Share

Bab 2

Author: Anggrek Bulan
last update Last Updated: 2023-01-26 02:15:45

Sosok laki laki itu sepertinya sangat familiar denganku, namun siapa dia aku benar benar lupa. Rambut gondrong di ikat kebelakang dan berkacamata itu mengingatkanku pada seseorang, Rama. Mungkinkah dia Rama? Mantan kekasihku yang pernah menorehkan luka di hatiku dulu?

Ah, mungkin cuma mirip saja. Rama kan rambutnya tidak pernah gondrong, dia selalu memotong cepak rambutnya, dia juga tak pernah memakai kacamata. Dan tak mungkin juga dia masih lajang, bukankah dulu kata Mamanya dia akan di jodohkan dengan anak teman lamanya. Tak mungkin lah pokoknya itu Rama.

"Kak, kok bengong sih?" kata Vania sambil menepuk pundakku, sontak aku pun kaget.

"Eh maaf ya. Ayok mari silahkan masuk," kataku mempersilahkan Vania dan laki laki itu masuk.

"Gita, ini ada Tante Vania datang loh," teriakku memanggil putri kesayanganku yang sedang menonton televisi.

Dia memang sangat dekat sekali dengan Vania, maklum sejak Gita lahir, Vania selalu bersamanya. Tak jarang Gita lebih memilih tidur bersama Vania.

"Tante, Gita kangen banget loh sama Tante. Nanti bobok disini kan?" kata putriku sambil memeluk Vania.

Saat Gita memeluk Vania, entah mengapa laki laki itu, terus menerus mengamati Gita seakan akan menelitinya. 

"Tante juga kangen banget sama Gita. Maaf ya sayang, malam ini Tante nggak bisa menginap, minggu depan saja ya," katanya sambil mencium pucuk rambut Gita.

"Yah, Tante nggak asik nih. Kalau begitu aku lanjutin lihat barbie aja deh," kata Gita, biasa dia selalu merajuk saat Vania tak menginap

"Ye ngambek yahh?? Kebetulan banget kamu lagi nonton film barbie, nih tadi Tante beliin kamu boneka Barbie lho. Tapi nggak boleh ngambek lagi lho," kata Vania sambil memberikan dua buah boneka barbie pada Gita.

Gita pun mengangguk dan segera mengambil boneka boneka itu kemudian dia kembali masuk ke ruang tengah. 

Laki laki yang wajahnya mirip Rama itu, masih terus mengamati Gita, hingga dia sudah tak terlihat lagi. Kenapa sampai sebegitunya dia melihat putriku.

"Silahkan di makan snacknya Mas, maaf tak ada camilan lain. Seadanya saja ya Mas," kataku mencoba membuka obrolan dengannya, namun hanya dibalas dengan anggukan dan senyum simpul. Senyum yang tak asing bagiku.

"Tuh kan, gara gara Si Gita, sampai lupa ngenalin cowokku ke Kakak. Mas Ridwan belum pulang juga ya Kak?"

"Belum Van. Paling juga sebentar lagi sudah pulang. Sebentar ya aku mau shalat magrib sebelum waktunya habis. Kamu sudah shalat Van?" tanyaku.

"Sudah Mbak tadi,"

Aku pun berlalu dari mereka. Kulihat dari ekor mataku, laki laki tadi sempat memcuri pnadang padaku, ah benar benar membingungkan.

Setelah shalat aku pun segera kembali menuju ruang tamu, Vania mungkin tak tahu kalau aku datang, dia terlihat bergelayut manja pada cowoknya. Hemmm memang benar benar harus cepat menikah nih!

"Ehem ehem" 

Aku pura pura batuk, dan Vania pun kaget langsung melepaskan diri dari pacarnya.

"Eh, sudah selesai ya Kak shalatnya." kata Vania sambil salah tigkah sepertinya.

"Bagaimana kuliahmu Van?" 

"Baik kok Kak. Nunggu Mas Ridwan kelamaan ya. Ya sudah aku kenalin deh, ini pacarku Kak, lebih tepatnya calon suamiku. Namanya Mas Adit," 

Ternyata namanya Adit, Alhamdulillah berarti dia bukan Rama kan, mantanku dulu. Memang sangat wajar sekali kalau di dunia ini banyak sekali orang yang wajahnya mirip. Si Adit tersenyum kepadaku sambil menganggukan kepalanya.

" Mas Adit, sudah benar benar seriuskah dengan adik ku?" 

"Aku serius Kak. Aku ingin segera menikahinya," jawabnya sambil tersemyum, namun ada sorot berbeda dari matanya, kurasa.

Suara itu, suara berat itu, mirip sekali dengan suara Rama.

"Apakah Mas Adit sudah siap menghadapi sifat adik ku yang mungkin masih kekanak kanakan, secara umurnya kan masih sangat muda. Apa sudah di pertimbangkan lagi,"

"Aku sudah memikirnya matang matang Kak. Aku mencintainya, aku tak ingin merusaknya, jadi aku ingin segera menghalalkanya. Dan masalah sifat itu kan bisa di ubah pelan pelan, tak jadi soal bagiku," katanya.

"Apakah sudah mengenalkan Vania ke keluarga Mas Adit?"

"Belum. Tapi segera, aku menunggu restu dulu dari keluarga Vania,"

"Kalau aku sih, terserah Vania saja. Tapi aku sebenarnya juga masih belum bisa merelakan kalau Vania nikah muda. Apalagi kalian kan baru sebentar kenalnya,"

"Kak, percaya deh sama kami. Kami ini serius dan saling mencintai. Restui hubungan kami ya. Pliss," Vania memohon kepadaku.

Suara motor terdengar dari depan, itu Mas Ridwan. Aku sudah hapal sekali suara motor suamiku itu. Dia pun langsung masuk ke dalam rumah.

"Assalalmualaikum. Wah ada tamu nih, Tante Vania sama siapa nih?" kata suamiku sambil menyalami Vania dan Adit.

"Waallaikumsalam. Duduk dulu Mas. Vania sudah nunggu dari tadi lho. Ini pacarnya si Vania. Katanya mereka ingin menjalin hubungan yang lebih serius," kataku ketika suamiku itu duduk di sebelahku.

"Hubungan yang lebih serius? Menikah maksudnya?" tanya suamiku sepertinya agak heran.

"Iya Mas, kami ingin segera menikah," jawab Vania.

"Oh begitu. Mas ini namanya siapa ya? Aslinya mana?" tanya suamiku pada Adit.

"Aku Raditya Rama Airlangga Mas. Asli Surabaya." jawabnya sambil menoleh kearahku.

Aku sungguh kaget saat dia menyebutkan nama panjang ya, ya dia adalah Rama, mantan kekasihku, nama yang sama hanya beda panggilannya. Dia masih terus melihat kepadaku tanpa sungkan pada Vania dan Mas Ridwan, seakan dia tahu keraguanku dan ingin meyakinkan kalau dia benar benar Rama yang dulu. Aku menundukkan kepala, masih bingung, harus seperti apa. Dan mencoba menghindari tatapan matanya.

Melihatnya kembali, membuat luka lama yang teramat dalam ditorehkanya itu kembali terasa, dia yang hilang bak ditelan bumi selama tiga belas tahun, kini kembali, sebagai calon suami adikku.

"Aku panggilnya Adit ya. Usia kamu berapa Dit saat ini? Sudah lama kah dekat dengan Vania?"  tanya suamiku lagi.

"Usiaku saat ini tiga puluh empat tahun Mas. Dan kami sudah dekat sekitar tiga bulan. Aku benar benar serius ingin menikahi Vania. Aku janji tak akan menyia nyiakannya. Aku pun secara finansial sudah siap berumah tangga Mas,"

"Oke oke, kami ini sangat sayang pada 

Vania, jadi kami menyerahkan seluruh keputusan padanya saja. Ngomong ngomong nih kamu dan istriku seumuran lho. Kenapa kamu nggak nikah dari dulu? Apa masih mengejar karir nih?"

"Jujur nih Mas. Aku memang trauma dengan wanita sebenarnya, dulu saat masih kuliah, aku pernah merasa down sekali karena ditinggal oleh perempuan, padahal kami juga sudah berjanji akan segera menikah, ternyata dia malah mencampakkanku. Sejak saat itu, aku tak lagi mau mengenal cinta. Dan akhir akhir ini Vania kembali bisa membuka hatiku," katanya.

"Oh seperti itu. Tapi seandainya nanti kamu ketemu lagi dengan mantanmu itu setelah menikah dengan Vania, apakah akan ada acara CLBK? Karena sepertinya kamu masih memendam rasa padanya," tanya suamiku lagi.

Dari perkataan Rama tadi, aku tahu bahwa wanita yang dimaksudnya, adalah aku. Dan benar juga kata Mas Ridwan, sepertinya dia masih menyimpan rasa padaku, meski sudah ada Vania. Apa yang seharusnya kulakukan saat ini, aku bingung apakah aku tetap diam saja, dan membiarkan mereka menikah? Atau aku harus bercerita yang sebenarnya pada suamiku tentang Rama, aku tak ingin hal hal tidak diinginkan terjadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nunyelis
bicara jujurlah kepada suamimu.....
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 68

    Aku pun sebenarnya masih tak menyangka, jika Vania kini telah tiada. Aku tak tahu kenapa dia sampai menjadi gelap mata seperti ini, padahal kemarin-kemarin, dia sudah berusaha bertaubat.Jalan hidup yang di berikan Allah padaku, ternyata tak seperti yang kuinginkan. Sesungguhnya aku ingin sekali untuk ke depannya, bisa berkumpul dengan Ayah dan juga Vania. Namun ternyata, dengan membawa Ayah kembali, justru kemudian Allah mengambil Vania dariku.Pertanyaan dalam hatiku tentang hal apa yang membuat Vania tertekan hingga kemudian nekat memgakhiri hidupnya, masihlah menjadi teka-teki untukku. Namun kali ini aku menjadi ingat dengan seseorang, yang selalu mengancamku dan juga Vania, mungkin atau bahkan pasti, dialah yang telah menekan Vania sedemikian rupa. Sebaiknya aku sekarang meneleponnya, ya dia pasti Mbak Riska, kakak ipar Vania. Dua kali panggilanku tak dihiraukannya, tapi dipercobaan ketiga, akhirnya panggilanku di jawabnya."Assalamualaikum, Mbak Riska," ucapku tenang membuka per

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 67

    Saat aku kembali membuka mata, ku lihat Gita duduk di sampingku dengan sesengukkan."Gita, kenapa nangis Nak?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepala putriku itu."Gita takut, Bun..." jawabnya sambil menggenggam tanganku erat."Takut kenapa, Sayang? " tanyaku lagi."Takut Bunda nggak bangun, kayak Tante Vania itu...huhuhu," ucapku.Seketika aku pun langsung bangun dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku tahu, di usianya ini, masihlah sangat berat menyaksikan kejadian Vania tadi. Semoga nanti tak menjadi trauma ke depannya."Bunda, tak akan pergi kemana-mana Sayang. Bunda akan selalu ada di samping Dita. Sekarang mendingan Gita bobok di sini ya, pasti capek kan tadi habis perjalanan jauh?"Aku pun kemudian mengangkatnya dan menidurkannya di sampingku, kucium pucuk rambutnya dan kuelus, agar dia merasa tenang."Gita bobok ya, Bunda temenin di sini. Nanti kalau mau pulang, Bunda bangunin ya...," ucapku sambil tersenyum dan di jawab dengan anggukan kepala olehnya.Beberapa saat kemud

  • Suami Adikku, Mantanku   BAB 66

    "Kenapa nggak langsung ke makam saja? Setelah selesai ziarah baru kira istirahat sebentar di rumah," ucap Ayah."Nggak, Yah. Sebentar saja kita ke rumah. Tak tahu kenapa rasanya aku ingin ke rumah secepatnya," pungkasku, "agak cepat sedikit ya, Yah."Kemudian kami bertiga hanya berdiam saja sementara Gita sudah tidur sejak awal kami berangkat tadi. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumah, akupun langsung turun, tak tahu kenapa setelah membuka pintu aku langsung menuju ke kamar Ibu.Namun kamar itu terkunci dari dalam, padahal seluruh kamar yang ada di rumah ini, tak pernah ku kunci. Aku pun meminta Ayah dan Koko untuk mendobraknya. Dua kali terjangan keras kaki Koko, telah mampu membukanya. Pemandangan yang ada di dalam kamar seketika membuatku shock, Vania sudah tergeletak di atas kasur dengan mulut mengeluarkan busa dan darah. Akupun langsung merengkuh tubuh Vania tersebut."Van, bangun Van! Mengapa sampai terjadi semua ini? Cepat bangun Van!" Aku menggoyang goyangkan tubuhnya

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 65

    Sudah tiga hari sejak kepergian Vania dari rumah, tak lagi kudapat kabar darinya. Nomer handphonenya pun sudah tidak aktif. Aku pun jadi bingung harus cari kemana dia. Rama pun begitu, semua teman Vania sudah dihubungi namun tak ada yang tau dimana keberadaannya. Bahkan kemarin, Rama pun sudah melaporkan ke kantor polisi. Vania bagai hilang ditelan bumi begitu saja.Sejak semalam, entah kenapa perasaan hatiku terasa sedih, dan kangen juga rasanya pada almarhumah Ibu, rasanya aku ingi berziarah ke kampung. Semalam pun aku bermimpi, Vania menangis di sebuah tempat lapang seorang diri, dan terlihat pula Ibu dari jauh yang berdiri diam dengan menunjukkan ekspresi kesediha. Aku sangat yakin dia sekarang sedang kesusahan dan ingin menyelesaikan pergolakan batinnya sendiri. Sepulang kerja hari ini, aku dan Gita akan ke kampung halamanku di Kediri, bersama Ayah. Kebetulan Ayah sedang tidak ada pekerjaan, jadi kita bisa berziarah bersama ke makam Ibu."Sis, boleh nggak aku ikut berziarah ke m

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 64

    Pov VaniaKetika rumah tanggaku mulai tenang dan aku sudah fokus hanya pada Rama. Rumah tangga Kak Siska mengalami kehancuran. Mas Ridwan telah menikah secara diam diam dan memiliki seorang putra dari perkawinannya itu. Setelah proses yang alot akhirnya mereka bisa bercerai dan Mas Ridwan masuk penjara. Kurasa itu adalah balasan yang setimpal untuk semua perbuatan jahatnya itu.Kini Alhamdulillah Kak Siska bisa bangkit dan memulai kehidupan baru dengan Gita. Semoga saja selamanya mereka bahagia tanp hadirnya lagi laki laki seperti Mas Ridwan itu.Saat syukuran rumah baru Kak Siska, aku pendarahan. Bukan pendarahan sih tepatnya, namun haid yang sangat berat dan sakit di perut yang amat sangat nyeri. Sebenarnya sudah tiga bulan terakhir aku mengalami ini, namun aku diam saja, takut jika akan membuat khawatir semua orang.Setelah kerumah sakit dan bertemu dengan dokter, dia mengharuskanku melakukan pengangkatan rahim total. Karena memang aku mengalami infeksi rahim yang parah dan fibroi

  • Suami Adikku, Mantanku   Bab 63

    Pov VaniaMalam itu aku tertidur begitu larut, setelah tadi bermain bersama Gita di ruang keluarga, lalu akupun menonton marathon drakor yang kata teman teman kampusku sangat romantis itu. Baru saja beberapa saat tertidur, kurasakan sebuah tangan mengelus kedua paha bagian dalamku, aku pun berjingkat kaget dan segera bangun. Astaghfiruahaladzim ternyata itu Mas Ridwan.Aku pun langsung terduduk, dan berusaha teriak, namun dengan sigap dia membungkam mulutku."Sst jangan teriak!! Atau akan kubunuh kamu!" katanya.Tanganya berusaha masuk kedalam kaos yang kupakai, aku berusaha berontak sambil menangis."Layani aku malam ini, sebagai balas budimu karena hidupmu sudah kubiayai! Ingat jangab teriak atau akan kubunuh Kakak mu itu!!" ancamnya.Demi apapun juga, aku tak akan mau menyerahkan mahkota ku kepadanya. Kemudian aku meronta, dan mencoba menendangnya, dan Alhamdulillah tendangan kerasku kali ini mengenai senjatanya. Sontak dia melepaskanku dan kesakitan. Saat dia kesakitan kudorong t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status