“Pagi, Bu Mawar!” Rama menyapa Mawar yang baru saja datang ke kantornya.
Mawar yang baru saja turun dari mobilnya dan mendapati sambutan kecil dari Rama pun langsung tersenyum dengan tatapan licik.
“Apa kamu ke sini untuk menerima tawaran yang saya berikan?” tanya Mawar.
“Ya, saya sudah mempertimbangkannya. Saya akan menerima tawaran itu, dengan beberapa syarat yang mungkin saya ajukan setelah ini. Apa Bu Mawar sendiri bersedia dengan beragam syarat dari saya?” tanya Rama.
“Selagi itu tidak memberatkan saya, maka saya tidak akan mempermasalahkannya. Asalkan kamu tetap mengikuti syarat yang sudah saya tentukan sebelumnya,” sahut Mawar. “Mari masuk dan bicarakan ini di dalam.”
Mawar berjalan lebih dulu memasuki kantornya, ia langsung mengajak Rama untuk pergi ke ruangannya.
“Saya tidak ingin basa-basi lagi, saya ingin langsung pada inti hubungan kita. Jika Ibu memang menginginkan saya untuk menjadi suami pura-pura, Ibu. Saya bersedia, tetapi berikan dulu uang sejumlah 50 juta untuk awal kerja sama ini, bisa?” Rama menatap Mawar dengan tatapan menantang.
“Tidak masalah, saya bisa memberikan kamu uang lebih dari itu, bahkan jika setiap bulannya kamu menginginkan uang sebanyak itu, saya akan tetap memberikannya. Saya memiliki banyak usaha di luar sana, kekayaan saya tidak terhitung, maka uang sebanyak itu sangat mudah untuk saya dapatkan,” jelas Mawar dengan wajah sombong.
“Kalau begitu berikan sekarang, saya membutuhkan uang itu,” ujar Rama.
“Iya, setelah kamu menandatangani kontrak ini.” Mawar mengeluarkan sebuah kertas perjanjian dari tasnya. “Saya sudah menuliskan aturan dalam pernikahan pura-pura ini. Jika ada yang ingin kamu tambahkan, tuliskan saja di bawahnya, saya akan menyetujui itu.”
Rama tersenyum, ia langsung mengambil sebuah pulpen dan menuliskan keinginannya di surat perjanjian tersebut.
“Satu syarat penting dalam pernikahan ini, jangan pernah kamu menyentuh saya dan saya tidak akan melakukan sesuatu yang bisa menggodamu. Saya akan mencoba untuk memahamimu, tetapi kamu pun harus bisa menahan dirimu,” jelas Mawar.
“Ya, saya juga tau akan batasan saya dalam hal tersebut. Saya akan berusaha untuk menahannya,” ucap Rama. “Tapi, Ibu juga harus memenuhi satu keinginan utama saya. Berikan saya salah satu perusahaan Ibu.”
Rama tersenyum licik dan memberikan kembali kertas tersebut ke hadapan Mawar.
“Maksud kamu apa? Kamu ingin membuat saya bangkrut? Kamu masih dalam proses pembelajaran, mana mungkin saya mempercayakan salah satu usaha saya padamu!” Mawar menatap Rama dengan tatapan marah.
Selama ini ia membangun seluruh usahanya dengan jerih payah. Ia membangun semuanya dengan tenaga dan kepintarannya sendiri. Tidak mungkin ia menyerahkan perusahaan yang sudah ia bangun dengan penuh usaha jatuh ke tangan orang yang belum bisa ia percayai.
“Saya sudah memberikan kamu uang yang banyak, kamu tidak perlu mengelola perusahaan saya. Cukup minta saja uang dari saya dan saya akan memberikannya,” ujar Mawar.
Rama tertawa mendengar hal itu, setelahnya ia menatap Mawar dengan tatapan licik.
“Keluarga Ibu akan menganggap saya sebagai suami Ibu yang sesungguhnya. Apa Ibu tidak malu jika mereka mengetahui saya hanya seorang mahasiswa yang tidak bekerja? Ibu tidak ingin membuat keluarga Ibu malu, kan? Maka berikan saya salah satu perusahaan Ibu agar saya bisa berpura-pura sebagai pengusaha yang membantu Ibu menitihkan karir Ibu,” jelas Rama.
Mawar berpikir sejenak. Benar juga apa yang dikatakan oleh Rama. Ia tidak mau menanggung malu atau sindiran apa pun tentang diri dan keluarganya.
“Saya tetap tidak bisa mempercayai kamu,” ucap Mawar.
“Kalau begitu, izinkan saya juga melanggar syarat utama yang Ibu berikan. Pilihannya ada di tangan Ibu, mau memberikan salah satu perusahaan Ibu atau memberikan tubuh Ibu?” Rama tersenyum sinis.
Mawar menarik napas panjang. Ia sangat tidak percaya Rama memiliki sifat seperti ini. Jelas ini sangat mengganggunya pikirannya. Namun, ia pun harus tetap mengambil keputusan.
“Baik, saya akan penuhi syarat kamu. Jadi, mari lanjutkan kerja sama ini,” ucap Mawar.
Rama langsung tersenyum mendengar hal itu. Akhirnya ia mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini.
“Saya sudah meminta teman saya untuk membuatkan buku nikah palsu untuk kita berdua. Sekarang yang harus kita lakukan adalah saling mengenal. Kita harus terlihat seperti pasangan harmonis di depan keluarga saya nanti,” jelas Mawar.
“Iya, saya akan mengikuti semua yang Ibu perintahkan saat ini,” ucap Rama.
“Pertama, jangan panggil saya dengan sebutan Ibu. Panggil nama saya, Mawar. Jika di depan keluarga saya nanti, gunakan panggilan sayang. Kita juga harus membiasakan untuk menggunakan sapaan aku dan kamu, tidak lagi bahasa formal,” jelas Mawar.
“Oke, kita coba,” sahut Rama. “Sekarang ke mana kita akan pergi?”
“Sarah dalam perjalanan ke sini, dia membawa anakku. Kamu harus dekat dengan anakku agar tidak ada yang curiga kalau dia bukan anak kandungmu,” ucap Mawar.
“Izinkan aku bertanya dulu, sebenarnya siapa ayah dari anakmu itu? Ke mana dia? Kenapa kamu harus mencari suami pura-pura seperti ini?” tanya Rama.
“Franderen Aliano, seorang CEO dari perusahaan terkenal. Dia sudah mengingkari janjinya dan lari dari tanggung jawabnya. Dia adalah laki-laki terburuk yang pernah aku kenal. Aku sudah tidak tau lagi di mana dia, aku sudah tidak peduli. Hanya ada satu orang yang aku pedulikan saat ini, yaitu Dio, putraku sendiri,” jelas Mawar.
Rama terdiam mendengar hal itu. Beberapa saat setelahnya ia mengangguk, mengerti akan apa yang terjadi pada masa lalu Mawar.
“Jika dia kembali lagi dan ingin bertanggung jawab atas anakmu, apa kamu mau menerimanya lagi?” tanya Rama.
“Kebencian sudah mengakar dan aku tidak akan mau menerimanya lagi,” jawab Mawar. “Kenapa kamu bertanya seperti itu? Apa kamu mengenalnya?”
“Aku tidak mengenalnya, tetapi dari namanya aku bisa mengetahui jika dia bukanlah orang baik dan ada baiknya juga kamu dan anakmu tidak masuk dalam kehidupan buruknya,” jelas Rama.
“Kamu peramal?” Mawar menatap Rama dengan tatapan menyelidik.
Rama hanya terdiam dan menerima tatapan menyelidik itu dari Mawar. Beberapa detik mereka seperti itu sampai suara tangisan bayi terdengar memasuki ruangan tersebut.
“Dio menangis sejak tadi, jadi aku bawa ke sini.” Sarah datang seraya membawa Dio.
Mawar dengan sigap langsung menghampiri Sarah dan mengambil alih putranya dari gendongan Sarah.
Rama ikut mendekat ke arah Sarah dan memperhatikan bayi yang ada di gendongan Mawar saat itu.
Rama tersenyum pada Dio yang sedang menangis, saat mata mereka saling bertatapan, Dio berhenti menangis dan menatap Rama dengan tatapan penasaran.
Mawar yang melihat tatapan antara Rama dan Dio pun merasa bingung. Ia menyerahkan Dio pada Rama, ia merasa ada rasa nyaman antara Dio dan Rama.
“Tanpa aku perkenalkan kalian ternyata kalian sudah bisa dekat, bagus. Ini membantu proses drama kita,” ujar Mawar.
“Aku juga mau menyampaikan satu berita, di rumah tadi keluarga kamu sudah sampe,” ucap Sarah.
Seketika Mawar membelalakan matanya. Ia belum melakukan persiapan apa-apa, semuanya terlalu cepat.
“Mereka baru saja sampai saat aku sudah siap pergi bersama Dio tadi. Mungkin sebentar lagi mereka akan minta kamu pulang, jadi sebelum itu kalian harus mempersiapkan segalanya dengan baik. Ingat, minimal satu bulan kalian dalam kontrak pernikahan palsu ini, kalian harus meyakinkan mereka,” jelas Sarah.
“Karena drama ini akan segera dimulai, sebaiknya kamu segera berikan yang aku minta agar semuanya bisa berjalan dengan lancar. Semakin aku mendapatkan keinginanku, maka semakin baik pula kerja sama kita,” gumam Rama.
“Sial, kamu memang pandai memanfaatkan kesempatan!” kesal Mawar.
Sore ini Rama dan Reynald sudah kembali ke apartemen mereka setelah melewati hari panjang dan penuh dengan penyelesaiaan masalah ini.Mereka berdua langsung duduk di ruang tengah untuk bersantai sejenak dan mengistirahatkan tubuhnya.Saat mereka sedang duduk bersama di sana, Rama bergeser ke sebelah Reynald dan memeluknya dengan erat.“Pah, terima kasih atas segalanya,” ujar Rama.Reynald yang mendapati hal itu pun langsung menatap putranya dengan tatapan bingung.“Selama ini Papah selalu sabar menghadapiku, Papah tidak pernah marah kepadaku, meski perlakuanku kepada Papah sangatlah tidak pantas. Papah tetap berjuang untuk hubungan kita, Papah tidak pernah menyerah menghadapiku. Bahkan, di saat aku berlaku kasar kepada Papah dan menyakiti Papah dalam keadaan tidak sadar, Papah menerimanya dan malah menyayangiku lebih dari sebelumnya,” jelas Rama.“Kamu anak Papah, sudah sepatutnya Papah menyayangimu. Kamu tidak pernah menyakiti Papah,” ucap Reynald.Rama mendongak dan tersenyum kepada
Saat ini Rama dan Reynald sudah berkumpul dengan beberapa klien yang bekerja sama dengan perusahaannya. Mereka semua melakukan rapat tertutup di kantor mereka agar tidak ada orang yang tidak diizinkan masuk ikut dalam rapat tersebut.“Terima kasih karena Bapak-Bapak semua sudah berkumpul dan menyempatkan waktu untuk hadir dalam rapat kali ini. Sebelumnya saya meminta maaf karena mengundang kalian secara dadakan pada rapat kali, sebab ada beberapa hal penting yang harus kita bicarakan,” ujar Reynald langsung membuka pembicaraan.“Pak Reynald tidak akan mengadakan rapat dadakan seperti ini jika keadaannya tidak begitu genting. Untuk itu, Bapak bisa langsung jelaskan saja apa yang sebenarnya terjadi?” Salah satu kliennya menatap penuh tanya.Saat ini semua orang di ruangan itu memasang wajah penasaran dan penuh ketegangan. Pasalnya, rapat tersebut tidak akan diadakan tanpa keadaan mendesak.“Ada berita buruk dari perusahaan kami, salah pimpinan di perusahaan kami, Fran telah melakukan su
Saat ini Rama dan Mawar sedang dalam perjalanan menuju Bandung. Sebentar lagi mereka akan masuk tol untuk pergi keluar kota dan menuju Bandung.Selama perjalanan itu Rama hanya diam dengan tatapan kosong ke depan, sedangkan Mawar fokus menyetir mobil tersebut.Beberapa saat setelahnya tiba-tiba Rama memegang tangan Mawar. “Kita putar balik.”Mawar yang mendengar hal itu tentu langsung menoleh dan menatap Rama dengan tatapan bingung.“Ada masalah apa?” tanya Mawar.“Ada hal yang harus kita selesaikan,” jawab Rama.Mawar yang masih tidak mengerti dengan ucapan Rama pun mengerutkan keningnya dan menatap Rama dengan tatapan bingung.“Di depan kita putar balik saja!” suruh Rama.Mawar yang masih dalam keadaan bingung hanya bisa mengangguk. Ia masih melajukan mobilnya dan saat bertemu dengan tempat putar balik, ia langsung memutar balikan mobilnya dan melajukan kembali mobil tersebut ke arah apartemen tempat Rama tinggal.Saat ini yang bisa Mawar lakukan hanya mengikuti perintah Rama. Ia ti
“Om! Rama ingin tetap pergi untuk menenangkan diri, tetapi Om tenang saja karena aku akan pergi bersama dengannya. Rama sudah berjanji denganku kalau dia mau pergi denganku dan dia akan kembali nantinya jika dia sudah lebih baik,” ujar Mawar.Reynald yang mendapatkan berita baik itu pun langsung tersenyum senang. Akhirnya ada cara untuk membuat putranya kembali memiliki keinginan untuk bertahan.“Om ada sebuah vila di Bandung, kalian bisa pergi ke sana untuk menenangkan diri. Vila itu terletak di desa, jadi suasananya akan jauh lebih tenang dan segar untuk kalian menjernihkan pikiran,” sahut Reynald.“Baiklah, Om. Aku akan membawa Rama ke sana, mungkin aku perlu waktu beberapa hari untuk menenangkan Rama di sana dan nantinya kami akan kembali dan melanjutkan rencana yang sudah kita buat sebelumnya,” ucap Mawar.“Tolong jaga Rama, saat ini hanya kamu yang bisa dekat dan berbicara baik-baik kepadanya. Jadi, bantu Om untuk membuatnya memiliki ambisi untuk hidup dan membuatnya kembali sep
“Rama! Kamu sudah bangun?” Wulan mengetuk-ngetuk pintu kamar Rama.Tidak ada jawaban dari dalam kamar tersebut, sehingga Wulan langsung langsung saja masuk ke dalam kamar tersebut.Wulan masuk ke kamar tersebut dan langsung melihat Rama yang sudah menggunakan pakaian rapi dan membawa tas juga kopernya.“Rama kamu mau ke mana?” Wulan menghampirinya dengan tatapan khawatir.Rama hanya diam, tidak ingin menjawab pertanyaan tersebut. Ia hanya fokus membereskan barang-barangnya yang masih tersisa di meja kamar tersebut.“Rama, kamu yakin mau pergi? Kamu yakin mau meninggalkan keluargamu ini?” tanya Wulan.Rama masih tidak menjawab, sehingga Wulan langsung memegang tangan Rama dan menahan dirinya untuk berhenti membereskan barang-barang tersebut.“Rama, Tante sudah bilang jika kita harus membicarakan hal ini dulu, kamu tidak boleh langsung pergi seperti ini. Kamu akan membuat papahmu dan semua orang yang dekat denganmu khawatir jika kamu pergi seperti ini,” ujar Wulan.“Aku baik-baik saja,
“Wulan, bagaimana keadaan Rama setelah kamu lakukan pemeriksaan tadi?” tanya Reynald. “Keadaannya cukup parah, sama seperti keadaannya satu tahun lalu,” jawab Wulan. “Tapi, aku menemukan fakta bahwa dia masih memiliki kelemahan untuk kita gunakan agar dia tidak membahayakan dirinya sendiri.”Reynald yang mendengar hal itu langsung menatap Wulan dengan tatapan bertanya. Ia sangat penasaran dengan kelemahan Rama itu.“Dia masih memikirkan kalian, saat aku membahas tentang bagaimana kalian ketika dia pergi, dia terdiam, seolah berpikir mengenai apa yang aku tanyakan. Semua itu menunjukkan bahwa dia masih peduli kepada kalian dan ini kesempatan kita untuk tetap mempertahankannya,” jelas Wulan.“Selanjutnya, langkah apa yang harus aku ambil untuk menangani masalah ini?” tanya Reynald.“Saat ini kita bisa menahan Rama dengan cara kalian yang kembali bergantung kepadanya. Semakin dia merasa dibutuhkan, maka ada kemungkinan dia akan bertahan dan kembali seperti semula,” jelas Wulan. “Yang pa