Share

Bulan Madu

Penulis: Rohani Nuraeni
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-15 08:19:12

Tiga hari setelah pernikahan mereka, Mas Yusuf belum juga menghubungiku. Setiap hari bahkan setiap detik aku menunggu telepon darinya. Namun, tak kunjung ponselku berdering dan menampilkan namanya di layar. Aku selalu berprasangka baik padanya, mungkin ia masih harus menjalani serangkaian acara pernikahan yang digelar di berbagai tempat, mengingat Naura adalah orang penting di perusahaannya. Atau, memang Mas Yusuf sedang sibuk dengan tumpukan pekerjaan di kantornya setelah beberapa hari cuti menikah.

Sudah tiga hari pula, aku berangkat dan pulang dari tempatku mengajar seorang diri dengan mengendarai skutermatic-ku. Beruntung aku bisa mengendarai kendaraan roda dua itu, sehingga aku tidak perlu merepotkan orang lain untuk mengantar jemputku ke sekolah.

Adrian selalu menawariku tumpangan agar ikut bersamanya. Saat kebetulan ia lewat sekolahku atau pagi-pagi sekali ia sengaja datang ke rumah untuk menjemputku. Namun, aku menolak ajakannya karena merasa tidak enak terhadap pandangan para tetangga dan teman-temanku. Apalagi suamiku sedang tidak ada di rumah saat ini. Sebagai seorang istri, aku berkewajiban menjaga kehormatanku dan harta suamiku. 

Aku tidak ingin memberi peluang laki-laki lain mendekatiku, walau aku dan Adrian sudah berteman lama. Aku tahu Adrian tulus padaku dan tidak ingin sesuatu terjadi padaku di jalan. Tapi tetap saja, saat ini suamiku sedang tidak bersamaku.

Mas Yusuf sudah berpesan pada Bi Ira untuk menemaniku di rumah. Bi Ira adalah asisten rumah tangga yang membantu pekerjaan rumahku seperti mencuci dan menyetrika pakaian, tapi terkadang ia melakukan pekerjaan lain. Kalau memasak, masih bisa aku kerjakan sendiri, karena Mas Yusuf selalu ingin memakan masakanku. Biasanya Bi Ira bekerja dari pagi hingga sore saja. Namun, selama tidak ada Mas Yusuf di rumah, Bi Ira akan menginap di rumahku. Rumah mewah yang dibeli Mas Yusuf hasil kerja kerasnya sebelum kami menikah.

Di hari pernikahannya dengan Naura, sebelum berangkat ke hotel untuk melangsungkan pernikahan, Mas Yusuf berkata padaku bahwa ia akan segera pulang, tapi nyatanya hingga detik ini aku sendiri. Jangankan pulang, telpon saja tidak.  Aku mulai jengah dan merasakan kerinduan yang mendalam pada Mas Yusuf, suamiku. 

Apa dia juga merindukanku? Atau dia lupa dengan apa yang ia ucapkan padaku saat meminta ijin untuk menikah lagi? Berulang kali ia mengatakan bahwa ia hanya menunaikan amanahnya pada almarhum ayahnya dan ayah Naura. Bahkan ia berjanji tidak akan menyentuh Naura dan melakukan kewajibannya sebagai suami. Mas Yusuf meyakinkanku bahwa ia hanya milikku seorang dan akhirnya aku mengijinkannya menikah lagi.

Aku kesepian tanpa Mas Yusuf. Aku seperti ketergantungan padanya. Setiap malam aku menangis karena rindu padanya.

Aku duduk di sofa sambil memandangi foto pernikahanku dengan Mas Yusuf yang terpajang lebar di dinding ruang tamu. Senyumku dan senyumnya merekah seolah tidak pernah tahu bahwa hal seperti ini akan menghampiri rumah tangga kami.

"Non, mau makan? Sudah Bibi siapkan di meja makan. Dari pulang sekolah tadi, Non Dira belum makan." Suara Bi Ira menginterupsi lamunanku. Aku memang belum makan, dan sekarang sudah hampir sore.

"Nanti aja, Bi, saya belum laper," sahutku. Bagaimana aku bisa makan, sedangkan suamiku belum pulang?

"Baik, Non. Kalau begitu Bibi mau bersihkan halaman dulu, ya. Kalau Non Dira  butuh sesuatu, panggil bibi aja di belakang," ucap Bi Ira hendak ke belakang.

"Iya, Bi," jawabku singkat kemudian kembali berselancar dalam pikiran tentang Mas Yusuf sambil terus memandangi wajah tampannya dalam foto.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nadhira Putri binti Abdurrahman dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan perhiasan seberat 50 gram dibayar, tunai!" Mas Yusuf mengucap ijab kabul dengan lantang dan tegas sambil menjabat tangan ayahku. Walau kami duduk terpisah saat akad, tetapi aku masih bisa melihatnya dari kejauhan dan mendengar suaranya dengan jelas. 

"Bagaimana para saksi, sah?" tanya pak penghulu kepada para saksi.

"Sah!" seru para saksi dari pihakku dan pihak Mas Yusuf.

Doa pengantin pun dilafalkan pak penghulu untuk kami. Kami dengan khusyu mengaminkan.

Setelah ijab kabul, aku dituntun oleh bibiku untuk mendekat pada Mas Yusuf yang duduk berhadapan dengan ayahku dan pak penghulu di meja akad. Kucium tangannya dengan takzim dan ia pun membalas dengan mencium keningku. Seketika mataku terpejam merasakan hangat bibirnya di dahiku.

Ah, membayangkan kembali saat-saat pernikahan kami, membuat aku senyum-senyum sendiri. Kami sangat bahagia ketika itu, serasa dunia milik kami berdua.

Dering ponsel yang tergolek di meja, kembali mengajakku ke dunia nyata. Kulirik benda pipih itu dan terpampang nama suamiku di layar. MAS YUSUF. Seketika wajahku sumringah. Aku rindu mendengar suaranya. Buru-buru kuambil ponsel dan kugeser icon berwarna hijau untuk menjawab panggilan. 

"Assalamu'alaikum, Mas," sapaku bersemangat. Namun, seketika raut wajahku berubah saat bukan suara suamiku yang kudengar.

"Wa'alaikumsalam, Nad. Eh, maaf, ya, aku menghubungimu pakai handphone Mas Yusuf!" ucap seorang perempuan di seberang sana.

"Naura," ucapku pelan dan sangat kecewa.

"Nadhira, kamu kenapa? Apa aku mengganggumu? Kamu sedang sibuk ya?" tanyanya.

"Ya, aku sibuk memikirkan Mas Yusuf," kataku yang hanya bisa kuucapkan dalam hati.

"Halo, Nad!"

"Aah... tidak, aku tidak sibuk. Ada apa, Ra? Mas Yusuf baik-baik aja, kan?" tanyaku khawatir karena bukan Mas Yusuf yang menelpon. Aku cemas terjadi sesuatu pada Mas Yusuf.

"Dia baik." 

Hah... Aku lega mendengarnya.

"Syukurlah, Ra. Kalau dia baik-baik saja. O, ya, ada apa kamu menelponku?" 

"Aku cuma mau kasih kabar ke kamu, untuk satu Minggu ke depan, Mas Yusuf belum bisa pulang ke rumahmu, karena kami akan pergi bulan madu ke Bali. Kamu gak apa-apa, kan, Nad?" 

Mendengar itu, hatiku mendadak sakit, dadaku sesak, seperti ada ribuan belati menghujam di dadaku. Bulan madu? Haha... Bahkan Mas Yusuf belum pernah mengajakku untuk berbulan madu setelah tiga bulan pernikahan kami. Dia selalu sibuk dengan pekerjaannya dan aku maklum itu. Namun, dengan Naura, ia akan pergi berbulan madu selama satu minggu?

Aku mendesah pelan sambil memukul-mukul dadaku sendiri. Entahlah, Naura mendengar atau tidak. Tak terasa buliran bening jatuh perlahan di kedua pipiku.

"Hallo, Nad! Nadhira, kamu masih di situ, kan?" 

Aku terkesiap mendengar panggilan Naura. "Ah, ya, Naura, aku gak apa-apa. Tapi, apa aku bisa berbicara dengan Mas Yusuf? Sebentar saja!" pintaku dengan isak tangis yang kutahan.

"Wah, Mas Yusuf lagi tidur siang, aku gak berani membangunkannya. Karena dia sangat kelelahan. Kamu mau ngomong apa? Nanti aku sampaikan."

"Eh, gak jadi deh! Ya, udah selamat liburan ya. Salam aja sama Mas Yusuf. Oh, ya, jaga kesehatannya, Ra. Mas Yusuf gak boleh telat makan!" pintaku lagi sekaligus mengingatkan maduku sambil berusaha menahan tangis yang hampir meledak.

"Kamu tenang aja, Nad... Mas Yusuf, kan, sekarang suamiku juga. Pasti aku perhatikan waktu makannya. Kamu gak usah khawatir. Oke?! Ya, udah aku tutup ya, telponnya? Bye!"

Panggilan pun terputus. Kakiku mendadak lemas seperti tidak bertulang. Ponsel yang kupegang terlepas dari genggamanku seiring tubuhku yang melorot ke bawah dan tersungkur di atas lantai.

Braak.

Tangisku pun akhirnya pecah di ruangan itu.

.

.

.

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (7)
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
goblok kan kmu percaya z sm s Yusuf nmnya laki diibaratkn kucing klo disodorin ikan ya diembat.. mnding nyerah deh drpda kmu mkn ati terus
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mampus kau nyeet. itu suami yg mencintaimu. jgnkan menyusul mengasih kabar aja g. otak klu udah g berfungsi kayak kau itulah nyet. kasihan g diajak bulan madu. kau itu udah kayak sampah baginya tapi g nyadar
goodnovel comment avatar
Ananda Dea
Ini definisi bodoh dan tolol. Bloon dan bego. Baik harus tp bego dan bodoh jangan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Bersama   Salam Author

    Alhamdulillah... akhirnya rampung juga novel Suami Bersama. Terima kasih atas dukungan kakak-kakak yang sudah menyempatkan waktu dan membeli koin untuk membaca ceritaku sampai akhir. Semoga Allah menggantinya dengan rezeki yang lebih banyak lagi. Aamiin... Dukungan, vote, dan komen positif yang kalian berikan seperti penyemangat buatku. Sehingga aku semakin bersemangat untuk melanjutkan cerita. Mohon maaf bila dalam penulisan cerita ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Aku juga selalu menggantung cerita dan lama tidak menulis, karena pekerjaan di dunia nyata yang sangat banyak. Moga kalian suka dengan cerita yang aku suguhkan. Ambil yang baiknya dan buang yang jelek. Biar authornya gak dosa. Karena apa yang kita perbuat, akan dimintain pertanggungjawaban kelak. Semoga ada pelajaran berharga yang bisa diambil dari kisah ini. Sekali lagi terima kasih readers tercinta. Sampai jumpa di novelku berikutnya. Salam dan peluk jauh d

  • Suami Bersama   S2 Berdua Saja (Ending)

    Adrian sudah menyiapkan tiket pesawat untuk pergi berbulan madu bersama Nadhira. Turki adalah tujuan wisata yang dipilihnya karena Nadhira pernah berkata padanya bahwa ia ingin sekali pergi ke sana. Tidak hanya keindahan alamnya yang menjadi daya tarik para wisatawan untuk pergi ke sana, di negara itu juga banyak tempat bersejarah yang wajib untuk dikunjungi. Nadhira sangat suka mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Dan sekarang waktunya Adrian mewujudkan impian sang istri tercinta untuk pergi ke sana.Pagi ini mereka sudah bersiap pergi ke bandara. Nadhira tampak bersedih saat akan pamit pada ayah dan ibu mertuanya."Bu, titip Andra ya," ucap Nadhira sambil memeluk ibu mertuanya."Kamu tenang saja, Nak. Ibu dan Bapak akan menjaga anakmu dengan baik," balas Bu Widya, ibu mertuanya.Tak lama, Nadhira melerai pelukan lalu mengusap air matanya. Nadhira menangis karena inilah kali pertama ia akan meninggalkan Andra jauh. Namun, ia tidak khawatir l

  • Suami Bersama   S2 Pindahan

    Beberapa hari berlalu ....Setelah resmi menjadi istri Adrian dan berganti status sebagai nyonya Mahesa, Nadhira ikut bersama suaminya pindah ke Jakarta. Pagi-pagi sekali, ia menyiapkan barang-barangnya dan kebutuhan Andra ke koper. Setelah itu, ia pun pamit pada ayahnya."Ayah, aku pamit ya. Jaga diri Ayah baik-baik. Jaga kesehatan Ayah," ucap Nadhira dengan derai air mata. Dipeluknya sang ayah dengan erat. Rasanya berat sekali meninggalkan lelaki itu. Apalagi di usia Abah Abdur yang semakin senja. "Aku janji akan sering-sering ke sini menjenguk ayah," ucapnya lagi sambil terisak."Iya, Nak. Kamu tidak usah mengkhawatirkan ayah. Sekarang Ayah tenang, kamu udah ada yang jagain. Berbahagialah bersama suamimu di rumahmu yang baru. Ingat, jadilah istri yang baik untuk suamimu," sahut Abah Abdur. Lelaki itu tak kuasa menahan tangisnya.Anak perempuan satu-satunya yang ia miliki, harus ia relakan untuk laki-laki lain. Ia tidak bisa mencegah kepergian san

  • Suami Bersama   S2 Gagal

    Acara resepsi yang diadakan sejak siang hari hingga menjelang Maghrib telah selesai digelar. Keluarga Adrian pun sudah pulang dari rumah Nadhira. Hanya Adrian yang masih berada di rumah itu karena sekarang ia sudah resmi menjadi suami Nadhira. Pernikahan di kampung tidak seperti pernikahan di kota. Suasana hajatan di sini masih terlihat ramai, walau deretan acara telah selesai dilaksanakan dan hari mulai malam. Tamu masih saja berdatangan. Mereka baru menyempatkan diri datang untuk memenuhi undangan setelah pulang dari bekerja. Kerabat Nadhira yang datang dari jauh memilih menginap dan mereka akan pulang esok hari. Adrian maklum, karena memang saudara dari istrinya itu jarang sekali menyambangi rumah kediaman mertuanya. Mereka baru berkumpul di saat ada acara-acara khusus saja, seperti hari ini. *** Adrian tengah bersama saudara-saudara istrinya. Lelaki itu dikerumuni oleh adik-adik sepupu dan keponakan dari sang istri. Ia diajak bermain adu panco kar

  • Suami Bersama   S2 Sah

    "Saya terima nikah dan kawinnya Nadhira Putri binti Abdurrahman dengan Mas kawin ... " "Adrian...!" Kalimat Adrian terputus saat suara ibu memanggilnya. Suara sang ibu terdengar menggelegar hingga ke kamar mandi Adrian. Saat ini Adrian sedang berada di dalam kamar mandi. Ia berdiri di depan wastafel dengan menghadap cermin tengah menghapal bacaan ijab kabul yang akan ia ucapkan saat pernikahannya nanti. Lelaki itu belum bersiap juga. Ia masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya. "Aaah ... ibu mengganggu saja. Aku harus menghapal kalimat itu, supaya lancar nanti saat ijab kabul," keluhnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Adrian, cepat sedikit! Kamu lagi ngapain sih, di dalam, lama banget? Ini udah jam berapa? Nanti kita terlambat sampai di sana!" seru Bu Widya lagi dari depan pintu kamar Adrian. "Iya, Bu, sebentar lagi aku keluar!" sahut Adrian dengan sedikit berteriak agar sang i

  • Suami Bersama   S2 Ujian Berbuah Bahagia

    Adrian dan Nadhira sedang melakukan fitting baju pengantin di salah satu butik ternama di Jakarta. Sebuah gaun pengantin model kebaya berwarna putih dengan taburan payet, yang panjangnya menjuntai dan menutupi seluruh tubuhnya hingga kaki dan dipadukan dengan kain kebaya dengan motif yang mewah dan elegan, sangat pas di tubuh Nadhira yang sedikit berisi. Nadhira tampak cantik dalam balutan kebaya pengantin yang diserasikan dengan kerudung berwarna senada.Semua persiapan pernikahan lainnya sudah diurus oleh keluarga Adrian. Mulai dari dekorasi, catering, sampai undangan pernikahan. Pernikahan mereka akan digelar secara meriah dan dilaksanakan di rumah mempelai wanita.Sebenarnya, Nadhira ingin pernikahan yang sederhana saja yang hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat. Namun, Adrian menolak. Dan itu sempat membuat keduanya bertengkar.Mana mungkin Adrian memberikan yang sederhana saja untuk seorang wanita yang begitu spesial di hatinya. Bahkan sebuah cinc

  • Suami Bersama   S2 Lamaran

    Tiba di hari lamaran. Adrian bersama keluarganya sedang dalam perjalanan menuju rumah Nadhira untuk melakukan lamaran malam itu. Sejumlah barang seserahan seperti pakaian, alas kaki berupa sepatu dan sandal, tas branded, sampai perlengkapan make up sudah memenuhi kabin belakang mobil yang dikendarai Hadi. Padahal Nadhira tidak meminta semua itu. Namun, ini sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian masyarakat dalam acara lamaran. Selain itu, orang tua Adrian juga sudah menyiapkan barang berharga berupa seperangkat perhiasan emas untuk calon menantunya sebagai hadiah. Belum lagi sejumlah uang yang dipersiapkan Adrian untuk calon istrinya. Adrian yang duduk di kursi penumpang samping Hadi tampak gugup sambil memainkan ponselnya. Baru saja ia mengirim pesan pada Nadhira. Lelaki itu kemudian melihat ke arah kaca spion di depannya untuk mengecek penampilannya. "Gimana, Di, penampilan Masmu? Udah keren, kan?" tanyanya pada Hadi sambil merapikan tatanan rambutnya.

  • Suami Bersama   S2 Wanita Cerewet

    Hari itu juga Adrian pulang dari klinik. Nadhira tidak ikut mengantar Adrian ke rumahnya karena hari sudah hampir malam. Selain itu juga, ia harus segera pulang untuk memberi tahu Andra bahwa ayahnya baik-baik saja. Agar anak itu tidak khawatir. Sekarang mereka sedang berada di depan klinik. "Nadhira, kamu ikut kami saja pulangnya. Ini sudah malam," ajak Bu Widya saat mereka akan pulang. "Gak usah, Bu, terima kasih. Aku bawa motor," tolak Nadhira halus. Sebenarnya, ia merasa canggung dengan Bu Widya bila harus pulang bersama. Lagipula jarak klinik ke rumahnya tidak begitu jauh. "Beneran gak apa-apa?" tanya Bu Widya memastikan. "Gak apa-apa, Bu," jawab Nadhira sambil mengulas senyum. "Ya udah, ibu duluan ya," ucap Bu Widya kemudian masuk ke mobil. "Iya, Bu, hati-hati," sahut Nadhira. Ia masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya. Sikap wanita paruh baya itu berubah drastis terhadapnya. Lebih ramah dibanding saat

  • Suami Bersama   S2 Menikahlah Denganku

    Nadhira tersentak saat seseorang menghubunginya dan memberi tahu bahwa Adrian kecelakaan. Baru saja siang tadi, lelaki itu mengantarkan ia dan anaknya pulang dari rumah sakit lalu pergi lagi dengan tergesa-gesa. Dan tiba-tiba, ia mendapat kabar buruk bahwa lelaki itu kecelakaan. Dengan perasaan cemas, ia bergegas pergi ke klinik untuk mengecek keadaan Adrian. Karena orang yang meneleponnya memberi tahu bahwa Adrian ada di klinik dekat pertigaan kampung, tidak jauh tempat tinggalnya. Sebelumnya, ia pamit pada ayah juga anaknya. Mereka tidak kalah terkejut saat mendengar kabar buruk itu. Terutama Andra, anak kecil itu menangis saat mendengar ayahnya kecelakaan. Nadhira menenangkan Andra sebentar, sebelum akhirnya pergi ke klinik. Ia meminta agar Andra berdoa untuk ayah angkatnya. "Bunda mau lihat Ayah di klinik, kamu doakan Ayah Rian agar dia baik-baik saja ya, Nak," ucap Nadhira. "Iya, Bunda," sahut Andra terisak. Nadhira pe

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status