Share

BAB 2 AWAL MULA

Sudah dua minggu, tidak ada perubahan sedikitpun dari Arisa. Mengurung diri dikamar, jarang makan, melamun hingga meneteskan air mata. Siapapun yang melihatnya pasti mengkhawatirkan Arisa, terlebih orang tuanya.

Tok tok tok.

"Arisa, makan yuk! Umi bawain sarapan buat kamu." Bujuk Umi di depan pintu kamar Arisa.

"Umi tau kamu lagi sedih, tapi jangan sampai lupa makan." Tambah Umi.

"Masuk Umi, gak dikunci kok." Jawab Arisa.

Trak.

"Ini dimakan ya. Mau ibu suapin?" Tanya Umi.

"..." Arisa hanya memandang makanan yang dibawa umi dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ini makanan favorit kamu loh, Arisa. Cobain ya!" Pinta Umi sembari menyodorkan sesendok nasi ke mulut Arisa.

Arisa hanya mengunyah nasi dengan pelan tanpa merespon Uminya

Semur ayam adalah makanan favorit Arisa, begitu pula Tris. Seminggu sekali, Arisa selalu memasak semur ayam favorit mereka berdua.

Setiap hari kamis, Arisa selalu menyajikan makanan favorit mereka untuk makan malam. Biasanya Tris akan pulang kerja pada jam 05.00 sore. Namun tidak pada hari itu.

"Sudah jam 06.00 sore, kenapa belum pulang ya?" Gumam Arisa khawatir.

Tik tok tik tok. Menunjukkan jam 08.00 malam.

Dreeet dret tut.

"Kenapa gak diangkat? Apa ada masalah kerjaan ya?" Gumam Arisa sembari menelpon ulang Tris.

"Masih gak diangkat. Kalau lembur biasanya ngasih kabar duluan." Imbuh Arisa khawatir.

Tik tok tik tok.

Arisa duduk dimeja makan sambil sekali-kali menengok jam dinding.

"Sudah jam 10.00 malam. Kenapa belum pulang juga?" Gumam Arisa sembari mengucek matanya yang ngantuk.

Tik tok tik tok.

Ceklek.

"Hmm." Arisa terbangun dari tidurnya.

"Udah pulang? Sudah makan belum sayang?" Tanya Arisa.

"Apa ada masalah pekerjaan?" Tanya Arisa lagi.

"Aku mau mandi dulu." Jawab Tris ketus.

"Iya, aku tunggu di meja makan ya." Jawab Arisa.

Tik tok tik tok.

"Kok lama banget ya, udah setengah jam belum keluar juga." Imbuh Arisa heran.

"Ya sudah, aku bawain ke kamar aja." Gumam Arisa sembari membawa nampan.

"Sayang, aku bawain semur ayam nih." Ucap Arisa ceria.

"Eh "

Arisa terdiam melihat suaminya sudah berbaring di kasur.

"Sayang?" Panggil Arisa pelan sembari memegang bahu suaminya.

"Iya?" Jawab Tris serak.

"Kenapa dengan suaramu, sayang?"

"Kamu sakit ya?" Tanya Arisa sembari meletakkan tanganya di jidat Tris.

"Gak panas."

"Apa sakit tenggorokan? Panas dalam?" Tanya Arisa beruntun.

"Kamu ngebangunin aku cuman buat nanyain itu? Ketus Tris.

"Oh enggak kok. Ini aku bawain semur ayam. Makan dulu yuk!" Bujuk Arisa.

"Gak." Tolak Tris

"Ini semur ayam loh. Favorit kamu sayang." Bujuk Arisa lagi sembari memperlihatkan isi nampan yang dibawanya.

"Gak lapar." Tolak Tris ketus.

"Masa sih? Ini sudah dipanasin loh, pasti lebih...."

Prang.

Pecah. Semua makanan yang dibawa Arisa terbuang sia-sia. Masakan yang ia masak sepenuh hati ludes terbuang karena di dorong Tris.

"Sayang?" Tanya heran Arisa dengan mata berkaca-kaca.

"Aku sudah bilang gak lapar. Keluar sana!" Bentak Tris marah.

Arisa buru-buru keluar dengan menyembunyikan air matanya. Berlari menuju kamar tamu yang jarang dipakai. Menyandarkan tubuhnya dipojokan pintu dengan posisi melingkarkan kedua tangannya di bawah lulutnya. Arisa menangis sendirian. Arisa memang mudah menagis jika orang yang disayangi membentaknya atau memarahinya tanpa sebab yang jelas.

Rela menunggu suaminya sampai larut malam hanya untuk makan bersama. Namun nyatanya, penantian Arisa berbuah tangis. Tanpa ia sadari, Arisa belum makan sedikitpun karna mengkhawatirkan suaminya yang pulang telat.

"Hiks...hiks..., kenapa sakit sekali?" Tangis Arisa pecah.

"Hiks.., apa salahku?" Tanya Arisa ke dirinya sendiri.

"Kenapa dadaku...hiks... rasanya lebih sakit...hiks...dibanding luka dikakiku yang terkena pecahan mangkuk?" Tangis Arisa menjadi-jadi.

"Hiks..."

"Hiks..."

"Hiks..."

"Arisa."

"Arisa."

"ARISA ANITA ZAHRA!" Panggil Umi keras.

Ternyata Umi sudah lama memanggil-manggil Arisa yang melamun. Namun tidak direspon Arisa. Arisa terlalu tenggelam dengan kenangannya sampai-sampai tidak mengubris Uminya yang tepat berada di depan wajahnya.

"Tolong sadar Arisa, Umi mohon." Pinta Umi sembari menghapus air mata yang membasahi pipi Arisa.

"Hiks... Umi, maafkan Arisa!" Ucap Arisa yang baru sadar dari melamun.

"Umi...hiks, maafkan Arisa!" Pinta Arisa.

Grep.

Umi langsung memeluk Arisa yang menangis. Umi tidak tega melihat anak semata wayangnya yang tidak bisa move on atas apa yang terjadi. Sesekali Umi menyeka air matanya agar tidak terlihat anaknya.

"Iya, Umi maafin kok. Kamu gak salah apa-apa nak." Hibur Umi dengan menepuk pelan punggung Arisa.

"Umi tau, kamu sedih. Tapi jangan sampai kamu mendzolimi diri kamu sendiri nak. Adakalanya kita harus bangkit dari masa lalu. Buktikan kalau dirimu kuat, tegar dan sanggup melaluinya. Buktikan kepada dunia!" Hibur Umi.

"Mau kan? Hmm? Tanya Umi sembari memperhatikan Arisa yang ada diperlukannya.

Tuk.

"ARISA!" Teriak Umi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status