari rasa kecewa itu, sama saja kamu menghindari kehidupan. Kecewa adalah kondisi dimana kamu merasakan hal yang tidak mengenakan, menjengkelkan disertai ada rasa kemarahan karena apa yang diinginkan tidak sesuai realita yang terjadi.Pun, dengan yang dirasakan Abimanyu saat ini. Selain rasa penyesalan dan amarah, pria mena
Dhilla mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping kiri. Merasa tidak nyaman, ia kembali terlentang. Entah sudah keberapa kali perempuan hamil itu mengubah posisi tidur. Sesekali, ia mengigit bibir bagian bawah, saat merasakan nyeri menjalar dari pinggang bawah, hingga ke sekeujur tubuhnya. Sudah satu jam lamanya, nyeri itu mengusik tidurnya, padahal malam sudah menunjukkan dini hari, dan besok ia masih harus bekerja.Meskipun, bulan ini adalah perkiraan dirinya akan melahirkan, namun Dhilla tetap masih bekerja. Perkiraan lahir Dhilla, masih dua minggu lagi, jadi ia berencana mengambil cuti satu minggu sebelum tanggal perkiraan lahiran. Sementara, kuliah Dhilla masih akan dimulai tiga bulan lagi, jadi masih ada waktu untuk memulihkan tubuhnya setelah melahirkan.“Akhhhh!!” Ringisan kecil lolos dari mulutnya, ketika nyeri itu semakin menjadi-jadi. Pun, perutnya terasa kencang, Dhilla berusaha mendekap perutnya yang sudah membuncit itu, berusaha mel
“Ibu?”Mata Dhilla terbelalak saat mengetahui wanita setengah baya yang seharusnya saat ini masih berada di rumah sakit di Surakarta, karena memang sekarang jadwal praktiknya. Namun, saat in wanita itu justru ada di sampingnya, dan menggenggam tangannya erat, “Kok, ibu bisa tau saya di sini?” Tanya Dhilla, padahal kemarin dokter yang masih cantik diusianya itu, bilang ada jadwal operasi.“Dokter Kemal yang kasih tau,” Jawab dokter cntik spesialis BTKV, yang tidak lain dan tidak bukan adalah dokter Salwa, “Tadi pagi, setelah menyelesaikan operasi, dokter Kemal memberi tau ibu, dan ibu langsung kembali ke Jogja, dan mengambil cuti. Kenapa kamu nggak kasih tau ibu, sih? Kamu ke rumah sakit sendirian?”“Kan Ibu lagi tugas, saya juga nggak mau ngerepotin ibu, karena ibu sudah banyak bantu saya selama di Jogja. Saya, ke sini naik taksi kim, Bu.” Kelakarnya, melepaskan gurat-gurat khawatir yang tampak di