Tiin, tiiiin, tiiiin. Terdengar suara klakson begitu memekakan telinga
"Ini pasti Renata, menekan klakson seenaknya hanya agar kedatangannya diketahui olehku," gerutu Bianca sambil mengusap ujung matanya yang tergores saat memakai eyeliner tadi.
"Biiii … dimana kamu?" panggilnya.
"Kan, sudah kubilang, dia biang kerok dari tan-tin suara klakson itu," ucapnya bicara dengan gambarnya sendiri yang memantul dari cermin riasnya.
"Kebiasaan kamu ya, Ren, aku jadi kaget dan mataku ketusuk eyeliner, nih!" sungutnya.
"Ops … haha segitunya banget, Bi?" ucapnya tanpa dosa.
"Nih, ya, di komplek sini yang sering mencet klakson itu tukang jualan lele! Jadi, Elu! Sama aja kaya tukang lele, Ren!" gerutunya, kesal dengan kebiasaan Renata yang tak beradab itu.
"Gue lupa, Bi," sanggahnya.
Bianca hanya mendengus, malas berdebat lagi soal klakson dengan sahabatnya itu. Padahal sudah beberapa kali ia pesankan, agar jangan pencet-pencet klakson kalau ke rumahnya. Karena letak rumahnya dengan para tetangga, berdempetan tanpa jarak. Jadi saat ada yang mengklakson di rumahnya, maka hampir satu blok akan mendengar suaranya.
Sementara Renata malah anteng dengan ponselnya.
"Gimana?" tanya Bianca sambil menjatuhkan bokongnya disamping Renata.
"Nih … liat sendiri," sahutnya, menyodorkan gawai yang menyala ke arah Bianca.
Secepat kilat gadis itu menyambar ponsel yang di sodorkan oleh sahabatnya dan matanya seketika melotot.
"B*jing*n!?"
Mukanya mendadak panas rasanya, giginya pun bergemeletuk menahan kemarahan yang memuncak membaca screenshot chatting antara Doni dan Lia di ponsel milik sahabatnya.
Seandainya saja Renata mengizinkannya pada sore itu, untuk menghampiri Doni dan Lia, sudah habis di libasnya kedua manusia pengkhianat itu. Yang tanpa sengaja dilihat Bianca di sebuah cafe ternama di kota ini.
Mata Bianca semakin terbelalak saat menggeser satu persatu foto yang berada di ponsel Renata. Dan terkejut saat melihat beberapa foto Lia dan keluarganya.
"Gil*! Sungguh perempuan ini!" Bianca hanya mampu menahan nafas.
"Ren, bener-bener biadab ni perempuan," ucapnya lagi sambil melirik ke arah Renata yang hanya menggendikan bahunya.
"Aku menyadap WhatsAppnya Mas Doni, dan seperti yang kamu baca. Ternyata seperti itu kelakuannya selama ini." ucapnya sambil pandangan nya menerawang keluar. Ada luka yang mendalam di sorot matanya.
Lalu tiba-tiba Renata tergugu dan tangisnya pun pecah dihadapan sahabatnya. Ia tak lagi bisa menyembunyikan kesedihan dan luka batinnya.
Bianca merengkuh tubuh yang tengah bergetar hebat itu. "menangis 'lah, jangan kau tahan lagi … tumpahkan semua sesak didadamu," Lalu Renata menangis sesenggukan di pelukan Bianca.
Tangisan Renata begitu menyayat hati, pengkhianatan Doni berhasil menghancurkan perasaannya, bukan saja harga dirinya, kehormatannya juga nama baiknya akan hancur dalam sekali tepak saja. Mungkin dia khawatir akan jadi cemoohan orang banyak, karena tidak becus menjadi seorang istri sehingga suaminya mencari persinggahan yang lain. Karena perselingkuhan hanya terjadi jika di rumahnya tidak terasa nyaman. Begitulah pembelaan dari beberapa perusak rumah tangga orang.
"Maaf," cicitnya sambil menjauh dari pelukan Bianca, yang juga sembab karena menangis, hati Bianca tak kuasa menahan iba, saat mendengar tangisan Renata bagai anak kehilangan ibunya, pilu sekali.
"Gue gak nyangka, Doni sebajingan ini, Ren," ucapnya sambil lekat memandangi wajah Renata.
"Mungkin ini takdirku," lirih Renata.
"Aku sungguh tak habis pikir, apa yang dicari suamimu itu? Secara fisik, kamu jelas menang dan sangat jauh sekali kalau dibandingkan dengan wanita bogel itu, yang serba tertutup. Kamu jauh lebih cantik, dengan kelebihan body goals, meski perutmu buncit karena hamil anak b*jing*n itu! Namun tak mengurangi kecantikanmu," cerocos Bianca dengan kesal.
Renata hanya diam tak menyahuti apa yang Bianca ucapkan. Tatapannya kosong memandang ke arah dinding.
Secara finansial juga Renata sudah jelas. Pemilik butik yang menjual barang-barang branded juga barang impor. Butik Renata selalu ramai pengunjung, karena barang yang dijual tidak sama dengan butik lain. Maka tak ayal lagi seluruh sosialita seantero kota ini pasti mereka sudah pernah ke butiknya Renata. Barang yang dijual Renata adalah hasil belanjaan Bianca dari luar negri, jadi tidak ada istilah barang KW di butiknya.
Setiap ada jadwal terbang, Bianca pasti membelanjakan kebutuhan butiknya Renata, karena Renata juga bukan orang tidak tau diri, dia akan membayar sesuai harga beli dan membagi 40% dari keuntungan barang untuk setiap barang yang berhasil di jualnya.
Disini jelas, Bianca diuntungkan, selain bisa shopping sepuas hati juga bisa dapat untung. Karena barang yang ia beli bisa dijual kembali.
"Kamu sudah makan?" tanya Bianca memecah keheningan.
Renata hanya menggeleng dia menyandarkan punggung nya yang disandarkan di sopa dengan mata terpejam.
"Kamu cape banget kayaknya, hari ini kita di rumah saja ya, Ren," ucapnya sungguh ia prihatin dengan keadaan Renata saat ini.
Renata hanya mengangguk, sekujur tubuhnya terasa lemas, seolah tak bertulang. Mungkin shock dengan kenyataan yang diberikan Doni, lelaki yang dia cintai dengan segenap jiwa raganya kini berhasil menghancurkan impian yang dirangkainya sejak kecil.
Memiliki keluarga bahagia adalah impian Renata. Bahkan dulu Renata sangat selektif dalam memilih pasangan, bukan mencari yang ganteng atau mapan melainkan yang bisa memberinya perhatian, karena Renata anak yatim-piatu sejak usia dini. Renata tidak pernah merasakan bagaimana rasanya ke sekolah diantar ibunya.
Doni Wiguna adalah lelaki yang lembut dan manis itulah penilaian Renata sehingga dia menjatuhkan pilihan nya pada lelaki berbadan jangkung itu. Tak ada ragu saat Renata memutuskan untuk menikah dengannya, yang ada dalam pikirannya adalah indahnya cinta dalam rumah tangga.
———
Mata Doni nyalang menatap pigura bergambar dirinya dengan Renata saat kencan pertama di kota Bandung. Renata tersenyum malu saat ia menatap nya. Gambar itu, Renata yang membidik nya bagus dan penuh makna bahagia dari senyum kedua insan yang sedang di mabuk asmara.
Namun kini, ia telah mengkhianati istri tercintanya. Wanita yang dulu dikejarnya jauh-jauh dari Jakarta. Sampai mengalami pecah ban tengah malam di jalan tol. Doni tersenyum sendiri mengingat kilas balik bagaimana ia memperjuangkan Renata dulu. Meski Renata sudah ada di Jakarta waktu itu, tapi jika disinggung perihal pacar, ia selalu menjawab tidak akan pacaran, kecuali lelaki itu datang ke rumah keluarganya di Bandung untuk meminangnya terlebih dahulu.
Doni mengenal Renata saat Renata jadi nasabahnya di bank, tempat ia bekerja dulu. seorang perempuan cantik dengan body goals seperti Kim Kardashian. Ia terpesona pada pandangan pertama pada Renata.
Renata wanita kelahiran kota Bandung dan mengadu nasib di jakarta. Takdir mempertemukan mereka saat ia sudah setahun merantau dan membuka usahanya. Karena seringnya wanita itu ke Bank dimana Doni masih bekerja sebagai teller Bank. Sehingga Doni hapal jam berapa Renata akan datang untuk menyetor uangnya. Sampai pada akhirnya mereka mulai akrab dan saling jatuh cinta.
Namun kini entah mengapa Renata seperti membosankan baginya, hubungan dengan Renata dianggapnya datar tanpa konflik, karena Renata tipe perempuan yang tak banyak menuntut, apalagi Renata seorang pemilik butik. Tentunya tidak akan kekurangan uang, jika dibandingkan dengan gaji Doni yang hanya sebagai manager Bank, jauh sekali dengan pendapat butik milik Renata.
Ting ….
Lampu di ponselnya berkedip menandakan ada pesan masuk, dalam hitungan detik, Doni nyambar ponsel yang berada di belakangnya yang sedang di cas.
["Mas, Aku di luar sekarang.] pesan pemberitahuan dari Lia.
Seketika bibir lelaki itu tersenyum bahagia membaca pesan dari Lia. Ia dengan segera membalas pesan dari wanita berhijab lebar itu.
[Udah makan siang?]
[Belum, baru keluar kampus]
[Aku jemput sekarang?]
[Boleh, saya tunggu ditempat biasa]
Doni langsung menyambar kunci mobilnya dan keluar ruangan.
"San, saya keluar makan siang dulu," ucapnya pada Santi salah satu rekan kerjanya.
Setelah melaju dijalan raya, seketika kelebat bayangan Renata terbesit dalam pikirannya. Hingga ia mengerem mendadak lalu menepikan mobilnya ke pinggir. Setelah beberapa orang memakinya.
"Mau m*ti ya?"
"Masih belajar? jangan bawa mobil ke jalan raya donk."
"Resek kau!?"
"Sial*n!?"
Dan masih banyak lagi sumpah serapah dari pengemudi di belakangnya, banyak yang kaget karena Doni mengerem mendadak.
Lelaki itu menghembuskan nafasnya dengan kasar, saat mendengar umpatan demi umpatan yang dilontarkan pengemudi lainnya padanya.
Tapi rencana pertemuan dengan Lia mampu menetralkan emosinya seketika, Doni langsung tancap gas kembali menuju ke kampus tempat Lia menunggunya.
Lia tersenyum melihat mobil sedan hitam keluaran baru masuk ke area halaman kampusnya. Wanita berhijab panjang itu bergegas turun setelah menyemprotkan minyak wangi pada bajunya, dengan harapan agar Doni terkesan dengan harum aroma parfum yang dipakainya.Lia langsung masuk saat melihat mobilnya terparkir sempurna.Bruk … ia menutup pintu mobil."Apa Kabar?" sapanya."Alhamdulillah baik, apa kabar juga kamu, Mas?" sahutnya balik bertanya, sambil tersenyum manis.Semenjak mengenal Doni saat pencairan dana BOS. Hidupnya terasa menjadi lebih berwarna. Menurutnya Doni orangnya lucu dan baik, berkat bantuannya pula semua permasalahannya seketika menjadi mudah.Awalnya mereka hanya membahas pekerjaan via WhatsApp. Hingga awal bulan lalu, untuk pertama kalinya, Doni mengajak makan siang bareng pada Lia. Dari situ Lia mulai terbiasa dan merasa nyaman serta dam
Doni menggeliat dari tidurnya, pundaknya terasa ngilu karena semalam dia tidur di sofa ruang kerjanya. Dia meraih ponselnya, ada tanda pesan masuk tertera dilayarnya.[Saya diluar pagi ini, Mas Doni mau kemana]Pesan pemberitahuan dari Lia.Doni termenung sejenak. Alasan apa yang akan diberikannya pada Renata agar bisa keluar, karena hari ini hari minggu. Dia mengabaikan pesan dari Lia dan bergegas ke kamar untuk mandi lalu turun sarapan. Sepertinya Renata sudah dibawah, Doni mendengar suaranya, berbicara dengan Bik Sumi.Tak perlu waktu yang lama untuk mandi, kini Doni sudah rapi dengan baju santainya celana pendek hitam dan kaos oblong putih, terlihat sangat gagah dan akan membuat siapapun terpesona melihatnya.Doni menuruni anak tangga dan menuju ruang makan, disana terlihat Renata sedang terduduk sendiri mengaduk susu nya.
Satu jam berlalu Doni masih terduduk di ruang tunggu IGD. Dia nampak gelisah memikirkan Renata didalam sana.Tiba-tiba ponselnya berkedip dan lagi nama Lia terpampang di layarnya. Dengan kasar Doni mengusap tanda gagang telepon dan menempelkannya ketelinganya."Assalamualaikum," ucap suara di seberang sana yang terasa bagaikan siraman es di tengah panas terik matahari, sangat menyejukkan."Waalaikumsalam," jawab Doni agak gugup."Mas," panggil Lia begitu merdu di pendengaran Doni."Iya, Li," sahut Doni. "Ada apa?" tanyanya"Emh … a—aku kangen," tutur Lia terbata."Apa?!" Doni terlonjak kaget."Maaf," cicit Lia dan langsung mematikan teleponnya.Jantungnya terasa copot kaget dengan reflek dia bilang kangen pada Doni, setelah Doni tadi menyatakan pertemuan mereka batal karena Doni
Renata merebahkan tubuhnya diatas ranjang ukuran King size dalam kamar bernuansa putih itu. Jarinya lincah mengetik sesuatu di aplikasi hijau diponselnya.[Bi, dimana?][Di rumah! Kenapa?][Kangeeen][Kenapa?][Ada apa?]Belum sempet Renata membalas pesan Bianca, di layar ponselnya terpampang wajah sahabatnya yang menelpon via WhatsApp. Langsung saja dia mengusap tanda hijaunya."Ada apa, Ren?" tanya Bianca tanpa basa-basi Setelah melihat jelas wajah sahabatnya."Kangeeen," jawab
Bianca sungguh geram sekali pada Doni. entah dimana pikirannya. Bermain hati dengan keadaan istrinya yang sedang hamil besar. Emosinya memuncak. Ingin sekali ia menghajar Doni hingga lelaki babak belur. Renata sangat terpukul setelah dia mengetahui saat ia terbaring di IGD pun, Doni masih menerima panggilan masuk dari pelakor syar'i itu. "Ren." Renata tak menyahut, hanya melihat ke wajah Bianca. "Kapan kamu akan bongkar perselingkuhan suami tercintamu itu?" "Aku belum tau, Bi." "Aku gak mau ya, Ren, melihat kamu terus begini!" "Lalu?" "Entahlah, aku sendiri bingung." "Apa aku bongkar saja sekarang?" "Jangan! Gak seru." "Kita grebek aja pas Doni ketemuan, gimana?" Seru Bianca sambil nyengir menampilkan deretan behel barunya. "Nanti ada yang rekam, lalu viral, Bi?" "Itu memang maksudku, Re — na — ta!" Bianca gemas sekali dengan lemotnya pikiran sahabatnya itu. justru ia ingin mereka viral. Membiarkan hukum netizen yang berlak
Sepeninggal Bianca aku masih pada posisi yang sama, memeluk diri sendiri. Memeluk perihnya hati yang tiada terkira, memeluk luka yang semakin menganga. Ingin ku enyahkan segala rasa, ingin kucampakan semua duka, tapi aku tak bisa. Aku kehilangan arah saat semuanya tak lagi berlaku. Aku tak boleh kalah! Aku tak boleh egois. Bagaimana nasib anakku yang akan lahir ini? Haruskah aku mengakhiri ini semua? Kepalaku rasanya mau pecah memikirkan semua ini. Apakah aku yang salah? Hingga Suamiku punya wanita idaman lain di luar rumah? Apakah kurangku? Dan masih banyak lagi apakah-apakah lainnya. Sungguh tega dirimu Mas! Kau hancurkan aku hingga porak-poranda tak bersisa. Kini aku tak mau menangis lagi. Aku hanya punya dua pilihan, terus bersama suami yang pengkhianat demi bayiku atau aku harus menyelesaikan nya dengan perceraian? Akh, aku butuh Bianca lagi, padahal dia baru saja pulang dua jam lalu. Aku bangkit, lalu mencuci mukaku yang mengenaskan akibat tak terse
Renata tengah mematut dirinya di depan cermin. Dia bermaksud untuk pergi ke butik miliknya, sudah seminggu ini dia tidak tahu bagaimana kabar butiknya itu. Masalahnya dengan Doni membuat dunianya beku dalam segala hal. Renata tersenyum sendiri melihat pantulan dirinya sendiri, cantik, tinggi, putih, namun tidak lantas membuat lelakinya setia. Hidup macam apa ini pikirnya. "Astaghfirullah," Renata mengucapkan istighfar saat sadar, dia seolah meragukan takdir sang pemilik alam. Doni keluar dari kamar mandi, diapun akan bersiap untuk pergi kekantor "Mau kemana?" tanyanya saat melihat istri cantiknya telah berdandan rapi. "Ke butik." "Oh." Doni berlalu dan bersiap untuk pergi kekantor, dia mengenakan celana panjang navy, kemeja putih dan jas warna senada dengan celananya. Tampan dan gagah, ucapan yang akan dilontarkan siapa saja yang melihat penampilannya. Karena memang Doni dan Renata itu pasangan yang sangat serasi dalam hal perawakan dan penampilan. Siapa
"Memang aku kurangnya apa, Mas?" lirih Lia sambil terisak. Hatinya sungguh terluka dengan unggahan status Ahmad di F******k, siang itu. Seperti biasa Ahmad selalu membuat status tentang poligami yang selalu diamini oleh teman-temannya.Selain kecewa dan terluka, Lia merasa dirinya dipermalukan sampai titik terendah. Bagaimana tidak! Bahkan usia pernikahan nya pun belum genap 5 tahun."Jawab aku, Mas!" ucap Lia dengan gemas. Ketika melihat suaminya malah diam membisu."Jika, Mas, sudah tidak mencintai saya, kembalikan saya pada Abah. Jangan permalukan saya seperti ini!" sungut Lia penuh emosi.Sementara Ahmad malah diam membisu, sebenarnya dia hanya iseng saja update status seperti itu, hanya untuk bercanda dan meramaikan beranda F******k nya. Tapi Lia, malah menanggapinya lain, dan ini bukan kali pertama ia update status tentang poligami. Tapi hari ini, entah kerasukan apa istrinya itu, hingga perihal status saja dia ngamuk seperti ini. Jadi males ada di rumah. Pikir