Setelah membereskan pecahan-pecahan gerabah itu, dia masuk kembali ke pavilion.Hatinya masih sakit saat dia terusir dari kamarnya sendiri, sekarang malah ditambah dengan pecahnya pernak-pernik yang dia beli.Tapi ia tak mau larut dalam kesedihan dan menghibur diri dengan mengeksplorasi interiornya.Tak lama setelah dia beres-beres, suaminya yang dua hari tidak pulang, muncul dari balik pintu.“Wah, baru berapa hari aku tidak pulang… kamu sudah menyulap pavilion kecil ini jadi tempat yang nyaman, Aliesha…” Noah memuji dan memberinya sebuah pelukan.Awalnya Aliesha masih risih dengan skinship yang sering dilakukan oleh Noah, akan tetapi lama kelamaan dia terbiasa.Dia ingat pesan salah satu bawahannya dulu, kalau lelaki memang tak jauh-jauh dari urusan itu isi otaknya.“Terima kasih…”“Dan asal kamu tahu, aku paling suka bagian tempat tidurnya. Kamu memberikan sebuah sentuhan warna biru tua yang aku sukai. Itu warna favoritku.”Aliesha semakin merasa melayang ke langit dengan segenap pu
Siapa sangka kalau seorang anak tiri keluarga Martin akan mendapatkan kesempatan untuk menikah secara mewah, sementara anak kandungnya hanya menikah sederhana saja? Noah memandangi dekorasi pernikahan Aurelia sambil sesekali mengecek jika ada yang kurang. Dalam hati, dia merasa kasihan pada istrinya. Meski mereka hanya menikah dalam waktu singkat saja nantinya. “Noah, tolong itu masukkan gulungan kabel yang tadi ke kotak ini.” Perintah salah satu pegawai rumah yang ikut mendekor halaman belakang. Kolam renang besar dan sekelilingnya kini sudah disulap menjadi area untuk wedding party Nona Aurelia, wanita yang paling berbahagia saat ini. “Baik, aku akan pindahkan. Lalu, bagaimana dengan bunga-bunga di depan yang baru diturunkan?” tanya Noah sambil menggulung kabel. “Itu akan jadi urusanku nanti. Kamu bereskan kabel dulu.” Semua orang sibuk dan tak punya banyak waktu. Aurelia bahkan berkali-kali memprotes pihak perancang
“Ada apa, Ma?” Aurelia bertanya pada sang mama yang berubah ekspresinya. “Tidak, itu di belakang kita lagi pada bergosip murahan…” ungkap mamanya. “Pada sirik soalnya kamu bisa menikahi Anthony.” “Biarkan saja, Ma. Aku sudah siap dengan konsekuensi apapun. Bagiku cinta Anthony adalah segalanya. Apalagi dia mau bertanggung jawab pada janinku ini.” Ungkap Aurelia yang masih bahagia layaknya putri raja semalam. “Betul, my baby. Kita harus bersyukur Anthony adalah gentleman yang mau bertanggung jawab.” Mamanya mengelus-elus perut anaknya. Setelah akad nikah selesai, dilanjutkan dengan resepsi yang akan digelar sebentar lagi. Para pelayan nampak sibuk dibantu dengan tim WO yang sejak tadi mengecek untuk memastikan tidak ada kendala teknis apapun. “Noah, kamu sudah memastikan listrik dan semuanya aman?” tanya seorang dari tim. “Sudah, Mas. Saya sudah cek dan pastikan listrik aman sampai nanti malam. Kalaupun ada pemadaman, genset kit
“Aku bisa jelaskan, Honey…” Tangan Soraya, ibu tiri Aliesha, memegangi tangan suaminya yang tampak tegang dan kaku. Dia murka setelah melihat tayangan adegan syur istri dengan mantan calon menantunya. “Itu tidak sengaja, aku dipaksa oleh Eros untuk melayaninya… huhuhu…” dengan air mata buaya, Soraya meyakinkan suaminya. “Aku tidak bisa melawan. Aku dipaksa jika tidak mau memenuhi keinginannya.” Suaminya tak menggubris sementara di luar para tamu undangan satu per satu pulang berpamitan. Beberapa di antaranya tampak terkejut dan ada yang senang karena ini akan menjadi bahan gunjingan di momen arisan sosialita. Gelegar suara suaminya bertitah, “Aku tak mau tahu. Kamu cepat kemasi barangmu dan angkat kaki dari sini…” “Sayang… aku bisa jelaskan. Aku melakukan ini semuanya demi Aliesha.” Alasan terakhir yang dia gunakan adalah anak tirinya. Dia tahu, meski Martin sangat menyayangi dirinya, namun di hatinya ma
“Bukti apa?” Aliesha tentu ingin tahu pada bukti yang dimaksudkan oleh Noah. “Ya, bukti rekaman utuh videonya. Asal kamu tahu, ibu tirimu itu adalah ular berbisa yang tidak bisa dipercaya…” Noah memacu mobilnya hingga mereka telah keluar dari perbatasan kota. “Noah, jangan asal bicara. Dia memang jahat, tapi bisa jadi yang dia katakan itu adalah benar!” Aliesha tak ingin menuduh yang bukan-bukan. Setidaknya, ini menyangkut tentang dirinya juga. “Kamu terlalu naïve dan mudah dibohongi. Kamu tahu? Itu sebabnya kamu selama ini diperdaya oleh keluargamu sendiri…” Kalimat yang diucapkan suaminya itu terdengar sangat menyakitkan. Betapa seseorang yang beberapa minggu lalu masih berstatus sebagai sopir dan menurut padanya, kini berubah menjadi suami dan seseorang yang keras serta dictator. “Terserah apa yang kamu nilai tentangku, yang jelas aku tak akan percaya ucapanmu sebelum aku tahu buktinya.” Ser
Mata Aliesha terbuka sedikit. Dia mengerjap meski masih dalam keadaan lemah. Setelah berbaring beberapa saat, Aliesha tersadar. Kepalanya terasa berat dan pusing. “Nona?” Tangan kanannya memegang pelipis dan keningnya sendiri. Terasa sakit sekali. “Nona, minumlah teh hangat ini. Ini manis.” Noah memberikan secangkir teh itu untuk istrinya. “Ah, ya. Terima kasih…” Aliesha menyeruputnya perlahan. “Bagaimana aku bisa masuk ke kamar?” Seingatnya terakhir kali tersadar, dia masih ada di lobby setelah Noah mendapatkan kunci. “Aku menggendongmu ke sini.” Jawab Noah pelan. Aliesha tak percaya. “Kamu yang menggendongku?” Noah mengedikkan bahunya, “Siapa lagi?!” “Noah, ayah…” “Ssst… tenanglah. Kamu jangan membebani dirimu dengan pikiran-pikiran semacam itu..” ucapnya menenangkan. Aliesha memang mudah gelisah dan terbawa pikiran. “Ini menyangkut keluargaku
“Celine?” Eros mengangguk. “Bagaimana bisa wanita yang masih muda dan cantik mau dengan kamu!!!” protes Soraya. “Aku curiga!” “Soraya, kamu itu lucu. Lihat, kamu yang sudah mapan dan berkelas saja juga datang padaku. Kalian semuanya sama… butuh kemewahan dan kehangatan! Hahahahaahaha…” Soraya menganggap kalimat itu sama sekali tidak lucu. Dirinya merasa direndahkan. Tapi, sekarang tak ada lagi pilihan. Dia harus bisa merebut hati Eros atau jika gagal dia akan menjadi gelandangan yang homeless. “Eros, aku berbeda dengan dia. Aku adalah wanita yang loyal dan bisa mengurus lelaki…” “Soraya, jangan membuatku tertawa lagi. Buktinya sekarang kamu meninggalkan suamimu yang bangkrut.” Dia terkejut ketika Eros mengetahui beritanya. “Eros… aku…” “Sudahlah. Ayo ikut aku ke dalam. Kamu bisa menumpang tinggal di sini sampai kapanpun kamu mau. Di sini ada banyak kamar tamu yang bisa kamu pilih…” serunya. Seorang pembantu membawakan barang-barang Soraya masuk. “Mari, Nyonya…” Diapun menu
Jatuh. Itu yang kini dirasakan Aliesha. Rasanya dia sudah tak sanggup lagi menghadapi hidup sendiri. Malam harinya di rumah sakit, pembantunya benar-benar datang. “Non, bagaimana keadaannya sekarang?” Mata Aliesha tampak kosong. Tatapannya nanar dan entah ke mana. Hatinya terasa ngilu. “Non, ini kata dokter kita sudah boleh pulang. Biaya perawatan sudah dibayar sama Noah tadi. Dia menitipkan ini pada saya…” sang pembantu, Lastri, memberikan sebuah amplop cokelat tebal. Aliesha tak bergeming. Dia tak ingin lagi mendengar nama itu! Baginya semua orang sama saja. Hanya datang saat butuh dan saat bosan, satu demi satu orang akan pergi dari kehidupannya. “Kalau Bi Lastri mau pergi, sekarang saja. Tidak usah nunggu besok. Keluarga saya sudah bangkrut.” Kata Aliesha sambil mencoba untuk duduk. “Nggak, Non. Saya ikut Tuan Martin sejak kecil. Bagi saya, ini adalah pengabdian.” Ucapnya tulus. “Mari, kita pulang. Sudah ada