âLantas kamu berpikir kamu berani seperti itu kepada saya lalu saya akan dengan bangga membiarkan itu terjadi? Kamu adalah mimpi buruk.â Baru saja mereka tidak bertengkar, tapi kini justru atmosfer yang melingkupi mereka tidak pernah padam. âSaya tidak akan mengawali pertengkaran kalau tidak ada yang memulai.â Mereka bahkan belum sempat duduk saat pertengkaran itu terjadi. âIni bukan tentang menang atau kalah, Bu. Tapi ini karena harga diri.ââBenar, tentu saja ini karena harga diri lantas kamu menyeret putra saya masuk ke dalam masalahmu. Kamu menyelamatkan harga dirimu dan keluargamu, tapi dengan cara menggadaikan harga diri itu sendiri. Kamu menarik kekasih orang lain kemudian menjadikan dia milikmu tak peduli apa. Aku bersyukur karena aku tidak memiliki anak seperti dirimu.â Ada dari ucapan itu yang menampar wajah Violet dengan keras. Apa yang dikatakan oleh ibu Vier memang benar. Demi harga dirinya dan keluarganya dia mampu melakukan sampai sejauh ini. Dia dengan keras menarik
Violet memacu kendaraannya dengan kecepatan sedang sebelum sampai di sebuah restoran mewah yang sering didatangi. Masuk ke dalam kemudian mencari keberadaan seseorang yang tadi melakukan panggilan dengannya. Saat matanya menangkap sosok itu, sebuah senyum kecil terdorong keluar dari bibirnya. Langkah kakinya santai tapi pasti. Orang yang ada sedang menunggunya itu juga memberikan senyum. âLong time no see.â Mereka berpelukan dengan lembut kemudian melepaskannya setelah itu. âBahkan saking sibuknya, tidak ada datang ke pernikahanku.â Sosok Violet yang dingin terlihat mencair dengan keberadaan orang itu. Tidak ada kata-kata sinis yang keluar dari bibirnya. Tatapannya juga sangat bersahabat. Tentu saja akan seperti itu karena dia adalah salah satu sahabat perempuan yang dimiliki oleh Violet. Mereka sudah bersama dalam waktu yang cukup lama. âDan aku akan membahas itu sekarang tanpa sisa.âNamanya Candy. Dia adalah model terkenal yang sudah berhasil menembus kancah luar negeri. Dia j
Kening Violet mengernyit tajam ketika mendengar suara Vier yang penuh dengan percaya diri. Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh lelaki itu? Dia sudah mengatakan semuanya tujuan itu tanpa tersisa, tapi Vier justru masuk dengan keras kepala yang dimiliki. Violet berbalik untuk menatap Vier tanpa terganggu. âAbang tahu kalau aku adalah manusia yang tidak memiliki belas kasihan bukan?â tanyanya, âitu artinya, aku akan dengan senang hati membiarkan Abang tetap di berdiri di sini sampai pagi karena aku tidak akan membiarkan Abang masuk dan tidur di dalam.â Violet berbicara dengan kebenaran yang tercetak di dalam matanya. Keputusan tidak tergoyahkan itu adalah sebuah keputusan bulat. Dengan segera, Violet menutup pintunya di depan Vier tanpa lagi menunggu apa pun. Hatinya menolak sebenarnya, tapi dia tak bisa memberi kesempatan untuk Vier. Violet segera masuk ke dalam kamarnya, meletakkan koper yang dibawanya, lalu dia segera mandi. Hal yang ingin dia lakukan adalah tidur dan beristirahat.
Briana pasti tahu hari ini akan datang. Melukai Violet artinya akan membuat orang-orang di belakang perempuan itu muncul untuk membalasnya. Tapi mereka tidak berhak untuk menyakitinya meskipun dia tahu dia salah. Itu adalah pikiran Briana yang tertanam di dalam kepalanya. Dia lupa dia sedang berhadapan dengan Candy. Candy tak berbeda jauh dengan Violet. Hanya saja, entah kenapa, setelah kejadian di hotel saat itu Violet tidak datang untuk mengejarnya bahkan seolah tidak peduli dengan yang dilakukan. Bukankah kenyataannya Briana melakukan sesuatu yang tidak bermoral di depanViolet? âAku menjadi ingin segera bertemu seorang lelaki brengsek bernama Evan. Aku berharap dia tak berlari ketika bertemu denganku nanti.â Suara Candy mengaung kembali menyadarkan Briana yang baru saja mengangkat pikirannya pada sebuah lamunan. Candy membiarkan Briana setelah itu karena dia harus naik ke atas panggung dan memberikan sedikit pengaruhnya untuk sedikit pidato. Perempuan itu tampak biasa saja saat
Violet cemberut karena merasa dipermainkan oleh dua sahabatnya. Tapi melihat kebahagiaan Candy saat bersama dengan kekasihnya membuatnya melunturkan kekesalannya. Namun itu tak membuat dia bertanya banyak tentang hubungan mereka. âViolet, jangan cemberut begitu dong. Nanti aku panggilkan Mas Suami buat kamu kalau cemburu karena kami berkencan di sini.â Candy mengoloknya dan menjadikan Violet semakin kesal saja. Candy benar-benar menjadi perempuan yang mengesalkan di saat-saat tertentu. Violet tak menjawab dan hanya memberikan Candy tatapan malasnya. Hal itu benar-benar membuat Candy dan sang kekasih terkekeh senang. âGimana dengan Hara?â Karena tak enak dengan Violet, pada akhirnya Rama â kekasih Candy â menanyakan dengan kelanjutan masalah mereka. âYa, setiap ada kesempatan dia akan datang dan membuat masalah,â jawab Violet santai. âDia bahkan membawa ibu Vier untuk menyerang Violet.â Candy menjawab. Rama menghela nafasnya panjang ketika mendengar itu. Lelaki itu juga tahu bagai
âKalau terjadi sesuatu yang buruk kepada Hara, maka aku tidak akan pernah membiarkanmu hidup dengan mudah!â Setelah tamparan itu mendarat di wajah Vier, suara ayah Hara terdengar mengudara. Vier tahu ini mungkin tentang dirinya yang sudah berani memutus hubungan dengan Hara. Selama ini, meskipun mereka bertengkar, Vier cukup tahu diri jika dia tidak boleh mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih. Tapi sekarang dia justru berani. Vier lalu digiring ke kamar Hara. Lelaki itu dengan patuh mengikutinya. Wajah Vier menegang ketika melihat Hara terbaring di ranjang dengan wajah pucat. Tangan gadis itu dibalut perban putih.âApa yang terjadi?â tanya Vier.âKamu bertanya apa yang terjadi? Ini adalah hasil dari perbuatanmu!â Ayah Hara meraung marah. âIni karena kamu berani ingin memutuskan hubungan dengannya. Dia berniat bunuh diri dengan menyayat tangannya. Kalau kami tidak datang tepat waktu, maka itu akan membuat dia kehilangan nyawanya.â Vier tidak menyangka Hara bertekad melakukan ti
Vier memacu mobilnya dengan cepat menuju apartemen. Ada banyak hal yang dipikirkan di dalam kepalanya. Kemelut itu terasa menggulungnya tanpa ampun. Yang pasti yang ingin dia lakukan sekarang adalah untuk melepaskan diri dari Hara dan keluarganya. Itu adalah tekadnya meskipun mungkin akan terjadi kekacauan yang tidak bisa dihindarkan.Vier sedikit berlari ketika sampai lorong unit apartemen istrinya. Dia berharap Violet sudah ada di sana sekarang. Lelaki itu memencet bel menunggu Violet membukakan pintunya. Ya, tentu saja Violet tidak akan memberi tahu kode passwordnya. Pintu terbuka dan Vier merasa lega. âAku ingin bicara denganmu sekarang.â Violet memberikan anggukan sebagai jawaban. Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa setelah itu.âAda masalah apa?â tanya Violet. âHara mengambil tindakan tidak benar kemarin. Dia âĶ. Mencoba bunuh diri.â Violet tampak mengernyit, tapi dia tak memberikan jawaban kecuali terus mendengar ucapan Vier. âKamu ingat kan aku mencoba memutu
Suasana rumah Hara yang tadinya terasa hangat kini berubah dingin. Hara dan kedua orang tuanya tampak terkejut dengan kedatangan Violet ke rumahnya, pun dengan Vier. Ya Vier tentu saja sedang ber-akting. âViolet?â Begitu kata Vier. âJadi ini kerjaan Abang yang Abang katakan tadi? Menemani kekasih Abang yang âĶ.â Violet menghentikan ucapannya dan tatapannya mengarah pada Hara. Wajah perempuan itu tampak sedikit pucat. âSakit,â sambungnya dengan suara tegas. âYa, Vier datang ke sini karena dia harus bertanggung jawab dengan apa yang terjadi pada Hara.â Suara ayah Hara menyebar di seluruh ruangan yang hening.âBertanggung jawab?â tanya Violet sok tidak tahu. âAda apa? Apa Hara hamil?â âTutup mulutmu!â Ibu Hara meraung marah dengan pertanyaan singkat yang dikatakan oleh Violet dengan nada mencemooh. Mereka tidak buta untuk bisa melihat bagaimana Violet menampakkan wajah menyebalkannya. Violet mendekat pada Vier dengan langkah pelan tapi penuh dengan kepercayaan diri. Violet terlihat s
âEve âĶ Everest, lihat Bunda, Nak. Ya betul.â Melody terkadang bertepuk tangan untuk menarik perhatian Eve, bocah itu tertawa, lalu seorang fotografer melakukan tugasnya. Mengambil gambar dengan berkali-kali jepretan dan sesekali berpindah tempat untuk mengambil angle yang pas. Ini bukan pertama kalinya Eve melakukan pemotretan. Saat dia masih berusia satu bulan, Sagara sendiri yang menjadi fotografernya. Karena hari ini Sagara sibuk, jadi dia tak bisa lagi menjadi fotografer dadakan untuk si kecil Eve. Samudra yang melihat gambar dari laptop yang sudah terhubung dengan kamera, tersenyum gemas. âAssalamu alaikum.â Semesta masuk dengan membawa banyak makanan. âIh, lucunya,â ucapnya saat menatap bocah kecil yang berada di atas sofa dengan gaun princess. Di kepalanya dipakaikan mahkota yang terbuat dari ranting pohon beserta bunga dan daunnya. âUdah dapat berapa gaun, Kak?â tanyanya pada Melody. âIni yang terakhir. Setelah kami bertiga berfoto, lalu kita sekeluarga. Sagara ke man
Melody keluar dari mobil dengan pelan kemudian berjalan dengan pelan menuju rumah barunya. Dia tentu sudah tahu rumah besar itu saat masih ada beberapa tempat yang perlu diperbaiki. Saat masuk ke dalam lewat pintu samping, dia segera disuguhkan ruang keluarga yang luas dengan sofa besar hijau matcha berada di tengah ruangan. Samudra tak main-main saat membeli rumah untuk istri dan anaknya. Kedua saudara Samudra bahkan tidak ada yang bekerja karena Eve hari ini pulang ke rumah. Bayi yang ditunggu-tunggu kedatangannya. âAbang tahu nggak kalau kami semua akan menginap di sini malam ini?â Semesta bertanya kepada Samudra saat semua orang sudah duduk di sofa ruang keluarga. âTahu. Bunda sudah bilang.â Ini adalah bentuk support system yang diberikan oleh keluarga Samudra kepada Melody. Bagaimanapun, Melody adalah ibu baru dan dia membutuhkan banyak dukungan dari keluarga serta sang suami. Violet sudah memberikan banyak wejangan kepada putranya itu agar menjadi lelaki yang bertanggung jaw
Hari-hari itu akhirnya berlalu. Tidak doyan makan, mengidam, bahkan morning sickness yang tadinya tidak ada jadi ada, semua telah usai. Rasa kekhawatiran yang dirasakan oleh Samudra atas kehamilan istrinya benar-benar telah berakhir. Saat itu, dia bahkan meminta tolong agar mertuanya datang untuk menemani Melody. Barangkali ibunya ada di sana membuat Melody bersedia untuk makan makanan yang dimasakkan oleh sang bunda. Sayangnya, aksi malas makannya itu tidak berubah dan bertahan sampai tiga bulan. Kini seorang bayi perempuan mungil telah lahir di dunia dengan berat 2,4kg. Masih sangat merah dan tampak lemah. Untuk sekarang, percampuran wajah kedua orang tuanya sangat kental di wajah bayi itu. Kata orang tua dulu, wajah seseorang itu akan berubah sebanyak tujuh kali sejak dia lahir sampai dewasa, dan Samudra tidak sabar untuk melihatnya. âSelamat datang ke dunia yang keras ini, Eve.â Semesta yang tadi sedang meeting bersama stafnya itu mempercepat meeting-nya setelah Samudra mengirim
Samudra mengangkat Melody ke dalam kamar setelah perempuan itu sudah tidur dengan lelap. Mengelus perut sang istri dengan lembut sebelum dia menyusul tidur di samping perempuan itu. Terkadang di dalam keheningan seperti ini, Samudra bertanya-tanya. Bagaimana kalau dia dan Melody tidak terjebak pada masalah yang mengharuskannya menikahi asisten pribadinya itu? Apakah mereka juga akan bersatu seperti ini, atau bahkan sebaliknya. Tapi jika dipikirkan lagi, memang inilah takdir yang memang harus dia jalani. Begitulah cara takdir mempersatukan mereka. âMas, kita udah ada di kasur ya?â gumaman itu menyadarkan Samudra dari lamunannya. Menepuk punggung Melody dengan lembut. âIya, kita udah di kamar. Kamu butuh sesuatu?â âNggak ada, tapi kenapa dingin sekali?â Samudra melihat pendingin ruangan dan memastikan suhunya tidak terlalu rendah. Tapi memang masih wajar. âMau aku matiin saja?â tanya Samudra. Dan Melody menganggukkan kepalanya setuju. Samudra melakukan yang diinginkan oleh M
Kalau Melody bukan istrinya, Samudra pasti sudah membentaknya. Sayangnya dia tak bisa melakukannya. Bagaimana mungkin dia menyakiti perempuan yang sudah dijaga seperti anaknya sendiri. Astaga, mulai lagi kan melanturnya si calon bapak muda ini. Ya lagi pula, istrinya bikin darah tinggi. Minta berhentikan mobil sudah seperti jalanan ini punya nenek moyangnya. âNanti lagi, kalau kamu mau apa-apa, bilang dulu ya, Sayang. Seenggaknya jangan tiba-tiba begini. Bahaya.â Samudra sebisa mungkin menekan perasaan kesalnya supaya tidak keluar. âIya, maaf,â katanya. âDi sana itu ada jajanan, aku pengen beli.â Tatapannya penuh harap dan itu membuat Samudra lemah. Mereka keluar dari mobil dan segera mendekati jajanan di pinggir jalan tersebut. Melody tampak antusias. Makanan itu benar-benar sangat menggoda dirinya. Samudra yang berada di belakang istrinya itu hanya mengikuti saja tanpa berkomentar. âMas mau yang mana?â tanya Melody. Jajanan itu seperti jajanan Ramadhan. âAku ingat pas puasa ka
Kabar yang dibawa oleh Samudra dan Melody adalah kabar yang membahagiakan. Semua keluarga Samudra bahagia luar biasa. Violet dan Vier yang sebentar lagi menjadi nenek kakek tampak terharu. Kehidupan baik selalu menyertai mereka. Kebetulan Sagara dan Semesta pulang berbarengan. Dan mereka juga sangat bahagia. Akhirnya, mereka akan memiliki keponakan. âApa kira-kira mereka juga kembar?â tanya Sagara tampak antusias. âKalau iya, gen bapaknya benar-benar kuat.â âBelum bisa dilihat dong. Kalaupun iya, itu bagus. Apalagi kalau langsung cewek cowok seperti kita, itu dinamakan apa, Bang?â Semesta menunjuk Sagara. âSekali jadi.â Sagara dan Semesta bersuara berbarengan. âWah, kalau kita bertiga punya anak kembar, bukannya Bunda dan Ayah akan punya banyak cucu?â âBunda nggak punya saudara. Ayah punya saudara cuma satu. Jadi kalau banyak cucu, itu akan lebih baik. Kalian kalau tua juga nggak kesepian kalau punya anak banyak.â Samudra hanya mendengarkan saja dua saudaranya berbicara tanpa
Menuruti keinginan sang istri, mereka akhirnya berada di sebuah kedai bakso kobar yang tak jauh dari hotel. Melody makan bakso berisi cabe itu dengan lahap membuat Samudra menatapnya melongo. Padahal tadi dia sudah memasukkan dua potong steak, lalu jus juga, tapi sekarang dia berlaku seperti tak pernah makan selama berhari-hari. âKamu beneran lapar?â tanya Samudra. âMas tahu nggak kalau steak itu tadi hanya nyempil aja. Nggak tahu kenapa perutku tiba-tiba menjadi seperti karet.â Melody menyeruput kuah bakso yang berwarna merah kehitaman itu karena campuran sambal dan kecap. Matanya tertutup kemudian terbuka kembali. Kata âahâ keluar karena rasa pedas meluncur dari dalam mulutnya. Sungguh, itu benar-benar enak menurut Melody. Samudra hanya menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah sang istri. Dia menyuapkan bakso ke dalam mulutnya kemudian mengunyah dengan santai sambil memperhatikan Melody yang keenakan karena bakso tersebut.âMemang udah berapa lama sih nggak makan bakso?â tany
âKafe kecil nggak akan buat kamu kelelahan.â Lanjut Samudra setelah itu. Vier juga memiliki bisnis restoran yang masih diurus oleh Via. Jadi lebih baik berinovasi yang lain. Begitulah inti dari pembicaraan itu. Melody tampak berpikir dan masih membutuhkan waktu untuk memutuskan. âKalau begitu, aku akan memikirkan lagi nanti.â âBunda dulu setelah menikah juga nggak langsung libur kerja, kok. Tapi sedikit demi sedikit mengurangi pekerjaannya dan Ayah yang menggantikannya. Jadi kamu bisa mengambil waktu sebanyak yang kamu mau untuk mengambil keputusan.â Melody mengangguk setuju. Sebuah keputusan baik tidak dilakukan secara terburu-buru dan harus dengan pemikiran matang. Hari-hari berlalu dan pada akhirnya pesta itu tiba. Melody melihat dekorasinya benar-benar sangat mewah. Violet dan Semesta yang mengurusnya dengan menanyakan keinginannya. Dia memilih dekorasi berwarna hijau matcha seperti yang disukai selama ini. Sejak kecil selalu berkawan dengan daun-daun teh membuatnya menyukai
"Ini baju design terbaru dari butik ini, Bang. Jadi, aku merekomendasikan kepada Kakak Ipar.â Semesta yang menjawab karena dia tahu kalau Melody sudah dihinggapi rasa ketakutan yang luar biasa. Terlihat, perempuan itu menunduk tanpa berani menatap Samudra sedikitpun. Melody pasti sudah mengerti betapa tatapan lelaki itu akan setajam apa. Jadi, lebih baik dia menghindar. âWaw, Kakak Ipar.â Belum lagi Samudra menjawab ucapan kembarannya yang satu, muncul lagi kembarannya yang lain. Sagara bersiul menggoda dan tampak puas dengan penampilan si kakak ipar. âItu gaun yang cantik. Bukan itu juga, yang pakai juga cantik banget. Aku sih, ya.â Samudra tak bisa menahan panas yang menjalar dari dalam hatinya. Lelaki itu menatap Sagara dengan tajam. âJangan menatapnya!â Samudra meraup wajah Sagara dan segera menarik tangan kembarannya itu sampai Sagara berbalik. âTutup mata kamu. Itu kakak iparmu,â imbuh Samudra memeringatkan.âAku tahu kalau dia kakak iparku. Tapi aku kan cuma memujinya. Buka