Share

02. Mari Kita Bercerai

"Alex, apakah kamu memiliki perempuan lain?“ tanya Freya sedikit menuduh.

Pandangan Alex teralihkan dari berkas yang menumpuk di hadapannya. Sejak mereka menikah, Alex kerap kali membawa pulang pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan di perusahaan. Freya selalu memaklumi keadaan tersebut, dia mengira pekerjaan Alex sangat banyak sehingga membuatnya membawa beberapa berkas tersebut ke rumah. Namun, kini ia berpikir bahwa itu hanya satu sarana yang suaminya gunakan agar tak perlu memperhatikan istrinya.

Alex menaikkan alisnya, ia menatap Freya tajam. “Kau ini bicara apa?" Ia bertanya balik karena tak memahami pertanyaan Freya yang tiba-tiba itu.

"Jawab saja, pertanyaanku, Alex. Aku ingin mengetahui jawabannya langsung dari mulutmu,” ucap Freya dengan penuh ketenangan. 

“Tidak! Aku tidak memiliki wanita lain! Kamu ini berbicara apa, Freya? Sudahlah jangan berpikir macam-macam aku tidak mungkin selingkuh darimu!” kilah Alex yang kesal ditanya seperti itu. 

Freya tidak mempercayai begitu saja ucapan Alex. Wanita itu terus membayangkan sikap Alex yang selama ini diterimanya.  “Kalau begitu, mengapa kamu selalu bersikap dingin padaku? Kita memang tidur bersama seperti pasangan suami istri pada umumnya, tapi mengapa di kesempatan lain kamu selalu cuek?” tanya Freya yang tidak puas dengan jawaban Alex.

Alex terdiam sejenak sebelum menjawab. “Kamu tahu bukan? Kita menikah karena perjodohan, bukan karena aku mencintaimu, Freya. Kita tidur bersama, itu sudah menjadi kewajibanku, dan kewajibanmu juga, bukankah kau sendiri juga menikmatinya? Sudah sewajarnya seorang suami tidur dengan istrinya, memangnya kamu mau aku tidur dengan perempuan lain? Yang jelas, aku tidak selingkuh darimu, Freya! Jauhkan pikiran jahatmu itu!” tungkas Alex dengan nada tegas. Dia tidak menyukai tuduhan yang dilontarkan oleh Freya. 

Hari Freya bagaikan ditusuk duri ketika mendengar perkataan suaminya. Secara tidak langsung, Alex mengatakan kalau dia hanya membutuhkan Freya untuk menyalurkan hasratnya tanpa pernah bisa mencintainya. Dia hanya memiliki tubuh Alex, tetapi tidak dengan hati suaminya.

“Lalu, siapa Claudia? Mengapa kamu menyebutnya bahkan saat kita bercinta? Apa dia wanita idamanmu?” Pertanyaan itu akhirnya terlontar dari mulut Freya. Dia belum puas bila tidak menuntaskan rasa penasarannya terhadap wanita yang bernama Claudia itu.

“Sudah kukatakan kamu salah mendengarnya Freya. Claudia itu bukan siapa-siapa. Kamu pasti salah mendengar perkataanku! Sudahlah! Jangan membicarakan hal yang tidak penting!” tegas Alex yang kemudian berdiri hendak meninggalkan ruang kerja. Keinginannya untuk melanjutkan pekerjaannya sirna karena berbagai tuduhan yang dilontarkan oleh Freya.

“Mungkin pembicaraan ini tidak penting bagimu, tetapi ini sangat penting bagiku. Kali ini aku bertanya, siapa wanita yang ada dalam foto ini? Dia wanita idamanmu, bukan?” duga Freya sambil mengeluarkan foto yang ditemukannya dan menyerahkannya kepada Alex. Freya masih membuat suara rendah meski dadanya dipenuhi emosi karena mendengar jawaban dari Alex. 

Alex terkejut melihat foto yang diberikan oleh Freya. “Dari mana kamu mendapatkan foto ini? Kamu menggeledah kamar kerjaku?” tukas Alex geram. 

“Tidak penting dari mana aku mendapatkannya. Sekarang, jawab pertanyaanku. Siapa wanita yang ada dalam foto itu? Apakah dia wanita yang kamu cintai? Wanita yang membuatmu tidak pernah menghargai semua usahaku sebagai istri,” ungkap Freya dengan mata yang sedikit memerah. Dia sudah tidak dapat menahan dirinya lagi. Hatinya terus berdebar menunggu jawaban dari Alex.

Alex yang mendengar tuduhan dari Freya juga tersulut emosi. “Iya, betul! Dia adalah Claudia — mantan kekasihku — dia merupakan wanita yang kucintai, bahkan, aku masih mencintainya. Puas kamu!” ungkap Alex dengan mata mendelik. Dia muak terus disudutkan dengan pertanyaan tentang Claudia. 

“Kalau kamu masih mencintai kekasihmu, mengapa kamu menikahiku? Seharusnya, kamu menolak perjodohan ini, Alex. Padahal, aku sudah berharap banyak pada pernikahan kita,” racau Freya sambil menangis. Wanita itu memegang dadanya yang terasa sangat sakit mendengar jawaban Alex. Hancur sudah pertahanannya, dia sudah muak dengan sikap suaminya yang tak segera menjawabnya dengan tegas.

Alex semakin kesal dengan sikap Freya, dia malah membandingkan Freya dan Claudia. “Tentu saja aku masih mencintainya, dia cantik, anggun, dan memiliki semua kriteria wanita idamanku. Aku belum bisa melupakannya. Lagipula menolak perjodohan ini tidak bisa aku lakukan. Kamu tahu sendiri keinginan kakekku,” timpal Alex seenaknya. 

Freya yang dibandingkan dengan Claudia seketika menghentikan tangisannya. Dia berusaha menenangkan dirinya dahulu. Alex hanya diam tidak melakukan apa pun  untuk menghentikan tangisan istrinya. Setelah, beberapa saat Freya terdiam, dia meyakinkan hatinya untuk mengatakan hal yang ada di benaknya. "Sudah cukup  sampai di sini saja pernikahan kita. Alex, mari kita bercerai!” ajak Freya dengan keyakinan dalam dirinya.

Dia telah memantapkan diri untuk mengatakan hal ini. Bila memang selama ini suaminya tidak pernah mencintainya, berarti sudah seharusnya dia menyerah dengan pernikahan mereka. 

Alex membulatkan matanya, dia agak terkejut dengan perkataan yang diucapkan Freya.  Namun, tak sedikitpun timbul rasa simpati di hati Alex terhadap Freya yang menghapus air mata di pipinya. “Apa kau yakin, Freya? Kamu pikir bercerai itu perkara mudah? Bagaimana dengan kakek kita? Mereka pasti menentang hal Ini.” Alex mengejek niat Freya. 

“Ya, aku yakin. Untuk apa kita melanjutkan pernikahan ini bila tidak ada cinta di dalamnya? Kau bahkan memilih untuk tetap mencintai mantanmu. Aku tidak hanya menginginkan ragamu Alex, aku juga menginginkan hatimu. Aku sendiri yang akan menyampaikannya kepada Kakek, pasti mereka memahami keputusan yang kita ambil,” cakap Freya tanpa ragu. 

Tidak ada lagi tangisan. Freya menegakkan wajahnya, dia tidak ingin terlihat sedih dengan akhir pernikahannya. Meski Alex masih memandangnya dengan tatapan merendahkan, Freya tidak ingin terlihat lemah.

Alex menghela napasnya sejenak. “Baiklah, aku akan mengurus perceraian kita. Dengan catatan, kamu yang harus mengatakannya kepada Kakek. Perceraian ini adalah keinginanmu, jadi kamu kalau ada yang mereka salahkan, itu adalah kamu, bukan aku." Pria itu lepas tangan, tak peduli, toh ia tak pernah mencintai Freya.

Freya mengangguk yakin. “Baiklah, kita menyepakati hal ini. Berikan aku waktu untuk membereskan barangku. Aku akan pergi besok dari rumah ini.” Lantas ia bangkit dari duduknya. 

“Apa maksudmu dengan pergi dari rumah ini?” tanya Alex tajam. Freya menatap balik suaminya, wanita itu mengerutkan keningnya. 

“Tentu saja, aku harus pergi dari rumah ini karena kita akan segera bercerai. Toh tidak ada gunanya lagi aku di sini. Aku tak mau membelenggu pria yang mencintai wanita lain,” sahut Freya dengan suara menantang.

‘Sebenarnya, aku pergi dari rumah ini karena ingin melupakan semua tentangmu, Alex. Aku tidak ingin terus memikirkanmu bila tetap berada di dekatmu.’ Batin Freya mengucapkan hal yang berlawanan dari mulutnya.

Wanita itu pergi meninggalkan pria berhati dingin itu. Dia tidak peduli dengan keadaan istrinya, bila Freya memang menginginkan perceraian, maka dia akan mengabulkannya.  

Di luar ruangan Freya menumpahkan tangisannya. Freya tidak menyesali ucapannya pada Alex ketika meminta cerai dari pria itu. Namun, hati Freya sangat sedih saat Alex dengan mudahnya meluluskan permintaannya. “Tidak adakah sedikit perasaan padaku? Aku, istrimu yang sah, yang telah berjuang selama dua tahun akan selalu kalah dengan masa lalumu?” rintih Freya sambil terus menangis.

Malam itu, Freya langsung memasukkan barang-barangnya ke sebuah koper. Dia tidak ingin menunda kepergiannya. Wanita itu sudah cukup muak mencintai orang yang tidak pernah menoleh sedikit pun pada dirinya. 

Selesai memasukkan baju-bajunya dan beberapa barang di koper, Freya membaringkan tubuhnya di ranjangnya. Dia memikirkan ke mana dia harus pergi setelah meninggalkan rumah ini. “Tidak mungkin aku kembali ke rumah Kakek. Kakek bisa langsung jantungan kalau dia tahu kami akan bercerai,” gumamnya sendirian.

Saat Freya sedang sibuk berpikir, Alex memasuki kamar mereka. Pria itu menatap koper yang berada di sudut ruangan. “Kamu benar akan pergi dari rumah ini? Biar aku saja yang pergi, kamu tidak akan memiliki tujuan bila meninggalkan rumah ini,” usul Alex mencoba berbaik hati.

Freya mencibir dalam hati. 'Sekarang saja kamu pura-pura baik,' cemooh batinnya muak.

Wanita itu bangun, kemudian duduk di ranjang mereka. “Kamu tidak perlu memikirkanku, urus saja perceraian kita secepatnya. Tidak usah sok jadi pahlawan,” tukasnya dingin. Freya bangkit dari duduknya dan hendak ke luar kamar.

Dengan sigap tangan pria itu memegang lengan Freya.  “Kamu mau ke mana? Kalau kau mau pergi besok pagi saja, ini sudah malam!” larangnya. Bagi Alex tak baik seorang wanita pergi sendiri di malam hari buta.

Freya menatap malas pada Alex, dia sudah cukup lelah dengan obrolan mereka hari ini. Dengan sinis ia menjawab, “Memang apa pedulimu, Alex? Suka-suka aku, dong! Toh sebentar lagi kita hanya mantan!”

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Its Me
Nah mantap suka nih kerasnya Freya
goodnovel comment avatar
Cindi82
bagus Freya tinggalkan aja si Alex
goodnovel comment avatar
Weka
mantan tak terlupakan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status