Share

Drama Dimulai

Suasana dalam mobil Mawar kini terasa menegangkan. Di sebelahnya Rama menyetir dan Mawar duduk seraya menggendong Dio. Pikirannya dipenuhi dengan apa yang akan ia lakukan bersama Rama di depan keluarganya nanti.

“Bocah! Kamu harus terlihat dewasa di depan orang tuaku nanti, agar mereka tidak curiga kalau usiamu di bawahku,” ujar Mawar.

“Saat di depan mereka aku akan berperan sebagai suamimu, jadi kamu tenang saja, kedewasaan dan kewibawaanku akan tertampak,” sahut Rama.

Mawar mendengkus dan menatap Rama dengan tatapan sinis. “Aku kira selama ini kamu orang yang pendiam, nyatanya kamu banyak tingkah seperti ini.”

“Sikapku tergantung apa yang kamu berikan. Sekarang kamu sudah memberikan apa yang aku inginkan, jadi aku akan bersikap baik dan ramah seperti ini,” jawab Rama.

“Ramah? Kamu kira ini ramah? Kamu hanya bocah yang banyak bercanda,” sinis Mawar.

Rama hanya tersenyum tipis. Saat itu mereka sudah sampai di depan rumah Mawar.

Mata Rama langsung memperhatikan seluruh bagian rumah tersebut. Ia akan tinggal di rumah besar itu. Akhirnya ia kembali.

Di depan rumah itu ada beberapa orang laki-laki yang merupakan keluarga Mawar.

“Mari kita mulai,” ucap Rama yang kemudian turun dari mobil tersebut.

Rama yang sudah rapi dengan pakaian ala lelaki kantoran itu pun langsung beralih ke pintu sisi sebelahnya untuk membukakan pintu untuk Mawar.

Di sana Rama mengambil alih Dio dan ia juga membantu Mawar turun dari mobil tersebut.

Seketika mereka berdua menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di sana. Mereka semua terkejut karena melihat Mawar pulang bersama dengan seorang laki-laki dan anak kecil.

Seorang laki-laki paruh baya berdiri dan menatap Mawar dengan tatapan tajam. “Mawar, siapa mereka?”

“Om, perkenalkan dia Rama, dan anak adalah anak aku dan Rama, namanya Dio,” ujar Mawar.

“Kalian sudah menikah?” tanya laki-laki yang disebut om oleh Mawar.

“Aku tau kalian akan berpikiran buruk kepadaku, aku akan jelaskan semuanya di dalam. Kalian masuk dulu, ya,” ucap Mawar.

Mereka semua yang merasa dibingungkan dengan ucapan Mawar pun langsung memilih untuk masuk mengikuti Mawar.

Mawar membawa mereka semua berkumpul di ruang tengah rumahnya. Di sana ada ibunya, kakek dan neneknya, juga beberapa om dan tantenya.

“Mawar, apa-apaan ini? Cepat jelaskan kepada Ibu! Jangan buat malu Ibu!” tegas ibunya, Eva.

“Sebelumnya Mawar minta maaf karena mungkin keputusan ini Mawar buat tanpa memberitahukannya kepada kalian. Namun, Mawar dan suami Mawar yaitu Rama sudah sepakat dan menganggap bahwa keputusan ini yang terbaik untuk kita berdua,” jelas Mawar.

“Selama ini kamu sangat menghormati Om dan sudah menganggap Om sebagai ayah kamu sendiri. Kenapa sekarang tiba-tiba kamu menikah tanpa memberitahu Om? Kalian tidak melakukan hal itu di luar hubungan sah, kan?” tanya Tian yang merupakan adik dari almarhum ayah Mawar.

“Maaf jika aku terlihat tidak sopan, tetapi aku yang memaksa Mawar untuk segera menikah denganku saat itu,” sahut Rama.

“Ayahnya Mawar memang sudah tidak ada, tetapi masih ada kita sebagai omnya Mawar. Seharusnya kamu menikah dengan Mawar dengan salah satu dari kita sebagai walinya. Bukannya kaliah menikah sembarangan seperti ini,” ujar Tian.

“Om Tian, Om Wira, dan Kakek. Maaf kalau aku tidak menjadikan kalian wali saat pernikahan kami. Kami menikah di KUA secara mendadak, sehingga memungkinkan aku untuk menunggu kalian datang ke sini. Ditambah lagi kalian selalu sibuk, jadi aku tidak ingin mengganggu kalian,” jelas Mawar.

“Apa tidak bisa kalian menunggu satu atau dua hari agar kita bisa datang?” tanya Eva.

“Maaf, Bu. Tapi pada hari itu ibuku dalam keadaan sekarat, dia ingin menyaksikan pernikahanku sebagai anak laki-laki terakhirnya. Jadi, mau tidak mau aku langsung mengajak Mawar menikah ke KUA dan ibuku menyaksikannya sebelum akhirnya napasnya berhenti berembus,” jelas Rama.

Rama tertunduk memasang wajah sedih, sedangkan mereka semua yang sebelumnya merasa marah dengan Rama dan Mawar, kini berubah menjadi iba kepada Rama.

“Jadi, itu alasan kalian menikah secara mendadak dan tidak memberitahukan apa pun kepada kita?” tanya Wira.

“Iya, Om. Sekali lagi maafkan kita berdua. Jika kalian ingin marah, marahlah kepadaku. Jangan salahkan Mawar karena dia tidak akan melakukan hal ini jika bukan karenaku,” jawab Rama.

“Kami semua jelas akan marah kepadamu. Pertama, kamu menikahi Mawar tanpa meminta izin kepada kita, lalu kamu tidak memberitahukan kepada Mawar bahwa setelah pernikahan itu seharusnya kalian tetap menghubungi kita, dan yang ketiga, kita tidak mengenalmu. Siapa kamu dan bagaimana sikapmu, kita tidak akan bisa menerimamu begitu saja,” jelas kakek Mawar.

“Kita semua bisa menerima alasan pernikahan dadakan kalian, tetapi kami tidak bisa menerima alasan mengapa kalian tidak mengabari kami sama sekali, bahkan sampai anak kalian lahir,” sinis Wira.

“Kakek, Nenek, dan Kak Eva akan tinggal di sini selama beberapa bulan, selama itu juga mereka akan mengawasi kalian,” tambah Tian.

Mawar dan Rama hanya bisa mengangguk. Drama keluarga mereka akan dimulai dan berlangsung cukup lama.

Setelah beberapa percakapan berikutnya Mawar dan Rama pun beranjak ke kamar mereka.

Mereka sengaja melakukan hal itu untuk menghindari percakapan lebih panjang lagi mengenai hubungan mereka.

Mawar mengunci kamar tersebut, lalu ia menidurkan Dio di tempat tidurnya.

“Aku tidak menyangka kamu bisa menyusun cerita seperti tadi,” ujar Mawar.

Rama tersenyum dengan wajah meledek. “Aku selalu profesional dengan pekerjaanku, jadi bayarlah aku sesuai dengan apa yang aku minta.”

“Mulai besok jika kamu tidak kuliah, datanglah ke perusahaan yang kamu inginkan dan mulailah bekerja di sana,” gumam Mawar yang sebenarnya masih tidak rela salah satu perusahaannya ada di tangan Rama.

Mawar kini berjalan menuju ke sudut dinding kamarnya, yang ternyata di balik dinding tersebut ada sebuah kamar.

“Ini kamarmu! Masuklah!” suruh Mawar.

Ia mengajak Rama masuk dan melihat-lihat kamar tersebut. “Ada beberapa pakaian yang bisa kamu gunakan di sini. Sisanya nanti akan diurus oleh Sarah.”

“Aku kira kamu akan menyuruhku untuk tidur di sofa.” Rama tertawa kecil.

“Aku tau caranya memanusiakan manusia,” sahut Mawar.

Rama hanya mengangguk, mencoba percaya dengan ucapan Mawar.

“Kenapa kamu tidak jujur pada mereka?” tanya Rama.

“Kamu bisa lihat tadi, bagaimana tajamnya ucapan kakek dan om-omku yang lain? Itu hanya sebagian kecil. Masih ada banyak suadara yang siap melontarkan pertanyaan dan ucapan sinis tentang diriku jika mereka mengetahui segalanya,” jelas Mawar.

“Kamu takut akan pertanyaan dan tatapan sinis itu?” tanya Rama.

“Sejak kecil aku dan keluargaku sering sekali diperlakukan seperti itu. Ayah dan ibuku menikah tanpa izin dari mereka, sehingga mereka selalu menerima ucapan dan perlakuan buruk,” jelas Mawar. “Dulu ayahku selalu menguatkan ibuku. Namun, sekarang tidak bisa lagi. Jika ibuku mendapatkan perlakuan seperti itu, maka dia hanya bisa menanggungnya dan aku yang akan merasa gagal. Aku muak dengan pandangan baik dari keluarga baik-baik.” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status